Pemutihan Utang Petani Masih Dibahas Bersama Pihak Terkait
Hapus Utang I Petani membajak sawah di Kota Bengkulu, Bengkulu, Jumat (25/10). Pemerintah berencana akan menghapus utang kredit macet enam juta petani dan nelayan di perbankan melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) pemutihan utang.
Foto: ANTARA/Muhammad IzfaldiJAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengatakan rencana pemutihan atau penghapusan utang atau kredit macet petani akan dibahas secara bersama- sama berbagai pihak. "Itu nanti kita bahas bersama lagi," kata Mentan, di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (28/10).
Mentan menyampaikan ketentuan penghapusan utang petani akan diatur melalui peraturan presiden, yang akan menjadi kabar baik bagi petani Indonesia. Didoakan saja semoga ada penghapusan utang. Seperti dikutip dari Antara, Mentan menyampaikan pembicaraan dengan lembaga keuangan akan dibahas lagi lebih lanjut.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengatakan pemerintah akan memikirkan solusi atas utang petani, nelayan serta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di perbankan. "Insya Allah kalau memang itu sesuatu yang untuk kepentingan para petani, UMKM, pasti akan kita pikirkan," ujar Prasetyo usai mengikuti retret kabinet di Akademi Militer.
Menurut Mensesneg, hingga saat ini pemerintah belum secara khusus membahas terkait kredit macet petani dan nelayan di perbankan. Presiden Prabowo Subianto dikabarkan berencana menghapus utang kredit macet sedikitnya enam juta petani, nelayan, hingga UMKM di perbankan, melalui penerbitan peraturan presiden soal pemutihan utang.
Akses Pembiayaan
Pemutihan utang diharapkan dapat membuka kembali akses petani, nelayan, dan UMKM kepada pembiayaan perbankan. Sementara itu, Ketua Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana, mengatakan petani dan nelayan menyambut baik rencana Presiden Prabowo memutihkan utang para petani dan nelayan. Selama ini, petani dan nelayan sangat kesulitan mengakses dana permodalan karena terkendala catatan pinjaman di perbankan sebelumnya.
"Banyak yang sifatnya sangat administratif yang tentu saja tidak bisa dipenuhi oleh para nelayan. Padahal, pertanian dan nelayan kan rata-rata padat karya, banyak sekali menyerap tenaga kerja, dari praproduksi sampai pascaproduksi. Mulai dari beli bahan bakar minyak, biaya angkutnya, warung sembako, dan pedagang-pedagang eceran saat nelayan membongkar hasil tangkapannya," paparnya.
Menurut Budi, pada dasarnya nelayan sangat membutuhkan modal dalam usahanya, dengan niatan ingin sekali membayar pinjaman. Nelayan kecil yang rata-rata melaut lima hari, itu saja membutuhkan biaya enam juta rupiah hingga tujuh juta rupiah sekali tripnya, tetapi saat melakukan pinjaman ke bank yang disetujui hanya dua juta rupiah sampai tiga juta rupiah dengan jaminan yang nelayan tidak punya.
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Electricity Connect 2024, Momentum Kemandirian dan Ketahanan Energi Nasional
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Tim Putra LavAni Kembali Tembus Grand Final Usai Bungkam Indomaret
Berita Terkini
- Terus Bertambah, Daop 7 Catat 13.489 Tiket Terpesan di Libur Natal dan Tahun Baru 2025
- Hidupkan Pasar Properti, Guangzhou di China Akan Pangkas Pajak Penjualan Rumah Berukuran Besar
- Operasi Gabungan Berhasil Memberantas Seluruh Pusat Penipuan Telekomunikasi di Myanmar
- Bawaslu DKI: RT/RW Jangan Terlibat Politik Praktis di Pilkada Jakarta
- MUF GJAW 2024 Diharapkan Jadi Katalisator Pertumbuhan Industri Otomotif Nasional