Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Jum'at, 15 Nov 2024, 12:05 WIB

Hindarkan Gen Y dan Z Dari Generasi Sandwich Menuju Visi Indonesia Emas 2045

Program Layanan Jaminan Pekerja Migran BPJS Ketenagakerjaan.

Foto: istimewa

DALAM Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Pemerintah menetapkan visi menjadi negara maju pada tahun 2045, tepat di usia emas atau yang dikenal dengan visi Indonesia Emas. Pada saat itu, Pemerintah memproyeksikan pendapatan per kapita berkisar 23.000-30.000 dollar AS atau setara dengan negara-negara maju, sekaligus sebagai pertanda Indonesia lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah atau middle income trap.

Target tersebut tentu sudah melalui kalkuasi yang matang dengan memperhatikan faktor-faktor pendorong terutama resources, baik sumber daya alam (SDA) maupun human capital atau sumber daya manusia (SDM) yang ada. Sebagai kunci untuk mencapai target “Indonesia Emas” tersebut sangat bergantung pada bagaimana mengoptimalkan produktivitas SDA dan SDM yang ada, sehingga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan penduduk Indonesia.

Jika mencermati data yang disajikan Review Rencana Tenaga Kerja Nasional 2020-2024 dan data dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPS), maka Indonesia hanya punya waktu dua dekade untuk naik kelas menjadi negara maju atau jadi negara yang gagal keluar dari middle income trap.

Pengalaman dari negara maju menunjukkan bonus demografi hanya terjadi sekali dalam sejarah satu negara karena adanya kecenderungan penduduk semakin menua atau aging population dan setelah itu penduduk usia produktif berkurang.

Sebagai informasi yang dimaksud dengan bonus demografi adalah ketika penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun lebih banyak dibanding penduduk usia nonproduktif 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas. 

Kementerian Ketenagakerjaan pun telah memublikasi data Review Rencana Tenaga Kerja Nasional 2020-2024 tentang struktur umur penduduk pada rentang 1961-2015 dan proyeksi hingga 2045. 

Data menunjukkan jumlah usai kerja 15-64 tahun meningkat dari 53,4 juta orang pada 1961 menjadi 171 juta orang pada 2015 dan diproyeksikan akan terus meningkat menjadi 207,9 juta orang pada 2045 mendatang. 

Sedangkan, jumlah penduduk di bawah 15 tahun masih akan meningkat dari 41 juta pada 1961 menjadi 65,7 juta jiwa pada 1990 dan turun menjadi 63,2 juta orang pada 2000 dan kembali naik pada 2015 mencapai 70,8 juta anak dan diproyeksikan mulai berkurang setelah 2020 menjadi sekitar 65,8 juta. 

Sedangkan penduduk lanjut usia 65 tahun ke atas diperkirakan akan terus meningkat tajam dari 2,6 juta tahun 1961 menjadi 44,9 juta pada 2045 atau naik 17 kali selama 84 tahun.

Kaya Sebelum Tua

Ekonom Senior dari Universitas Indonesia yang juga pejabat Menteri Keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri, mengatakan penduduk Indonesia harus kaya sebelum tua demi mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045. Hal itu penting kata Chatib karena potensi pengeluaran negara menjadi lebih besar ketika populasi penduduknya didominasi golongan yang tidak produktif. 

“Pendapatan negara juga bisa menurun karena produktivitas kerja warganya merosot. Sedangkan di waktu yang sama, Indonesia perlu percepatan pertumbuhan ekonomi,” kata Chatib dalam Economic Outlook 2024 beberapa waktu lalu. 

Dalam kesempatan lain, Pelaksana Tugas (Plt) Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR baru-baru ini mengatakan periode bonus demografi Indonesia bakal berakhir pada 2041 mendatang. 

Bahkan, beberapa provinsi akan mengakhiri bonus demografi tersebut dalam waktu dekat atau kurang dari 10 tahun, seperti Sumatera Barat pada 2030. Begitu pula dengan Provinsi Bali, Yogyakarta dan Sulawesi Barat akan berakhir pada 2033. Sedangkan Jawa Timur dan Jawa Tengah akan berakhir pada 2034.

Beruntung, beberapa provinsi periode bonus demografinya akan berlangsung hingga 2040 antara lain, Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimnatan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah hingga Maluku dan Papua. Satu-satunya provinsi yang bonus demografinya bakal berlanjut hingga 2050 yaitu Kalimantan Timur.

Namun demikian, Amalia menyayangkan terdapat satu provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur yang tidak pernah mengalami bonus demografi sama sekali karena 50 persen penduduknya berusia tidak produktif.

Terlepas dari target “Indonesia Emas” tercapai atau tidak, Amalia menyarankan agar Indonesia segera bersiap memasuki periode penuaan populasi atau aging population. Kondisi itu semakin menantang karena saat ini, jutaan warga lanjut usia (lansia) masih hidup dalam garis kemiskinan.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan peningkatan kelompok lansia yang miskin dan tidak produktif, otomatis akan membebani keluarganya khususnya anak mereka yang masih produktif.

Generasi yang produktif itu ungkap Badiul selain sebagai tulang punggung bagi keluarga inti atau istri dan anak-anaknya, juga menjadi harapan untuk menghidupi orang tua atau anggota keluarga lain yang tidak produktif. Generasi yang memikul beban dari atas dan bawah itu yang dikenal dengan generasi sandwich.

Data BPS menunjukkan pada 2019 ada sekitar 27,88 persen rumah tangga di Indonesia adalah rumah tangga lansia. Angka tersebut naik jadi 33,16 persen pada 2023. Data tersebut menunjukkan ada sekitar 3 dari 10 rumah tangga di Indonesia, terdapat lansia sebagai anggota rumah tangga.

Generasi sandwich papar Badiul tidak hanya dituntut merawat dan mengurus rumah tangga tetapi juga membiayai kebutuhan hidup orang tua lansia (generasi tua) serta menanggung biaya kebutuhan anak-anak atau adik mereka, mulai dari biaya hidup, biaya sekolah, kesehatan dan biaya lainnya.

BPS jelas Badiul pada pada 2020 mencatat terdapat 71 juta penduduk Indonesia merupakan generasi sandwich atau lebih dari seperempat total populasi. Sekitar 8,4 juta diantaranya hidup seatap dengan saudara atau kerabat di luar keluarga inti yang mereka biayai atau extended family.

Jika melihat komposisi sebarannya, maka gen Y atau generasi yang berusia 24-39 tahun pada 2020 lalu paling banyak menjadi generasi sandwich. Tidak berhenti di Gen Y, pada 2025 mendatang BPS memproyeksikan Gen Z juga akan masuk kelompok usia produktif. Jumlah kelompok usia produktif pun akan meningkat menjadi 67,90 juta orang atau 23,83 persen dari total jumlah penduduk.

Gen Z yang ikut menanggung kehidupan dua generasi itu pun berpotensi meningkat tiap tahun mengikuti jumlah lansia yang meningkat tiap tahun-nya.

Masalahnya, gen Z yang sebagian besar baru memasuki dunia kerja atau baru beberapa tahun membangun karir, belum memiliki kesehatan finansial yang baik, sehingga banyak diantaranya memanfaatkan utang untuk menopang biaya hidup. Salah satu yang paling mudah adalah mengandalkan pinjaman online (pinjol).

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, hingga Maret 2024 ada 9,18 juta rekening pinjaman online (pinjol) dari kelompok usia 19-34 tahun, dengan nilai pinjaman mencapai 28,80 triliun. Nilai pinjaman tersebut naik nyaris 2 triliun rupiah hanya dalam setahun.

Kondisi tersebut semakin miris dengan banyaknya anak di bawah 19 tahun juga ikut terjerat pinjol. Berdasarkan data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sampai Maret 2024, rekening pinjaman online di Fintech di kelompok usia ini sudah mencapai lebih dari 90 ribu rejening atau meningkat 28,5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Minim Literasi Keuangan 

Direktur Eksekutif Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK), Syarifudin Yunus kepada Koran Jakarta mengatakan salah satu faktor utama yang menyebabkan lahirnya generasi sandwich adalah minimnya literasi keuangan.

Banyak pekerja atau individu sebagai generasi pertama tidak mempersiapkan dana pensiun. Akibatnya, beban keuangan yang ditanggung generasi kedua sangat berat, sebab berada di posisi tengah yang dijepit beban dari atas dan bawah atau mirip sandwich. Hal itu berdampak kepada ketidakmerataan distribusi beban finansial di antara tiga generasi. 

Apalagi papar Syarifudin, data terbaru menunjukkan usia harapan hidup penduduk Indonesia semakin membaik menjadi rata-rata 73 tahun. Jika menggunakan hitungan matemastis, maka masa pensiun dijalani rata-rata 18 tahun oleh pekerja sektor formal yang pensiun di umur 55 tahun.

“Hasil hitung-hitungan kami kalau pekerja ingin mempertahankan standar dan kualitas hidupnya saat pensiun sama ketika dia masih bekerja, maka replacement rasio idealnya 70-80 persen,” kata Syarifudin.

Sebagai informasi, replacement rasio adalah pendapatan bulanan ideal yang harus dimiliki seseorang pada masa pensiun yakni berkisar 70 hingga 80 persen dari gaji terakhir yang diterima.

Kendati demikian, usulan ILO dengan replacement ratio 40 persen dinilai sudah lebih baik, ketimbang replacement ratio di Indonesia saat ini yang baru mencapai 15 persen.

“Bagi pekerja formal peserta Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) dari BPJS Ketenagakerjaan, besaran yang mereka terima saat pensiun itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (basic needs),” kata Syarifudin.

Sebab itu, perlu alokasi tabungan tambahan atau top up iuran yang selama ini dibayarkan dari potongan upah dan tambahan pembayaran oleh pemberi kerja, sehingga ketika pensiun hidup pekerja lebih baik dan tidak membebani generasi berikutnya.

Edukasi dan sosialiasi kepada para pekerja khususnya Gen Y dan Z agar membuat perencanaan keuangan sejak dini sangat penting, terutama alokasi penggunaan penghasilan mereka untuk tabungan, asuransi, dana pensiun dan kebutuhan harus proporsional. 

Perencanaan keuangan yang matang diyakini akan membuat Gen Y dan Gen Z tidak menjadi generasi sandwich, tetapi menjadi bagian dari bonus demografi yang produktif dalam mengantar bangsa menuju Visi Indonesia Emas 2045. 

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.