Pertumbuhan Ekonomi Nasional Kian Lesu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (6/1/2025)
Foto: ANTARA/Bayu SaputraJAKARTA - Kinerja pertumbuhan ekonomi nasional terus kehilangan daya pacunya. Pada 2024, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5 persen, di bawah capaian 5,05 persen pada 2023 dan 5,31 persen pada 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Republik Indonesia (RI) hanya mencapai kisaran 5 persen pada 2024, lebih rendah dibandingkan asumsi makro dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang ditetapkan sebesar 5,2 persen.
“Kita semua tahu APBN didesain dan dirancang dengan asumsi growth di 2024 adalah 5,2 persen, kita memperkirakan outlook-nya akan di 5 persen,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin (6/1).
- Baca Juga: Peluncuran Tol Laut
- Baca Juga: Penurunan Kemiskinan melalui Program Bansos Dinilai Semu
Adapun pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2024 tercatat sebesar 5,11 persen (year-on-year/yoy), triwulan II mencapai 5,05 persen, dan triwulan III 4,95 persen, serta triwulan IV yang diproyeksikan hanya mencapai 5 persen.
Sementara itu, tingkat inflasi pada 2024 berada di level 1,57 persen (yoy), jauh lebih rendah dari asumsi APBN sebesar 2,8 persen. Namun, nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang cukup signifikan, melampaui target asumsi sebesar Rp15.000 per dolar AS. Nilai tukar rupiah tercatat berada di Rp15.847 per dolar AS pada akhir tahun, tertekan oleh berbagai faktor global.
"Nilai tukar terus tertekan karena berbagai faktor global, termasuk kebijakan fed fund rate, penguatan dolar, capital outflow mengalami deviasi dari yang kita asumsikan Rp15.000 per dolar AS," jelasnya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketidakpastian global, termasuk gejolak geopolitik dan pasar keuangan dunia menjadi faktor utama perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ketegangan di Timur Tengah, perlambatan ekonomi Tiongkok dan penurunan harga komoditas andalan Indonesia turut memengaruhi kinerja ekonomi nasional.
Selain itu, dirinya mencatat dampak dari kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden Amerika Serikat. Kebijakan yang bakal diambil Trump, seperti penetapan tarif dan pendekatan ekonomi nasionalistik kian memperburuk tekanan ekonomi global.
“Pemilu di AS telah memilih Presiden Donald Trump. Makanya ini adalah periode pemilihan Presiden Trump yang kedua disebutnya 2.0 yang semua orang kemudian melihat pada saat beliau menjadi Presiden banyak kebijakan-kebijakan yang memengaruhi tidak hanya ekonomi AS, tapi juga ekonomi dunia termasuk penetapan tarif dan berbagai kebijakan yang sangat inward looking atau nasionalistik,” ujar Menkeu.
Bendahara Negara itu juga memaparkan bahwa di tengah kondisi global yang menantang, yield Surat Berharga Negara (SBN) pada Desember 2024 mencapai 7 persen, menurun dari level tertinggi pada April dan Juni 2024 yang sempat menyentuh 7,2 persen.
Meski demikian, tekanan terhadap pasar keuangan Indonesia tetap terasa akibat arus modal keluar dari pasar negara berkembang (emerging market).
Menanggapi hal ini, ia mengatakan bahwa pemerintah akan terus berupaya menjaga stabilitas ekonomi dan daya tahan APBN sebagai instrumen utama mitigasi risiko.
Berita Trending
- 1 Hari Kamis KPU tetapkan Gubernur
- 2 the Straits Times Memprediksi Presiden Prabowo Bersama Sembilan Presiden dan PM Negara Lain Jadi Pemimpin Dunia Berpengaruh
- 3 Kebijakan PPN 12 Persen Masih Jadi Polemik, DPR Segera Panggil Menkeu
- 4 Masuki Masa Pensiun, Kepala BSSN dan Kepala Basarna Diganti
- 5 Gara-gara Faktor Inilah, Pelantikan Kepala Daerah Terpilih di Provinsi Bali Diundur
Berita Terkini
- AS Catat Kematian Manusia Pertama Akibat Flu Burung
- Presiden Prabowo Lakukan Efisiensi Pengeluaran di Kementerian, Salah Satunya Belanja ATK
- KPK Ungkap Pelaporan LHKPN Kabinet Merah Putih Telah Capai 72 Persen
- RI Perkuat Kerja Sama Militer dengan Jepang, Salah Satunya Latihan Tempur
- Perlu Waspada, Virus HMPV dari Tiongkok Telah Serang Beberapa Anak di Indonesia