Ayo Melihat Upaya Transisi Energi di Tiongkok Bagian Timur
Kincir angin di distrik Yancheng, provinsi Jiangsu, Tiongkok.
Beijing - Pada 2015, mantan jurnalis stasiun TV nasional Tiongkok (CCTV), Chai Jing, membuat film dokumenter soal buruknya polusi udara di Tiongkok yang berhasil meraih perhatian lebih dari 100 juta penonton dalam 48 jam pertama.
Film berdurasi 103 menit berjudul "Under the Dome"tayang pada 28 Februari 2015 dengan menampilkan Chai Jing berdiri di depan penonton sebagai narator yang berbicara lugas bergaya jurnalis investigasi sekaligus seorang ibu untuk menyuguhkan video wawancara yang berpadu riset ilmiah bidang kesehatan, manufaktur, dan ekonomi soal tarik-menarik kepentingan pembangunan versus lingkungan.
Film tersebut dimulai pada 2013, saat Chai Jing mengandung putri pertamanya namun dokter mengatakan putrinya memiliki tumor lunak sehingga harus segera dioperasi begitu dilahirkan.
Chai Jing menduga tumor itu terjadi karena polusi udara di Beijing dan ia pun tidak ingin putrinya tumbuh di tengah kepungan kabut asap dari pabrik, kendaraan, maupun pembangkit listrik tenaga batu bara.
Tak hanya menyoroti dampak polusi udara di Beijing, film itu juga memperlihatkan dampak bagi seorang gadis kecil usia 6 tahun di Provinsi Shaanxi yang seumur hidupnya belum pernah melihat bintang di langit karena langit di dekat rumahnya tertutup kabut polusi.
Dampaknya, film tersebut menjadi pembahasan di platform media sosial Tiongkok selama 3 hari berturut-turut dan menggerakkan dunia usaha untuk melakukan perubahan bisnis yang mencemari lingkungan --meski ada kecurigaan bahwa film tersebut juga "direstui" pemerintah karena tampak berbiaya mahal dan diluncurkan menjelang sidang parlemen Tiongkok untuk mengesahkan undang-undang lingkungan baru pada Maret 2015
Tiongkok memang menjadi penyumbang emisi karbon terbesar sejak 2006 yaitu 6,5 miliar ton per tahun sejak gencarnya industri manufaktur dan derap perdagangan Tiongkok pada masa itu dengan rata-rata peningkatan laju emisi setiap tahun pada 2002--2007 dapat mencapai 13 persen.
Namun sejak 2016, dalam kebijakan internasional Nationally Determined Contributions (NDC) yang beberapa kali diperbaharui hingga terakhir pada 28 Oktober 2021, Tiongkok menargetkan emisi karbon akan terus berkurang sebesar 60--65 persen hingga target pada 2030.
Dalam NDC tersebut Tiongkok juga menyebut akan mencapai puncak emisi pada 2025. Lalu, secara bertahap akan mengurangi pemakaian batu bara mulai 2026 dan pada 2030 bertekad meningkatkan kapasitas listrik bersih dari tenaga surya dan angin menjadi 1,2 miliar kilowatt (kw) dengan target akhir adalah dekarbonisasi pada 2060.
Pada 31 Juli 2024, Badan Energi Nasional Tiongkok mengumumkan Tiongkok telah mengeluarkan buku putih transisi energi yang berisi konsep dan peta jalan transisi energi di Tiongkok. Wakil Direktur Badan Energi Nasional Tiongkok Wan Jinsong mengatakan buku tersebut punya lima inti pembahasan.
Pertama, mendorong perkembangan energi bersih di jalur cepat. Pada akhir Juli 2024, kapasitas terpasang pembangkit listrik non-fosil sudah mencapai lebih dari 1,68 miliar kw atau sekitar 58,2 persen total kapasitas pembangkit listrik di seluruh Tiongkok.
Kapasitas tersebut terdiri atas pembangkit listrik tenaga angin terpasang mencapai 471 juta kw, pembangkit listrik tenaga surya mencapai 735 juta kw dan sisanya adalah pembangkit listrik tenaga biomassa, nuklir dan lainnya.
Kedua, transisi energi Tiongkok mendukung pembangunan berkualitas bidang ekonomi dan sosial. Dalam 10 tahun terakhir, investasi kumulatif untuk infrastruktur di sektor energi adalah sekitar 39 triliun yuan atau rata-rata hampir 4 triliun yuan per tahun.
Tiongkok membentuk rantai industri manufaktur peralatan energi yang lengkap, dan mempercepat inovasi teknologi di bidang energi baru, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), transmisi dan transformasi daya, hingga penyimpanan energi baru.
Ketiga, transisi energi di Tiongkok menjamin kebutuhan rakyat. Dalam satu dekade terakhir, pemerintah Tiongkok juga mengklaim pasokan dan permintaan energi Tiongkok seimbang, harga energi secara umum stabil, dan keamanan energi dari 1,4 miliar penduduk terjamin. Pada 2015, pemerintah Tiongkok menyebut telah berhasil memecahkan masalah konsumsilistrik untuk penduduk yang tidak teralirilistrik.
Konsumsi listrik per kapita meningkat dari 500 kWh menjadi hampir 1.000 kWh, sedangkan listrik dari panel surya--pada saat yang sama-- produksi rumah tangga di daerah perdesaan mencapai 120 juta kw.
Keempat, transisi energi di Tiongkok berjalan selaras dengan pelestarian lingkungan. Dibandingkan dengan 2012, konsumsi energi per PDB terhitung menurun lebih dari 26 persen, konsumsi batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap batu bara (PLTU) berkurang menjadi rata-rata 303 gram batubara standar/kWh dan tingkat emisi sulfur dioksida dan nitrogen oksida dari PLTU batubara yang diperbaharui sebanding dengan batas pembangkit listrik tenaga gas alam.
Kelima, transisi energi di Tiongkok memberikan kontribusi penting bagi transisi energi global. Pada 2023, investasi transisi energi di Tiongkok mencapai 676 miliar dolar AS yang menjadikannya sebagai negara dengan investasi terbesar di bidang transisi energi.
Produksi panel surya dan kincir untuk pembangkit listrik tenaga angin yang diekspor ke negara-negara lain, diklaim sudah mengurangi emisi karbon dioksida sekitar 810 juta ton.
Hingga akhir Juli 2024, pembangkit listrik energi terbarukan di Tiongkok juga sudah menghasilkan listrik hingga 2,2 triliun kw/jam yang setara dengan pengurangan emisi karbon dioksida sekitar 2 miliar ton.
Dari kelima prinsip tersebut, pemerintah Tiongkok mengklaim pembangkit listrik energi baru yang terpasang di Tiongkok menyumbang sekitar 40 persen dari total kapasitas terpasang di dunia.
"Namun harus dicatat bahwa Tiongkok masih negara berkembang. Kami mendorong modernisasi dengan populasi yang besar. Permintaan energi masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik masih terus meningkat ditambah faktor-faktor yang tidak pasti dan tidak dapat diprediksi juga meningkat," kata Direktur Departemen Reformasi Hukum dan Kelembagaan Badan Energi Nasional Tiongkok Song Wen.
Badan Energi Nasional Tiongkok juga mencatat selama 10 tahun terakhir, konsumsi batu bara di Tiongkok telah turun 12,1 persen dan telah menutup lebih dari 100 juta kw kapasitas PLTU batu bara yang sudah ketinggalan zaman dan mengurangi emisi polutan dari sektor ketenagalistrikan lebih dari 90 persen.
Khusus untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), 102 PLTN sudah beroperasi dan sedang dibangun di Tiongkok dengan total kapasitas terpasang 113,13 juta kw atau yang tertinggi di dunia. Namun baru ada 56 unit PLTN yang beroperasi dan menghasilkan 58,08 juta kw listrik. PLTN menjadi sumber daya listrik pendukung di daerah pesisir timur yaitu di provinsi Liaoning, Zhejiang, Fujian, Guangdong dan Hainan.
Bagaimana pelaksanaannya di daerah? Sejumlah provinsi membuat strategi masing-masing untuk mengikuti peta jalan transisi energi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Salah satunya di Yancheng, Provinsi Jiangsu, yang ada di Tiongkok sebelah timur dan berbatasan dengan Laut Kuning.
Terdapat dua distrik (setingkat kecamatan) yang menyediakan kawasan industri khusus nir-emisi karbon yaitu "Dafeng Port Zero-Carbon Industrial Park" dan "Binhai Port Zero-Carbon Industrial Park", keduanya didukung dengan kehadiran "Jiangsu Yining Energy Science and Innovation Industrial Park".
Apa yang dimaksud dengan kawasan industri nirkarbon? Artinya industri di kawasan itu menggunakan listrik dari sumber energi baru dan pada saat yang sama aktivitas industri didukung dengan teknologi bersih, pengolahan karbon, penyimpanan dan pertukaran energi sehingga jumlah total emisi karbon dioksida (CO2) secara langsung atau tidak langsung dari proses tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) dapat mencapai "nol unsur CO2".
Salah satu bentuk energi baru yang digunakan adalah "energi dingin" yang memanfaatkan "Tiongkok National Offshore Oil Corporation (CNOOC) Yancheng Green Energy Port" yaitu pangkalan tangki gas alam cair (LNG) di Binhai dengan enam tangki berkapasitas masing-masing 270 ribu meter kubik dan empat tangki berkapasitas 220 ribu meter kubik gas alam.
Total kapasitas penyimpanan LNG yang sudah diolah di pangkalan itu adalah 8,5 miliar meter kubik dan menjadi pangkalan LNG terbesar di Tiongkok. Kawasan industri dan pangkalan LNG yang menghadap ke Laut Kuning itu pun pun saling berdekatan.
Dalam pengolahan gas alam mentah menjadi LNG di pangkalan itu, akan dihasilkan "energi dingin" yang disebut "exergy". Energi dingin LNG dapat ditangkap dan dikonversi menjadi energi lain saat proses regasifikasi, yaitu perubahan dari fase cair menjadi fase gas dan saat ekspansi volume.
Energi dingin itu pun bisa dimanfaatkan untuk pengolahan limbah, pembuatan nitrogen cair, pembangkit listrik, hinggacold storageuntuk ikan dan daging.
Belum banyak negara yang memanfaatkan energi dingin LNG. Dari 12 negara pengimpor utama LNG dunia (Jepang, Thailand, Singapura, Taiwan, Tiongkok, India, Korea, Inggris, Spanyol, Italia, Belgia, Prancis), hanya Jepang (60 persen) dan Tiongkok (10 persen) yang memanfaatkan energi dingin dari LNG tersebut.
Di Yancheng, dengan menghitung 1 meter kubik gas alam menghasilkan 5 kw/jam listrik, 8,5 miliar meter kubik gas alam mentah yang diolah menjadi 6 juta ton LNG atau dapat menghasilkan sekitar 42,5 miliar kw/jam listrik sehingga mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 37,64 juta ton, dan mengurangi emisi nitrogen oksida sebesar 668.000 ton atau setara dengan menanam 80 juta pohon.
Pada saat yang sama, energi dingin yang dihasilkan dari proses pengolahan gas alam mentah menjadi energi dapat dipasok ke pabrik makanan kering beku, logistik rantai dingin, permainan es dan salju serta lainnya.
CNOOC Yancheng "Green Energy Port" pertama melakukan bongkar muat kapal gas alam pada 26 September 2022 dan pada 16 Desember 2022 pertama kali memasok listrik dari "energi dingin" melalui jaringan pipa ke wilayah Tiongkok bagian timur.
"Untuk gas alam mentah, sebagian besar kami impor dari Qatar," kata staf bagian operasional CNOOC Yancheng "Green Energy Port" Wang Yang.
Wang juga mengatakan bahwa pangkalan tersebut tidak selalu menyuplai sumber energi untuk pembangkit listrik karena semuanya tergantung pada kebutuhan masyarakat atas listrik.
"Saat musim panas, misalnya, sumber energi lebih banyak dari tenaga angin atau air, bila musim dingin kami bisa lebih banyak menyuplai listrik maupun energi dingin," ungkap Wang.
Sedangkan saat ANTARA mengunjungi "Dafeng Port Zero-Carbon Industrial Park" seluas 30 km persegi di distrik Dafeng, direktur Jiangsu Carbon Intelligence Operation Management Co., Ltd. Han Yaxi yang menjadi pengelola lokasi tersebut mengatakan operasionalisasi kawasan mengikuti apa yang sudah diterapkan di Uni Eropa (UE) yang menggabungkan pembangkit listrik swasta dan industri manufaktur.
"Namun sesuai aturan pemerintah, kami tidak boleh memasarkan listrik secara langsung kepada masyarakat, jadi kami tetap harus menjual ke perusahaan listrik milik negara dari listrik yang kami hasilkan di sini," kata Han Yaxi.
Namun, Yan menolak untuk menjelaskan secara detail bagaimana pemerintah provinsi Jiangsu, khususnya distrik Yancheng dapat membiayai transisi energi dengan menggunakan teknologi canggih dan sumber energi baru mana yang paling ekonomis untuk masyarakat saat ini.
"Saya tidak bisa menyampaikan banyak hal untuk umum saat ini, kami belum sepenuhnya operasional," jawab Han saat ANTARA menyampaikan pertanyaan.
Yancheng sendiri adalah daerah pesisir yang punya garis pantai sepanjang 582 kilometer dan sudah memiliki lahan tempat kincir angin dan panel surya seluas 30 ribu hektare sebagai sumber energi baru.
Saat ini, kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru di Yancheng adalah 15,33 juta kw/jam dimana kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai menyumbang sekitar sepersepuluh dari tenaga angin di dunia dan seperlima dari pembangkit listrik energi baru di Tiongkok.
Khusus di distrik Binhai, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga angin adalah sebesar 2,415 juta kw dan kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya 373 ribu kw yang dapat menyediakan 9 miliar kW/jam listrik ramah lingkungan setiap tahunnya.
Pada akhir Agustus 2024, memang angin bertiup kencang dan bahkan membawa awan berisi uap air ke pesisir Binhai sehingga tidak tampak aktivitas bongkar muat dari kapal pembawa gas alam ke pelabuhan, namun angin yang bertiup kencang itu pun dapat dimanfaatkan sebagai listrik energi baru.
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya