Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 11 Mar 2025, 20:38 WIB

Psikolog: Tawuran Remaja Karena Kurang Kegiatan yang ciptakan Momen Kreatif

Polresta Cirebon saat mengamankan belasan remaja yang terlibat tawuran di Cirebon, Jawa Barat.

Foto: (ANTARA/Fathnur Rohman)

JAKARTA - Psikolog dan dosen Universitas Gadjah Mada Novi Poespita Chandra mengatakan remaja terlibat dalam tawuran yang kerap ada saat bulan Ramadhan karena kurangnya kegiatan bermakna dan kesempatan waktu berkumpul lebih banyak.

“Misalnya mereka habis tarawih sampai menjelang sahur gitu, mereka karena mungkin tidak mengisi kegiatannya dengan kegiatan-kegiatan yang meaningful, maka mereka di situ ada ide nih, ada kesempatan mereka untuk melakukan kegiatan yang 'meaningful' buat mereka yaitu salah satunya tawuran,” kata Novi ketika dihubungi ANTARA, Selasa.

Ia mengatakan, tawuran merupakan suatu pelampiasan yang dilakukan remaja karena kurangnya kegiatan yang bermakna pada keseharian mereka. Remaja seringkali hanya melakukan rutinitas yang sama setiap hari seperti mengerjakan tugas di sekolah, sehingga kurang ada kegiatan yang memantik rasa empati.

Hal ini menyebabkan adanya perasaan bosan dan kelelahan kronis karena menjalani rutinitas yang sama sehingga menyebabkan munculnya kecemasan yang dikeluarkan otak amigdala, yang membuat remaja bersikap agresif atau mendorong melakukan kekerasan.

“Padahal manusia itu harusnya yang banyak bekerja itu adalah otak manusianya atau namanya prefrontal cortex. Tapi syaratnya otak prefrontal cortex itu bekerja, dia itu harus punya perasaan bahagia dan meaningful gitu,” ucapnya.

“Nah mungkin menurut saya karena mereka kurang kegiatan-kegiatan yang membuat mereka punya meaning, akhirnya yang aktif adalah otak amigdala mereka untuk mengisi kekosongan, kebosanan, itu apa? 'Oh kita tawuran',” tambah Novi.

Novi juga menjelaskan tawuran dipilih sebagai pelampiasan kegiatan remaja karena kebutuhan ingin diakui keberadaannya dan menunjukkan bahwa mereka kuat secara psikologis yang akhirnya menjadi permasalahan yang ada pada remaja untuk mendobrak rutinitas dan kebosanan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Novi menyarankan sekolah melakukan kegiatan positif dari rutinitas yang ada misalnya yang berkaitan dengan berpuasa atau interaksi sosial misal mengunjungi desa.

Hal ini akan membuat sebuah memori baru dan kegiatan yang berbeda namun tetap memunculkan rasa empati dan kebersamaan terlebih dalam memaknai bulan puasa.

Ia juga mengatakan para remaja bisa dilibatkan dalam kegiatan festival budaya yang menghibur di kala menunggu berbuka puasa yang akan memunculkan sisi kreatif remaja. Ant

“Jadi mereka energinya dipakai untuk hal positif, nah sayangnya kita tidak cukup kreatif gitu ya untuk menciptakan momen-momen yang meaningful itu di saat mereka tidak punya banyak kegiatan,” kata Novi. 

Redaktur: -

Penulis: Opik

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.