Ari Kuncoro : Kembangkan Kuliah Berbasis Kolaborasi
Foto: ISTIMEWAKolaborasi penting diwujudkan karena sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia, UI harus bisa bersaing dengan universitas-universitas di luar negeri terutama dari segi ranking dunia. UI juga mesti mampu terlibat dalam pembangunan nasional dengan memberikan solusi atas masalah-masalah yang terjadi di Indonesia.
Untuk mengetahui program apa saja yang akan diwujudkan guna meningkatkan kualitas UI ke depan, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Marup berkesempatan mewawancarai Rektor UI, Ari Kuncoro, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.
Apa tantangan mendasar yang dihadapi UI ke depan?
Lulusan kami itu banyak yang pintar-pintar, tapi masalahnya kalau kerja tim itu agak kurang. Kerja tim itu penting untuk menguasai kemampuan seperti negosiasi, kepemimpinan, monitoring, mampu melakukan perbaikan secara fleksibel, dan segala macam.
Yang terjadi hari ini di UI sendiri justru waktu kuliah itu mahasiswa fokus mendapat nilai, tapi lupa untuk kerja tim. Kolaborasi mahasiswa harus menjadi terbuka dan sekat fakultas akan kami coba hilangkan agar mahasiswa punya interpersonal skill.
Ada peribahasa, kalau mau berburu dan mendapat hasil cepat, berburulah sendiri. Namun, kalau mau berburu hasilnya banyak maka berburulah bersama-sama. Itulah mengapa kami harus tekankan di UI itu soal kolaborasi dan sinergi. Pada dasarnya para mahasiswa akan terjun ke dunia nyata. Ijazah, IPK, dan segala macam lainnya hanya akan menjadi catatan manis dalam hidupnya, tapi kalau kerja dia akan menggunakan pengalamannya.
Masalah apa yang kemudian menuntut UI untuk menekankan kerja tim?
Banyak. Salah satunya untuk meningkatkan daya saing bangsa di dunia internasional dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) di bidang pendidikan. Kita itu kan mengalami masalah dari segi ekonomi, seperti melemahnya rupiah dan perdagangan terutama ekspor yang menurun karena kita jualannya barang mentah seperti minyak sawit.
Sementara kita kalau ingin masuk ke produk-produk dengan nilai tambah tinggi itu harus sudah berbentuk rantai pasokan internasional atau supply change. Itu merupakan jaringan. Jadi kalau masuk harus negosiasi kemudian kita bisa menunjukkan kinerja dan prestasi, jadwal pengiriman dan segala macam dengan cepat. Dengan itu semua, akhirnya bisa masuk dalam jaringan baru dan dapat kontrak. Jadi tidak gampang.
Itu terkait dengan kualitas SDM?
Masalahnya SDM kita tidak mempunyai EQ bukan IQ maka kita banyak mengandalkan broker salah satunya dari Singapura. Karena itu produk Indonesia sering dikenal produk Singapura karena kita tidak mengekspor sendiri makanya kita punya nilai tambah lebih rendah. Repotnya lagi kita juga tidak bisa masuk rantai pasokan untuk industri-industri bernilai tambah tinggi. Jadi problemnya sebenarnya masalah SDM.
Langkah-langkah apa saja untuk menanamkan kerja tim di UI?
Jadi nanti pelajaran tidak hanya mengasah otak tapi juga mengasah kemauan untuk silaturahmi atau guyub. Jadi misalnya ada paper atau makalah bersama. Kerja sama itu tidak hanya masalah pintar, tapi dia juga tahu budaya. Apalagi kalau yang diajak kerja sama itu orang luar negeri, otomatis budayanya beda. Dengan adanya kerja sama tersebut maka kemungkinan besar hasil karya kita diterima itu lebih besar karena dibuatnya antarnegara dan antaruniversitas.
Dosennya juga harus dibekali kerja tim?
Iya, semua dosen juga harus dibekali kemampuan yang sama dengan kemampuan untuk mahasiswa seperti tadi negosiasi, kepemimpinan, monitoring, kemampuan bahasa Inggris, dan segala macam. Untuk itu nanti ada pelatihan supaya staf pengajar semakin mengerti bagaimana berinteraksi dengan lingkungan sekeliling.
Selain itu dosen-dosennya kami sediakan suatu klaster penelitian dan mereka harus bekerja sama dengan universitas yang bereputasi di luar negeri. Jadi ke depan untuk penelitian akan dibuat klaster atau kelompok karena kalau penelitian individu dianggap kurang karena penelitian pada dasarnya kerja sama.
Terus pengurus, semisal dekan segala macam dia harus mengetahui cara manajemen perguruan tinggi. Kalau dekan itu dari dosen maka harus diberi pelatihan manajemen. Karena manajemen itu yang diatur orang maka dia harus bisa tahu bakat-bakat orang bagaimana menghubungkannya dengan pekerjaan. Jadi istilahnya menghubungkan titik-titik untuk membentuk sebuah pola. Jadi komplit semua.
Bagaimana untuk kerja sama dengan industri?
Kerja sama dengan industri juga akan kami lakukan. Jadi kalau kami misalnya melakukan penelitian dananya tidak dari universitas semuanya, tapi harus juga dari industri. Karena industri menunjukkan yang kita lakukan relevan dan berguna dengan masyarakat makanya didanai oleh industri.
Dilibatkan kalangan industri untuk mengajar?
Harus memberikan porsi kepada industri untuk terlibat dalam pengajaran. Industri bisa masuk sebagai pengajar lewat kaca mata dunia nyata. Itu mungkin pendekatannya akan lain, tapi tidak masalah. Selain dari segi tenaga pengajar, kerja sama dengan industri juga bisa menyusun segala macam menjadi sistemis akademis. Akhirnya terjadi semacam dialog industri dan akademisi.
Jadi kami melepaskan diri dari konsep bahwa universitas belajar saja. Universitas harus bermasyarakat dalam arti dia harus mengenal lingkungannya, baik dalam maupun luar negeri. Nah, itu diperlukan perubahan orientasi. Jadi kalau tadinya fokus akademis maka juga perlu fokus pada hal-hal nonakademis.
Dengan fokus kerja sama, tidak khawatir kompetensi akademik di UI menurun?
Tentu tidak. Karena definisi akademik bukan kepintaran akademik tapi apa itu relevan atau tidak dengan masyarakat. Misalnya ini kami jago matematika, tapi pertanyaan berikutnya apa gunanya bagi masyarakat? Misal untuk menghitung antrean agar tidak macet. Dia juga harus tahu perusahaan-perusahaan yang bisa menyelesaikan masalah-masalah kemacetan itu. Jadi ada terapannya. Jadi universitas tidak semata-mata jadi menara gading.
Bagaimana dengan posisi UI dalam rangking internasional?
Rangking itu motivator dan jadi instrumen yang bisa digunakan untuk mencari sparing partner untuk bisa lebih meningkatkan lagi kapasitas kami. Ada target juga untuk mendorong UI masuk dalam peringkat 200 besar universitas di dunia.
Terlepas dari itu, kami coba lebih fokus pada tujuan kami. Yang penting mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalau kami terlalu ke rangking, kami melakukan manipulasi rangking. Yang penting itu proses, menjadi rangking kalau memang proses baik, rangking bagus itu ideal.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengingatkan soal regulasi yang mengekang kemerdekaan perguruan tinggi. Apa itu juga mengganggu proses kerja sama yang akan diusung UI?
Kami juga terkena disrupsi sehingga tata kelola perlu dibereskan. Nah, itulah yang dilakukan universitas-universitas di dunia. Betul. Kami ambil contoh penelitian. Dana penelitian itu masuk kas universitas. Itu ada regulasi-regulasi yang membatasi.
Misal ingin mendatangkan profesor dari luar negeri harus menggunakan fasilitas yang sudah ditentukan, tapi fasilitas tersebut tidak sesuai dengan keinginan profesor apalagi kalau profesornya pemenang Nobel. Kemudian aturan-aturan yang berkaitan standar biaya umum, misal laboratorium dan segala macam. Profesor dari luar itu biasanya punya standar tinggi dari yang diterapkan oleh regulasi. Itu menghambat.
Masih banyak yang lain seperti naik pangkat, mata kuliah terlalu banyak tapi tidak jadi kreatif. Perguruan tinggi jadi harus dimerdekakan jangan banyak kuliah. Yang penting ilmu yang bisa mencari solusi. Karena kalau menghafal saja percuma. Jangan diberi beban menghafal tapi buat mata kuliah yang tidak banyak tapi harus kreatif. Regulasi bisa dibuat sesederhana mungkin, dengan menjadi budaya yang menyenangkan. Caranya membuat simpel, menyederhanakan tanpa menghilangkan esensi.
Program terdekat yang akan dilakukan?
Saya akan melanjutkan estafet kepemimpinan Rektor UI sebelumnya, Prof Anis yaitu melanjutkan The Next Level of Excellence sehingga kami bisa membuat perbaikan terus menerus. Ke depan kami akan lakukan perampingan beban mata kuliah.
Dalam jangka waktu pendek, perbaikan data akan menjadi langkah awal yang akan saya lakukan. Kebijakan yang selama ini diambil terkadang belum berdasarkan data yang ada. Ke depan, pembentukan kebijakan itu harus berbasis dengan data.
Target keseluruhan yang akan dicapai UI ke depan seperti apa?
UI adalah agent of developement dan harus bisa menjadi pusat ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan yang unggul serta berdaya saing. Upaya ini dilakukan dengan cara mencerdaskan kehidupan bangsa dalam peningkatan kesejahteraan dan pembangunan bangsa.
Selain itu, UI bisa menjadi pusat riset yang unggul, memiliki tata kelola yang baik, serta berperan dalam penyelesaian masalah bangsa dan kemanusiaan. Jika melihat visi saya kemarin, UI harus lebih inovatif, mandiri, unggul, inklusif, dan bermartabat. Mungkin saat ini masih banyak CEO yang berasal dari UI, tetapi kita tidak tahu dalam lima tahun ke depan.
N-3
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis:
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Sosialisasikan Hasil COP29 Sembari Meluncurkan RBC-4
- 2 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 3 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 4 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 5 Jika Alih Fungsi Lahan Pertanian Tak Disetop, Indonesia Berisiko Krisis Pangan
Berita Terkini
- Jungkook BTS, Seventeen, dan Stray Kids Raih Penghargaan di BBMA 2024
- Gencarkan Pelestarian Lingkungan, OIKN Tanam 600 Bibit Pohon di Miniatur Hutan Hujan Tropis Nusantara
- Menko Muhaimin Berharap Gotong Royong Harus Jadi Semangat Program JKN
- Pola Hidup Sehat Jadi Kunci Memiliki Kulit Cerah
- Bea Cukai Jayapura harap Border Trade Fair Rl-PNG tingkatkan ekspor