Pengusaha Berharap Aturan Produk Tembakau dari RPP UU Kesehatan
Industri pertembakauan Indonesia menyerap banyak tenaga kerja, mulai dari pabrikan, pekerja, petani tembakau dan cengkeh, pedagang.
Foto: istimewaJAKARTA - Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) dan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengeluarkan aturan pelaksana mengenai zat adiktif yang memuat soal produk tembakau dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang (UU) Kesehatan.
Hal ini dikarenakan aturan-aturan tersebut dinilai sebagai upaya baru untuk melarang total kegiatan penjualan dan promosi produk tembakau.
Ketua GAPRINDO Benny Wachjudi mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kemenkes seharusnya melihat secara komprehensif pemangku kepentingan yang terdampak dari aturan tersebut agar menghasilkan aturan yang adil dan berimbang.
"Kami berharap Kemenkes meninjau ulang rencana aturan tersebut yang akan melarang total penjualan dan promosi produk tembakau. Aturan produk tembakau seharusnya dikeluarkan dari RPP UU Kesehatan agar bisa dibicarakan dulu secara komprehensif. Kami juga memohon kepada Presiden Jokowi untuk mempertimbangkan seluruh aspirasi dari industri pertembakauan Indonesia demi menjaga keberlangsungan mata pencaharian jutaan masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada industri ini," kata Benny dalam keterangan tertulisnya, Rabu (27/9).
Ia ,menambahkan industri pertembakauan Indonesia adalah industri legal yang menyerap banyak tenaga kerja, sekitar 6 juta masyarakat Indonesia mulai dari pabrikan, pekerja, petani tembakau dan cengkeh, pedagang. Di luar angka tersebut, industri ini juga berdampak pada pelaku industri kreatif.
Oleh karena itu, GAPRINDO meminta pertimbangan Presiden Jokowi dan Kemenkes untuk meninjau ulang rencana penyusunan aturan pelaksana tersebut.
Senada dengan GAPRINDO, Ketua Umum GAPPRI Henry Najoan menilai aturan pelaksana tentang produk tembakau sebagaimana dalam draft RPP yang digagas oleh Kemenkes ialah berupa larangan yang sangat restriktif.
"Hal itu dilihat dari banyaknya pasal pelarangan, bukan pengendalian," katanya.
Merujuk kajian GAPPRI, peraturan yang dibuat pemerintah saat ini cukup memberatkan. Akibatnya, jumlah pabrik rokok turun dari 4.669 unit usaha di tahun 2007 menjadi 1.100 di tahun 2022.
"Produksi juga terus menurun dimana di tahun 2013 sebesar 346 miliar batang menjadi 324 miliar batang pada tahun 2022," katanya.
Karena itu, tambahnya, GAPPRI berharap pengaturan terhadap industri hasil tembakau sebagaimana dalam dokumen draft RPP harus mencerminkan asas kemanusiaan, kebangsaan, kenusantaraan, keadilan yang memberikan kepastian usaha bagi industri hasil tembakau kretek nasional.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Mohammad Zaki Alatas
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Hati Hati, Ada Puluhan Titik Rawan Bencana dan Kecelakaan di Jateng
- Malam Tahun Baru, Ada Pemutaran Film di Museum Bahari
- Kaum Ibu Punya Peran Penting Tangani Stunting
- Trump Tunjuk Produser 'The Apprentice', Mark Burnett, sebagai Utusan Khusus untuk Inggris
- Presiden Prabowo Terbitkan Perpres 202/2024 tentang Pembentukan Dewan Pertahanan Nasional