ICFBE 2024, Ajang Kolaborasi RI-Filipina Tingkatkan Daya Saing
Konferensi ICFBE 2024 ajang RI-Filipina berkolaborasi meningkatkan daya saing
Foto: IstimewaJAKARTA - International Conference on Family Business and Entrepreneurship (ICFBE) 2024 diharapkan semakin mempererat hubungan diplomatik Indonesia-Filipina. Kedua negara diharapkan saling berkolaborasi menciptakan inovasi, penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), serta mengembangkan industri kreatif.
Apalagi momentum konferensi itu sangat tepat, yakni pada Tahun Berlian perayaan hubungan diplomatik Indonesia-Filipina. Kedua negara secara resmi menjalin hubungan diplomatik pada 24 November 1949. Pada 2024, hubungan diplomatik Indonesia-Filipina akan genap berusia 75 tahun
"Kami berharap konferensi internasional tersebut dapat semakin mempererat hubungan diplomatik Indonesia-Filipina,"ucap Dr. Iman Permana, Chairman ICFBE 2024 di Jakarta, Senin (26/8).
Adapun ICFBE akan digelar di dua kota di Filipina, yakni Iloilo dan Roxas City, pada 9-10 Oktober 2024. ICFBE adalah konferensi internasional yang diselenggarakan secara reguler oleh Fakultas Bisnis, President University (Presuniv). Hingga saat ini penyelenggaraan ICFBE sudah memasuki tahun ke-7 dengan total sudah melibatkan lebih dari 1.000 peserta dari 15 negara di dunia.
Pada ajang ICFBE, para peserta terdiri dari kalangan akademisi, praktisi bisnis, dan pemerintahan tersebut saling berbagi hasil-hasil riset terbaru mereka, bertukar informasi dan best practice dari masing-masing negara memgenai bisnis keluarga dan kewirausahaan, serta perubahan kebijakan dan kondisi perekonomiannya.
Filipina adalah mitra dagang yang penting bagi Indonesia. Dari peringkat 10 besar negara mitra dagang Indonesia dengan surplus terbesar, Filipina menempati peringkat ke-3.
Untuk meningkatkan peluang ekspor, berbagai upaya dilakukan Pemerintah Indonesia. Sebagaimana dilaporkan Duta Besar Republik Indonesia untuk Filipina Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo pada awal Juli 2024, misalnya, memfasilitasi pertemuan antara pelaku usaha kopi dan kakao di Jawa Barat dengan para pembeli dari Filipina.
Langkah positif yang telah diambil Dubes Agus Widjojo perlu diimbangi oleh berbagai kalangan, termasuk kalangan akademisi. "Para akademisi harus ikut serta, bahu membahu, bersama pemerintah untuk meningkatkan hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Filipina," kata Iman.
Banyak hal yang bisa dikerjakan untuk itu. Misalnya, perguruan tinggi dapat melakukan diplomasi ilmiah melalui penyelenggaraan konferensi atau seminar internasional bersama, publikasi bersama, dan banyak lagi. "Dengan cara seperti itu akan terbangun ruang-ruang dialog, pertukaran gagasan dan pengetahuan yang diharapkan akan mampu mendukung kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah," papar Iman.
Iman melanjutkan, masih banyak model kerja sama lain yang bisa dilakukan oleh kalangan akademisi. Misalnya, dengan melakukan pertukaran dosen dan mahasiswa, dialog kebudayaan, atau riset bersama.
"Indonesia dan Filipina sama-sama berstatus sebagai negara sedang berkembang. Salah satu modal penting untuk melakukan lompatan menjadi negara berkembang atau negara maju adalah inovasi. Kunci dariinovasi adalah riset. Itu sebabnya riset bersama antara Indonesia dengan Filipina ini menjadi sangat penting," tegas Iman.
Menurut Co-Chair ICFBE 2024 Jhanghiz Syahrivar, salah satu keberhasilan riset sangat ditentukan oleh kapasitas SDM. "Jadi, selain kolaborasi riset, Indonesia dan Filipina perlu melalukan upaya bersama untuk mengembangkan kapasitas SDM-nya, terutama dengan berbagai skill yang berorientasi ke masa depan. Di antaranya, skill yang berbasis digital, termasuk pula Artificiall Intelligence (AI) dan Machine Learning, robotik, AR/VR, blockchain technology, dan masih banyak lagi lainnya," papar Jhanghiz.
Jhanghiz, yang juga dosen di Program Studi Manajemen, Fakultas Bisnis, Presuniv, itu juga menyoroti pentingnya Indonesia dan Filipina untuk saling bertukar pengalaman dalam pengembangan industri kreatif. "Industri kreatif ini sangat strategis untuk dikembangkan baik oleh Indonesia maupun Filipina," tegasnya.
Jhanghiz menyoroti keberhasilan Korea Selatan yang berhasil menjadikan industri kreatifnya sebagai mesin transformasi perekonomian negara itu. "Dahulu perekonomian Korea Selatan sangat tergantung pada industri manufaktur. Kini, tidak lagi. Korea Selatan sudah berhasil menjadikan industri kreatifnya, seperti K-Pop, Kdrama hingga bisnis kuliner, sebagai mesin perekonomian yang penting bagi negara itu. Bahkan, sebagai salah satu penghasil devisa. Mungkin potensi industri kreatif Indonesia atau Filipina berbeda dengan Korea Selatan," tutupnya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
- 5 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
Berita Terkini
- Gerak Cepat, Gulkarmat Kerahkan 75 Personel Padamkan Rumah yang Terbakar di Kampung Bahari
- Beijing Kecam Tindakan Pemerintah AS yang Batasi Visa Pejabat Hong Kong
- Mengagetkan Cawagub DKI Suswono Tidak Bisa Mencoblos di Pilkada Jakarta, Ternyata Ini Penyebabnya
- Waspada yang Akan Bepergian, Hujan Ringan hingga Deras Disertai Petir Mengguyur Indonesia Pada Sabtu
- Rute baru Kereta Cepat Whoosh