Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 30 Jan 2025, 12:38 WIB

Indef: BPI Danantara Bikin Birokrasi Tambah Gemuk. Tupoksinya Sudah ada di Kementerian Investasi

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mengatakan, belanja rutin sudah jauh lebih bengkak daripada belanja modal. Seharusnya kalau mau ekonomi tumbuh maka belanja modal lebih besar daripada belanja rutin.

Foto: istimewa

JAKARTA-Banyaknya badan baru yang dibentuk membebani anggaran negara. Termasuk pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara. Lembaga baru ini hanya membuat struktur organisasi pemerintah kian gemuk.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menyoroti pembentukan BPI Danantara. Dia menegaskan, sudah terlalu banyak badan. Kewenangan Danantara seharusnya bisa menjadi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) kementerian investasi/ hilirisasi BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).

Belanja rutin sudah jauh lebih bengkak daripada belanja modal. "Seharusnya kalau mau ekonomi tumbuh maka belanja modal lebih besar daripada belanja rutin,"tegas Esther merespon ditundanya peluncuran BPI Danantara.

Beban fiskal Indonesia pada masa masa mendatang juga menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan. "Ruang gerak fiskal sebagai motor utama pemerintah bekerja, menunjukkan kondisi yang tertekan dan sangat sempit akibat tren kenaikan utang yang terus berlanjut,"ucap Esther.

 Meskipun rasio utang terhadap PDB (produk domestik bruto) produk masih di bawah ambang batas 60 persen sesuai aturan, peningkatan signifikan dalam satu dekade terakhir mengindikasikan risiko yang perlu diantisipasi.

Ketergantungan pada utang berbiaya tinggi juga menjadi masalah serius, mengingat Indonesia memiliki imbal hasil obligasi tertinggi di ASEAN, mencapai 7,2 persen untuk tenor 10 tahun, jauh di atas negara-negara tetangga.

Dijelaskannya pula bahwa tantangan memutus ketergantungan sumber penerimaan jangka pendek dihadapkan pada persoalan deindustrialisasi. Apabila dilihat berdasarkan lapangan usaha, industri pengolahan merupakan kontributor penerimaan pajak terbesar bagi Pemerintah. Meski demikian, kontribusi penerimaan pajak yang berasal dari sektor ini kian mengalami penurunan dalam satu dekade terakhir.

Pada 2012 sektor ini mampu berkontribusi sekitar 32,16 persen terhadap seluruh penerimaan pajak sektoral. Kontribusi tersebut kini merosot signifikan dengan kontribusi sekitar 25 persen pada 2022. "Oleh karena itu investasi harus terus didorong di Indonesia tetapi tidak perlu membentuk badan baru,"pungkasnya.

Senada dengan Esther, Manajer Riset Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi juga mengatakan, BPI Danantara ini hanya mempergemuk struktur pemerintahan, dan ini akan menjadi beban bagi APBN, sementara kita tahu pemerintah sedang “pontang-panting” mencari sumber pendapatan negara. 

"Pembentukan badan baru membutuhkan anggaran yang besar baik untuk operasional maupun membentuk struktur, yang ini bisa pemboroson atau tidak efisien dibandingkan memperkuat lembaga yang sudah ada. Publik saat ini juga tau, banyak Kementerian/Lembaga yang baru dibentuk belum jelas alokasi anggarannya,"ungkapnya menanggapi belum jelasnya pembentukan badan ini.

Beberapa Kali Ditunda

Kejelasan pembentukan Badan Pengelola Investasi Danantara belum menemui titik terang sebab, regulasinya belum terbit yakni Draft Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres). Drafnya sudah diserahkan kepada Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi sejak November 2024. 

Peluncurannya dua kali dibatalkan. Semula direncanakan November 2024 lalu tetapi diundur. Kemudian rencana lainnya diluncurkan Januari 2025, namun ternyata belum juga dilakukan.

Danantara direncanakan seperti superholding BUMN dan digadang-gadang seperti Temasek di Singapura yang bertugas mengelola aset-aset BUMN untuk dikomersialkan. Danantara bakal mengelola aset yang sangat besar dari 7 BUMN.

Tujuh perusahaan pelat merah itu adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan holding BUMN pertambangan MIND ID.

Kepala Badan Pengelola Investasi Danantara Muliaman Darmansyah Hadad mengatakan bahwa lembaga khusus tersebut akan berada di bawah kendali Presiden.

Salah satu tugasnya, yakni untuk membantu mengelola aset-aset pemerintah di kementerian yang telah terbentuk. “Tujuan nanti pengelolaan investasi yang terpencar-pencar itu dikonsolidasikan, di-leverage,” ucapnya.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.