Prosedur Pengadaan Proyek EBT Perlu Dibuat Lebih Jelas dan Ringkas
Energi Baru dan Terbarukan (EBT)
Foto: KARIM SAHIB/AFPJAKARTA - Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) merekomendasikan kepada pemerintah untuk membuat prosedur pengadaan proyek energi baru dan terbarukan (EBT) yang lebih jelas dan ringkas untuk menarik minat investor.
"Investor swasta akan tertarik masuk ke pasar energi terbarukan Indonesia jika ada prosedur pengadaan yang jelas dan ringkas, sekaligus pelaksanaan regulasi yang konsisten dan dapat dipercaya," kata penulis dan analis keuangan energi IEEFA, Mutya Yustika, dalam keterangan di Jakarta, Selasa (23/7).
Seperti dikutip dari Antara, Mutya mengatakan untuk itu IEEFA merekomendasikan pemerintah Indonesia untuk menetapkan prosedur pengadaan proyek energi terbarukan yang transparan dan jelas, yang didukung oleh syarat dan ketentuan yang seimbang secara komersial.
Menurut Mutya, langkah tersebut dapat memberi kepastian bagi investor swasta potensial dan memastikan Indonesia mampu mencapai target dekarbonisasi.
Mutya menjelaskan perbaikan itu diperlukan lantaran investasi energi terbarukan di Indonesia cenderung stagnan dalam tujuh tahun terakhir, meski memiliki sumber daya yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang kuat.
Pada 2023, Indonesia membukukan investasi 1,5 miliar dollar AS yang setara tambahan kapasitas energi terbarukan 574 megawatt (MW).
"Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara yang telah memiliki kapasitas energi surya dan angin cukup besar. Sebagai contoh, Vietnam telah memiliki kapasitas energi surya hingga 13.035 MW dan angin 6.466 MW," ucapnya.
Sejumlah Hambatan
Laporan IEEFA mengidentifikasi sejumlah hambatan yang menurunkan minat investor membiayai proyek energi terbarukan di Indonesia. Pertama, kewajiban bekerja sama dengan PT PLN (Persero) dan anak usahanya dengan kepemilikan saham mayoritas 51 persen.
Kedua, sejak 2017, pemerintah Indonesia melarang pengalihan kepemilikan saham proyek energi terbarukan sebelum proyek beroperasi secara komersial (commercial on date/COD).
Ketiga, untuk meringankan beban keuangan PLN, pemerintah menetapkan skema delivery-or-pay dengan volume energi terkontrak yang harus diproduksi proyek energi terbarukan setiap tahunnya.
"Dengan skema ini, investor swasta akan dikenai penalti jika tidak berhasil memenuhi persyaratan ketersediaan atau kapasitas energi yang harus dihasilkan," kata Mutya.
Keempat, meski banyak desakan untuk penerapan feed in tariff, peme rintah justru menetapkan skema tarif batas atas (ceiling tariff) untuk energi terbarukan.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Eko S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 3 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 4 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 5 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
Berita Terkini
- Status Pailit Sritex, Berikut Penjelasan BNI
- Arab Saudi: Habis Minyak Bumi, Terbitlah Lithium
- Misi Terbaru Tom Cruise: Sabotase Pasukan Jerman!
- AirNav Pastikan Kelancaran Navigasi Penerbangan Natal dan Tahun Baru 2024/2025
- Sambut Natal 2024, Bank Mandiri Bagikan 2.000 Paket Alat Sekolah hingga Kebutuhan Pokok di Seluruh Indonesia