MK Diminta Perjelas Sanksi Pejabat Daerah dan TNI/Polri di UU Pilkada
UJI MATERI -- Ketua MK, Suhartoyo bersama hakim MK lainnya saat memimpin sidang di Jakarta, beberapa waktu lalu.Pemohon Perkara Nomor 136/PUU-XXII/2024, Syukur Destieli Gulo, membacakan pokok-pokok permohonannya.
Foto: Koran Jakarta/M. FachriJAKARTA - Mahkamah Konstitusi(MK) diminta untuk memperjelas aturan sanksi pidana dalam Pasal 188 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Pilkada) bagi pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netral.
Permintaan tersebut diajukan oleh seorang konsultan hukum, Syukur Destieli Gulo, dalam perkara uji materi yang teregister dengan Nomor 136/PUU-XXII/2024. Dalam petitumnya, Syukur meminta agar frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" dimasukkan ke dalam Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015.
"Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 … tidak memberikan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil terhadap pemilihan demokratis yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil," ucap Syukur dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (3/10).
Menurut dia, Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tidak sesuai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015.
Ia menjelaskan, Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 merupakan norma hukum yang berpasangan. Ketentuan Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 merupakan norma hukum primer, sementara Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 merupakan norma hukum sekunder.
Norma hukum primer, imbuh Syukur, adalah norma hukum yang berisi larangan sehingga menimbulkan akibat hukum apabila dilanggar. Adapun norma hukum sekunder berisi akibat hukum yang berupa ancaman pidana atas pasal yang dilanggar.
Salah satu larangan yang diatur dalam Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016, yakni pada ayat (1), bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Namun, frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" yang diatur dalam Pasal 71 UU Nomor 10 Tahun 2016 tidak ada di dalam Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015. Padahal, kata Syukur, Pasal 188 tersebut merupakan norma sekunder dari Pasal 71.
Atas dasar itu, Syukur meminta kepada MK agar frasa "pejabat daerah" dan "anggota TNI/Polri" dimasukkan ke dalam Pasal 188.
Selain itu, Syukur juga mengajukan petitum provisi agar permohonannya menjadi prioritas pemeriksaan perkara di MK. Hal ini mengingat jadwal pelaksanaan kampanye Pilkada 2024 telah dimulai.
Berita Trending
- 1 Kunto Aji Persembahkan Video Musik "Melepas Pelukan Ibu" yang Penuh Haru di Hari Ibu
- 2 Kasihan, Mulai Tahun Depan Jepang Izinkan Penembakan Beruang
- 3 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 4 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu