Prabowo Dihadapkan Tantangan Besar Defisit Anggaran, Perlu Langkah Disiplin
Kawasan Kumuh di Pusat Kota Jakarta I Suasana kompleks permukiman kumuh di pusat kota Jakarta. Kebijakan fiskal pemerintah yang seharusnya bisa menghilangkan kawasan kumuh dengan pemerataan penghasilan, justru memperburuk ketimpangan sosial.
Foto: Foto : Koran Jakarta/Wahyu APJAKARTA - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan berat dalam mengatasi defisit anggaran yang diperkirakan mencapai Rp 616 triliun pada 2025. Pengamat hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, mengungkapkan bahwa kondisi ini merupakan dampak kebijakan utang agresif yang dilakukan di era Presiden Joko Widodo, terutama untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur.
"Defisit anggaran ini adalah hasil akumulasi utang yang diambil pada masa Presiden Jokowi. Meski proyek-proyek tersebut berhasil mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, pembiayaan utangnya kini menjadi beban bagi pemerintahan baru," ujar Hardjuno dalam keterangan pers, Senin (28/10).
Hardjuno menilai Prabowo menunjukkan komitmen yang kuat dalam rapat kabinet pertamanya, dengan menekankan pentingnya pengelolaan keuangan yang cermat. "Prabowo menekankan agar anggaran dikelola secara efektif, menghindari kebocoran, dan mencegah korupsi," kata Hardjuno, mengapresiasi langkah awal pemerintahan baru tersebut.
Untuk menangani defisit ini, Prabowo juga menyoroti pentingnya audit dan pengawasan ketat dalam penggunaan anggaran negara. "Pengawasan ini krusial untuk mengurangi beban fiskal akibat utang masa lalu. Program-program pembangunan dapat dilanjutkan, namun harus dipastikan tidak ada kebocoran anggaran," jelas Hardjuno.
Menurut Hardjuno, pemerintah perlu menjalankan kebijakan fiskal yang disiplin dan berhati-hati agar tidak memperburuk beban utang yang ada. "Langkah pengelolaan yang cermat ini penting bukan hanya untuk menekan defisit, tapi juga untuk membangun kepercayaan publik dan investor. Pemerintah harus memastikan bahwa anggaran benar-benar digunakan dengan bijak dan transparan," tambahnya.
Hardjuno juga menyoroti perlunya alokasi utang ke sektor produktif yang bisa berdampak positif bagi ekonomi nasional dalam jangka panjang. "Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan, misalnya, akan membantu mengatasi defisit sekaligus membangun fondasi ekonomi yang lebih kokoh," ujarnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa reformasi struktural dalam pengelolaan utang sangat penting untuk mencegah krisis fiskal di masa depan. "Pemerintah harus memastikan bahwa utang dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat luas, bukan hanya untuk proyek jangka pendek," pungkas Hardjuno.
Berita Trending
- 1 Inter Milan Berpeluang Dekati Puncak Klasemen
- 2 City Incar Kemenangan Keempat Beruntun
- 3 Khofifah Berharap Program Makan Bergizi Gratis Dapat Tingkatkan IQ Anak Indonesia
- 4 Kejati Jateng Usut Dugaan Korupsi Plaza Klaten, Kerugian Negara Capai Rp 10,2 Miliar
- 5 Libur Sekolah Selama Ramadan Jangan Sampai Kontraproduktif
Berita Terkini
- Yoon: Deklarasi Darurat Militer Bukan Kejahatan
- Kerahkan para Ahli dan Anjing Pelacak, Penyebab Kebakaran di Los Angeles Mulai Diselidiki
- Semoga Dampaknya Tidak Sampai ke Indonesia, Perang Dagang Trump Akan Ancam Ekonomi Tiongkok
- Kemiskinan di 20 Provinsi Masih Melampaui Angka Nasional
- Kebakaran Besar, Bunga-bunga Api Berjatuhan dari Lantai 7 Glodok Plaza