Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Atasi Intoleransi, Indonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang PBB

Foto : Antara/HO-Perwakilan Tetap RI untuk PBB

Deputi Perwakilan Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Duta Besar Achsanul Habib, dalam acara tambahan (side event) di sela-sela Sidang Dewan HAM PBB ke-55 di Jenewa, Swiss, Selasa (12/3/2024).

A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Deputi Perwakilan Tetap RI untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan organisasi lainnya di Jenewa, Swiss, Duta Besar Achsanul Habib, mengangkat pentingnya literasi keagamaan lintas budaya sebagai implementasi pendidikan lintas agama.

Dalam keterangannya yang disiarkan di Jakarta, Jumat, Dubes Achsanul mengatakan hal tersebut guna mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama yang menjadi tantangan dunia saat ini.

"Pada saat ini, peningkatan literasi keagamaan lintas budaya dan pendidikan hak asasi manusia memainkan peran penting dalam menciptakan lingkungan yang menolak segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama," kata Achsanul dalam acara tambahan (side event) di sela-sela Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB ke-55 di Jenewa, Swiss, Selasa (12/3).

Acara tersebut mengangkat temaThe Role of Cross-Cultural Religious Literacy and Human Rights Education in Combating Intolerance, Negative Stereotyping, and Stigmatization of Persons Based on Religion and Belief(Peran Literasi Keagamaan Lintas Budaya dan Pendidikan Hak Asasi Manusia dalam Memerangi Intoleransi, Stereotip Negatif, dan Stigmatisasi Seseorang Berdasarkan Agama dan Keyakinan), sejalan dengan Resolusi Dewan HAM PBB 16/18.

Achsanul mengatakan tema yang diangkat sangat relevan dengan peningkatan kasus pelanggaran HAM terhadap individu berdasarkan agama atau kepercayaan di seluruh dunia.

Selain intoleransi, stereotip dan stigmatisasi negatif, anggota kelompok agama dan penganut agama di seluruh dunia disebutnya juga menghadapi kebencian, diskriminasi dan kekerasan setiap hari.

Sementara itu, literasi keagamaan lintas budaya telah menjadi bagian integral dari kebijakan luar negeri Indonesia yang dipromosikan lewat dialog antaragama yang telah terjalin secara bilateral dengan 34 negara mitra.

Pemerintah Indonesia telah memprakarsai Jakarta Plurilateral Dialogue (JPD) pada Agustus 2023 untuk mengarusutamakan komitmen global dalam melaksanakan Resolusi Dewan HAM PBB 16/18 tentang "Melawan Intoleransi, Stereotip, dan Stigmatisasi Negatif, serta Diskriminasi, Hasutan untuk Melakukan Kekerasan dan Kekerasan terhadap Orang-orang Berdasarkan Agama atau Kepercayaan."

Selanjutnya, pada November 2023, Kementerian Hukum dan HAM RI bersama Institut Leimena juga telah melaksanakan Konferensi Internasional tentang Literasi Keagamaan Lintas Budaya untuk mendorong masyarakat yang damai dan inklusif.

Achsanul menjelaskan literasi keagamaan berarti membangun pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya perbedaan agama dan keyakinan, termasuk agama yang kita anut. Tujuannya memupuk rasa saling menghormati dan menghilangkan ketidakpedulian dan kesalahpahaman yang meningkatkan intoleransi dan prasangka.

"Kami senang Institut Leimena sebagai promotor utama literasi keagamaan lintas budaya di Indonesia dapat bergabung sebagai salah satu pendukung acara penting ini," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan literasi keagamaan lintas budaya atau LKLB menjadi contoh pendekatan pendidikan dari Indonesia untuk mengatasi masalah intoleransi dan membangun relasi lebih baik antar penganut agama yang berbeda, sesuai dengan tujuan Resolusi Dewan HAM PBB 16/18.

Matius menyebut diskusi panel yang diadakan di sela-sela Sidang Dewan HAM PBB ini menunjukkan signifikansi dari inisiatif Indonesia lewat program pelatihan LKLB yang berfokus kepada guru dan pendidik.

Program pelatihan LKLB dilakukan Institut Leimena bersama 25 lembaga mitra telah melatih lebih dari 7.000 pendidik di 34 provinsi di Indonesia dalam waktu kurang dari 2,5 tahun.

"Program LKLB semakin mendapatkan perhatian dunia internasional di tengah semakin berkembangnya masalah ujaran kebencian, Islamofobia, dan lain-lain," katanya.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top