Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 21 Nov 2024, 03:45 WIB

PPATK Harap RUU Perampasan Aset Segera Disahkan

Foto: ANTARA/YouTube/PPATK Indonesia

JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset segera disahkan lantaran memiliki banyak dampak negatif apabila tidak segera disahkan.

Kepala Pusat Pemberdayaan Kemitraan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT) PPATK Supriadi mengatakan apabilaRUU Perampasan Aset tidak segera disahkan, koruptor semakin punya kesempatan menyembunyikan kekayaan mereka, kerugian negara akibat korupsi akan terus berlanjut, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum menurun, hingga hak masyarakat tercederai lantaran praktik korupsi tumbuh subur.

“PPATK sadar betul dampak yang akan terjadi jika RUU Perampasan Aset ini tidak segera disahkan,” ujar Supriadi dalam kelas literasi bertajuk RUU Perampasan Aset: Mengapa Harus Tetap Disahkan? yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (20/11).

Maka dari itu, dirinya berharap kelas literasi mengenai urgensi RUU Perampasan Aset yang digelar PPATK bisa mengetuk kesadaran seluruh pihak untuk mendorong RUU Perampasan Aset agar tetap disahkan.

Dia menuturkan PPATK telah menginisiasi dan menyusun RUU Perampasan Aset sejak tahun 2008. Namun setelah 16 tahun berlalu, hingga kini RUU tersebut belum juga disahkan.

Padahal, kata dia, berbagai kasus tindak pidana, khususnya tindak pidana pencucian uang (TPPU), saat ini kian berkembang semakin kompleks karena beragam modusnya bertransformasi seiring perkembangan teknologi menjadi canggih dan rumit.

1732111771_672d2e7becafdc9b09c2.jpg

Tangkapan layar - Kepala Pusat Pemberdayaan Kemitraan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APUPPT) PPATK Supriadi dalam kelas literasi bertajuk RUU Perampasan Aset: Mengapa Harus Tetap Disahkan? yang digelar secara daring di Jakarta, Rabu (20/11).

Alhasil, Supriadi menilai penanganan dan pemberantasan TPPU menjadi semakin rumit dan sulit, ditambah sistem dan mekanisme perampasan aset tindak pidana di Indonesia yang ada belum mampu memperkuat penegakan hukum. “Pada akhirnya hal ini berdampak terhadap pengembalian kerugian negara yang menjadi kurang optimal,” tuturnya.

Dengan demikian, ia mengharapkan agar RUU Perampasan Aset segera disahkan, terutama mengingat berbagai kasus TPPU tidak hanya menimbulkan potensi kerugian secara pribadi, tetapi berdampak langsung pada ranah publik yang bersifat materiel maupun imateriel.

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan memastikan akan serius membahas RUU Perampasan Aset, walaupun RUU tersebut tidak masuk ke dalam RUU Prioritas untuk dibahas pada 2025.

Dia mengatakan bahwa RUU Perampasan Aset masuk ke dalam RUU Jangka Menengah untuk dibahas pada 2025-2029, karena berdasarkan nilai urgensinya.

Misi Asta Cita

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengesahan RUU tentang Perampasan Aset membutuhkan langkah konkret dari DPR RI untuk membahasnya bersama Pemerintah serta menyetujuinya.

Pasalnya, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berpendapat bahwa Presiden RI Prabowo Subianto sudah memiliki Misi Asta Cita yang berulang kali disampaikan di depan publik, terutama tentang komitmen pemberantasan korupsi.

“Maka, dalam konteks perampasan aset, harus perhatikan betul wakil-wakil rakyat kita yang ada di Komisi III DPR RI, yang ada di Badan Legislasi. Jangan sampai ada pergeseran isu,” ujar Kurnia di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, persetujuan pengesahan RUU menjadi undang-undang yang terkait dengan tindak pidana korupsi selalu mandek di DPR yang sudah lebih dari 15 tahun belum disahkan. Ant/S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis: Antara

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.