Menilik Kebijakan Trump Usai Terpilih sebagai Presiden AS
Presiden terpilih AS Donald Trump.
Foto: ANTARA/AnadoluJakarta - Donald Trump akan kembali ke Gedung Putih usai terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat dalam pemilu 5 November lalu.
Pernyataan-pernyataan Trump selama berkampanye dan pidato kemenangannya bisa memberikan petunjuk tentang sejumlah kebijakan penting yang akan dilakukan pemerintah baru AS di bawah kepemimpinannya kelak.
Imigran gelap
Trump beberapa kali menyatakan kecaman terhadap kebijakan Presiden Joe Biden dalam mengatasi peningkatan jumlah imigran gelap yang masuk dari negara-negara Amerika Selatan, Timur Tengah, Asia, Eropa, dan Afrika.
Dia bersumpah akan melakukan deportasi migran "terbesar dalam sejarah AS" jika terpilih lagi sebagai presiden.
Dia juga berjanji akan menyita aset kelompok kejahatan dan kartel narkoba, dan menggunakan aset tersebut untuk memberikan kompensasi kepada para korban kejahatan geng dan kartel.
Trump juga mengancam Meksiko dengan bea masuk barang hingga 100 persen jika gagal mencegah masuknya migran dan narkotika ke AS dari negara itu.
Inflasi
Trump menyatakan tekadnya untuk melindungi kepentingan AS dengan kebijakan proteksionisme "America First" dalam perdagangan untuk menekan inflasi.
Dia mengisyaratkan akan mengenakan bea masuk 60 persen terhadap barang-barang impor dari China dan memungut bea 10-20 persen dari barang impor negara-negara lain.
Sikapnya itu, jika menjadi kebijakan pemerintahnya kelak, diprediksi akan mengganggu hubungan AS dengan negara lain, tidak hanya dengan China tetapi juga Uni Eropa.
Insentif pajak
Trump juga berjanji akan menghapus pajak atas manfaat Jaminan Sosial bagi semua warga AS. Saat ini, penerima manfaat harus membayar pajak sebesar 50 hingga 85 persen dari jaminan sosial yang mereka terima.
Pajak perusahaan yang beroperasi di bawah yuridiksi pemerintah federal juga akan dikurangi dari 21 menjadi 15 persen.
Untuk merangsang produksi mobil dalam negeri, Trump akan mengusahakan agar bunga pinjaman pembelian mobil bisa menjadi pengurang pajak.
Dia juga berjanji akan memangkas pajak bagi warga AS yang tinggal di luar negeri untuk mengakhiri kebijakan pajak ganda.
Kebijakan iklim
Trump diyakini akan menarik keluar AS dari Perjanjian Paris, keputusan yang pernah dia ambil tetapi kemudian dibatalkan oleh Biden pada 2021.
Sejumlah pengamat berpendapat, keluarnya AS dari perjanjian itu akan menghambat upaya menurunkan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celsius.
Selama kampanye, Trump berjanji untuk membatalkan proyek energi angin lepas pantai, sebuah pernyataan yang membuat saham-saham energi terpuruk.
Sebagai pendukung industri berbahan bakar fosil, dia mengkritik kebijakan iklim pemerintah Biden dan menyebut "Green New Deal" sebagai penipuan.
Dia bertekad akan mengakhiri subsidi pajak senilai ratusan miliar dolar dan mengalihkannya untuk membangun jalan dan jembatan.
Dirinya menentang banyak kebijakan energi bersih, karena meyakini kebijakan tersebut menghambat produksi energi dan memicu inflasi.
Tekan Iran
Trump berencana melakukan “tekanan maksimal” terhadap Iran untuk membatasi ekspor minyak dan membatasi pengaruhnya di Timur Tengah.
Di masa jabatannya yang pertama, Trump menarik AS keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran, sebuah perjanjian pada 2015 yang membatasi pengembangan nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi.
Rencana Trump untuk meningkatkan tekanan terhadap Iran dinilai akan menghentikan upaya untuk melanjutkan kembali pembicaraan soal perjanjian nuklir yang mandek itu.
Timur Tengah
"Selama saya memerintah, kita pernah mencapai perdamaian di Timur Tengah, dan kita akan segera mencapai perdamaian lagi," kata Trump di platform X pada Oktober."
Trump mengatakan rakyat Lebanon berhak hidup damai, sejahtera, dan harmonis dengan negara-negara tetangga, "yang hanya bisa terjadi dengan perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah."
Lebih dari 2.700 warga Lebanon telah tewas oleh serangan-serangan Israel yang menargetkan kelompok Hizbullah dalam eskalasi konflik yang dipicu oleh agresi militer Israel di Jalur Gaza, Palestina.
Para pengamat meyakini siapa pun yang menjadi presiden, dukungan AS yang kuat terhadap Israel tidak akan berubah, sehingga kebijakan AS terhadap Timur Tengah pun kemungkinan akan tetap sama.
Di masa jabatannya yang pertama, Trump mengakui Yerusalem Timur sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke sana. Langkahnya itu dikecam keras oleh Palestina.
Berita Trending
- 1 Mitra Strategis IKN, Tata Kelola Wisata Samarinda Diperkuat
- 2 Semoga Hasilkan Aksi Nyata, Konferensi Perubahan Iklim PBB COP29 Akan Dimulai di Azerbaijan
- 3 Kepala OIKN Sudah Dilantik, DPR Harap Pembangunan IKN Lebih Cepat
- 4 Keren! Petugas Transjakarta Tampil Beda di Hari Pahlawan
- 5 Empat Paslon Adu Ide dan Pemikiran pada Debat Perdana Pilgub Jabar