Kemenbud Akomodir Usulan Ekosistem Industri Musik
Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon (tengah) dalam Ngopi Santai bareng Insan Musik, di Jakarta, Kamis (14/11).
Foto: Muhammad MarupJAKARTA - Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) mengakomodir usulan dari para insan musik Tanah Air. Hal tersebut untuk mendorong peningkatan kualitas ekosistem industri musik.
“Ada yang concern di bidang hak cipta, royalti, dan lain-lain, tapi juga ada ekosistem apa yang perlu kita bentuk ke depan,” ujar Menteri Kebudayaan (Menbud), Fadli Zon, dalam Ngopi Santai bareng Insan Musik, di Jakarta, Kamis (14/11).
Dia menerangkan, sektor industri musik sampai saat ini belum memiliki regulasi tersendiri. Pada periode pemerintahan sebelumnya pernah ada yang menggagas penyusunan Undang-undang (UU) Permusikan, tapi menurutnya UU tersebut belum bagus.
Meski begitu, lanjut Fadli, kehadiran Kemenbud merupakan komitmen pemerintah untuk mengurus kebudayaan secara independen. Menurutnya, aspirasi dari seniman dan budayawan penting bisa berjalan optimal.
“Kami ini adalah alat, dan alat harus diperalat. Kebudayaan bisa maju kerja sama antar stakeholder. Tidak top down atau down top, tapi segala arah,” jelasnya.
Hak Cipta
Fadli mengungkapkan, royalti dari hak cipta sangat penting bagi para musisi. Menurutnya, royalti yang didapatkan dari Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) masih kecil dibandingkan negara lain.
“Royalti dari beberapa LMK itu mengatakan nilainya masih terlalu kecil, masih sekitar tadi 60 miliar rupiah dibandingkan negara tetangga yang 1 triliun rupiah bahkan sudah triliunnya,” katanya. Fadli berharap ekosistem musik di Indonesia dapat berdampak perekonomian. Sejauh ini, menurut Fadli, sumbangan musik Indonesia masih sangat kecil.
“Kalau kita lihat bandingkan dengan KPop kalau tidak salah sumbangannya kepada negara itu bisa mencapai 43 miliar dollar, itu hampir 500 triliun rupiah,” jelasnya.
Direktur Utama Riset dan Pengembangan, Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Cholil Mahmud mengatakan, salah satu yang mesti mendapat perhatian adalah keberlangsungan musisi yang kerap tampil di hotel, restoran, dan sebagainya. Menurutnya upah yang mereka dapat belum optimal dan sistem kerjanya belum profesional.
“Ketika pihak pemberi kerjanya tidak mau memakai kontrak selalu saja ada musisi-musisi yang masih menuntaskan pekerjaan sehingga akhirnya terjadi kontrak yang sebetulnya tanpa kontrak,” katanya.
Pentolan Efek Rumah Kaca (ERK) itu juga menyatakan, kesadaran musisi untuk berserikat masih rendah. Padahal, dengan berserikat bisa menjadi daya tawar para musisi untuk mengupayakan pemenuhan hak salah satunya jaminan sosial.
“Dengan berserikat musisi bisa memperbaiki situasi kerja paling tidak memiliki posisi kawal dengan berbagai pihak baik produsen atau pemerintah untuk memperbaiki situasi kerja mereka selama ini,” terangnya. ruf/S-2
Berita Trending
- 1 Sah, KPU Surabaya Tetapkan Eri-Armuji Raih Suara Terbanyak Pilkada Surabaya
- 2 Ini Daftar Pemenang AMI Awards 2024, Salma Salsabil dan Sal Priadi Jadi Artis Solo Terbaik
- 3 Ini Solusi Ampuh untuk Atasi Kulit Gatal Eksim yang Sering Kambuh
- 4 Perluas Pasar, Produk Halal RI Unjuk Gigi di Istanbul
- 5 Jika Rendang Diakui UNESCO, Pemerintah Perlu Buat "Masterplan"
Berita Terkini
- Final DBL Jakarta 2024, Hadirkan Duel Trilogi Panas
- Neuer Dilarang Bermain Dua Laga di Piala Jerman
- Hardjuno Wiwoho: Transparansi dan Akuntabilitas Jadi Solusi Kasus Harun Masiku
- Kecap Manis Inovasi Asli Masyarakat Nusantara
- Presiden dan Direktur Utama Wadhwani Foundation (WF), Ajay Kela memaparkan visi dan misi lembaga ini dalam acara temu media yang diselenggar