Menghilangkan Perbudakan Modern dari Rantai Pasok Global, Ini Langkahnya
Buruh anak bekerja di proyek konstruksi di depan Stadion Jawaharlal Nehru, di New Delhi, India.
Foto: Ahram/AFPStuart Milligan, Thompson Rivers University dan Nancy Southin, Thompson Rivers University
Walaupun praktik perbudakan telah dihapuskan, diperkirakan bahwa 49,6 juta orang di dunia bekerja secara paksa, seperempatnya adalah anak-anak.
"Perbudakan modern" adalah isitilah payung yang merujuk pada situasi ketika individu yang dieksploitasi tidak bisa melepaskan diri karena adanya ancaman, kekerasan, paksaan atau penyalahgunaan kuasa. Perbudakan modern mencakup berbagai macam praktik termasuk kerja paksa, pekerja terikat utang (bounded labour), dan perdagangan manusia.
Perbudakan modern ada di dalam rantai pasok berbagai barang dan jasa yang kita gunakan sehari-hari. ChatGPT, yang diperkirakan memiliki 13 juta pengguna harian, misalnya, dikembangkan dengan menggunakan kontraktor dari Kenya yang dibayar antara CA$1,32 (Rp 14.560) hingga CA$2 per jam.
Praktik ini juga ditemukan di rantai pasok fesyen mode cepat (fast fashion). Di industri ini, pekerja kesulitan menemukan pekerjaan yang memberikan upah layak dan terjebak membanting tulang untuk pemberi kerja yang eksploitatif.
Sementara itu, sepertiga dari suplai kobalt global, material penting dalam produksi kendaraan listrik, berasal dari tambang-tambang kecil yang kerap diasosiasikan dengan situasi kerja yang berbahaya dan pelanggaran terhadap pekerja.
Sedangkan pada 2019, muncul laporan bahwa di Cina, anak-anak usia sekolah dipekerjakan semalaman di pabrik milik Foxconn, pemasok untuk Amazon, demi memenuhi target produksi gawai Alexa.
Pertanyaannya, apa yang bisa dilakukan baik oleh bisnis dan konsumen untuk untuk menghapuskan perbudakan dari rantai pasok?
Jenis perbudakan modern
Kerja paksa, kerja terikat utang dan pekerja anak adalah pelanggaran ketenagakerjaan yang paling lazim dalam rantai pasok global masa kini. Walaupun kerap diasosiasikan dengan kerja paksa, masih ada berbagai macam wujud perbudakan modern.
Diperkirakan mempengaruhi 27,6 juta orang di seluruh dunia, pekerja terikat utang - yaitu ketika seseorang dipaksa bekerja untuk melunasi utangnya - adalah jenis perbudakan yang paling umum.
Kerja anak secara paksa, termasuk perekrutan tentara anak yang melanggar hukum, mengikat setidaknya 12,5 juta anak secara global.
Pekerja anak merupakan isu yang kompleks bagi banyak orang, mengingat banyak anak yang bekerja untuk perkebunan keluarganya. Namun, secara spesifik pekerja anak diidentifikasi sebagai pekerjaan yang eksploitatif dan berbahaya atau merusak tumbuh kembang anak.
Faktor pendorong utama dari pekerja anak berasal dari kemiskinan ekstrem, yang membuat keluarga terpaksa menyuruh anaknya bekerja untuk mendapatkan pemasukan. Lemahnya intervensi negara dalam menangani pekerja anak bisa dibilang memberi celah yang membuat praktik ini terus berjalan.
Berikutnya, perdagangan seks ilegal, didefinisikan sebagai sebagai aktivitas "yang melibatkan perekrutan, pemindahan, atau menahan korban untuk tujuan eksploitasi seksual," mempengaruhi sekitar 6,3 juta orang.
Sementara itu, 3,2 juta orang sisanya terperangkap perbudakan modern dalam bentuk kerja paksa dan perbudakan rumah tangga. Perbudakan rumah tangga umumnya terjadi ketika individu dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan domestik, tanpa bisa meninggalkan kediaman tempat ia bekerja karena dokumen-dokumennya ditahan.
Penyebab perbudakan modern
Perbudakan modern sangatlah rumit. Bahkan produk sesederhana boneka Barbie memiliki rantai pasok global yang menjangkau lebih dari 100 negara.
Biasanya, organisasi akan melakukan outsourcing dan terlibat dalam subkontrak untuk mengelola permintaan rantai pasok yang kompleks. Karena perusahaan induk berada jauh dari organisasi pemasok mereka, masalah transparansi mengenai kondisi kerja di pemasok kerap terjadi.
Rantai pasok yang kompleks dapat meningkatkan risiko perbudakan modern. Penggunaan perekrut tenaga kerja atau pekerja subkontrak memungkinkan perbudakan muncul dan berkembang.
Sebagai tambahan, kerja paksa dan kerja terikat tidak mudah untuk dideteksi karena rumitnya rantai nilai modern. Contohnya, terdapat 6,3 juta penjual untuk produk Amazon, masing-masing dengan rantai pasoknya sendiri.
Sumber daya keuangan dan manusia yang besar diperlukan untuk mendeteksi perbudakan modern. Namun, kondisi pasar ketenagakerjaan global saat ini menyebabkan kurangnya tenaga profesional terampil untuk menjalankan tugas tersebut.
Peraturan antiperbudakan
Beberapa negara memiliki aturan yang berupaya mencegah beberapa bentuk perbudakan. Namun, hanya 24 dari 193 negara anggota PBB memiliki pasal yang menyasar tiap-tiap bentuk eksploitasi. Selain itu, hanya lima negara yang memiliki ketentuan pidana yang mencakup lima instrumen internasional untuk menanggulangi eksploitasi manusia. Dan hanya dua negara di dunia memiliki ketentuan pidana untuk segala bentuk perbudakan.
Di Kanada, misalnya, pembacaan ketiga Bill S-211 - RUU transparansi rantai pasokan - baru-baru ini dilakukan di Majelis Rendah. Meski semua anggota sepakat bahwa perbudakan modern perlu diperangi, ada perdebatan tentang apa yang sebenarnya harus dimasukkan dalam undang-undang dan seberapa jauh undang-undang tersebut dapat berjalan.
Selaku regulasi mengenai transparansi, RUU S-211 tidak memiliki ketentuan pidana dan menempatkan tanggung jawab untuk memastikan tidak ada perbudakan dalam rantai pasok pada perusahaan. Nantinya, RUU tersebut akan menerapkan ini dengan mewajibkan perusahaan untuk melaporkan kebijakan dan kegiatan uji tuntas mereka.
Sayangnya, kewajiban pelaporan ini hanya berlaku bagi badan pemerintah dan perusahaan terbuka yang terdaftar di bursa efek Kanada yang berbisnis, memiliki unit bisnis atau memiliki aset di negara tersebut.
Jika ditemukan adanya praktik perbudakan, perusahaan wajib melaporkan bagaimana mereka berencana untuk memberantas praktik tersebut. Hanya perusahaan yang memenuhi paling tidak memenuhi dua dari kondisi ini yang wajib untuk melapor: memiliki aset sekurangnya CA$20 juta, menghasilkan pemasukan setidaknya CA$40 juta atau mempekerjakan minimal 250 karyawan.
Apa yang bisa dilakukan perusahaan?
Walaupun sulit bagi perusahaan untuk mengelola segala aktivitas yang terjadi di rantai pasok global mereka, ada praktik-praktik terbaik yang bisa mereka adopsi.
Pertama, perusahaan dapat membuat dan mengelola kontrak pemasok sedemikian rupa untuk memastikan bahwa pemasok mengakui dan menaati hukum ketenagakerjaan internasional dan aturan mengenai perbudakan modern.
Kedua, organisasi publik dan swasta besar dapat bekerja sama dengan usaha kecil dan menengah untuk meningkatkan kesadaran terhadap faktor risiko terkait perbudakan modern.
Beberapa faktor risiko tingkat tinggi mencakup industri padat karya (seperti pertanian, pertambangan, atau konstruksi); pekerjaan berbahaya atau menuntut fisik; pekerja sementara, musiman, atau agen dalam jumlah besar; dan beroperasi di negara-negara dengan undang-undang dan penegakan hukum ketenagakerjaan yang tidak memadai.
Tambahannya, organisasi dapat meminta pemasok mereka untuk melaporkan aksinya dalam memberantas perbudakan modern dari rantai pasok mereka.
Apa yang bisa dilakukan konsumen?
Perusahaan adalah pihak yang memiliki tanggung jawab sekaligus peluang untuk menghapuskan perbudakan modern dari rantai pasok mereka. Namun, penelitian yang dilakukan baru-baru ini menunjukkan bahwa perilaku konsummen merupakan cara paling ampuh untuk mereduksi perbudakan modern.
Memang, tekanan dari konsumen menjadi dorongan terbesar bagi suatu organisasi untuk melakukan aksi yang serius guna mengatasi perbudakan modern dalam rantai pasok mereka. Seperti yang telah dibuktikan di berbagai peristiwa yang terjadi baru-baru ini, pemberitaan negatif dari media merupakan motivator yang kuat bagi perusahaan untuk mengambil tindakan.
Sebaliknya, sikap ambivalen dari konsumen memungkinkan terjadinya perbudakan modern. Menghapuskan pembudakan modern membutuhkan aksi dari konsumen.
Ketika membicarakan perbudakan modern, kekuasaan sebenarnya berada di tangan masyarakat.
Stuart Milligan, Associate Teaching Professor of Supply Chain Management, Thompson Rivers University dan Nancy Southin, Associate Professor of Supply Chain Management, Thompson Rivers University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.
Berita Trending
- 1 Kunto Aji Persembahkan Video Musik "Melepas Pelukan Ibu" yang Penuh Haru di Hari Ibu
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Kasihan, Mulai Tahun Depan Jepang Izinkan Penembakan Beruang
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu
Berita Terkini
- Bandara Banyuwangi Tak Terganggu Oleh Erupsi Gunung Raung
- Model dan Sosialita AS Kendall Jenner Tunjukkan Dekorasi Natal di Rumah Mewahnya
- Toleransi yang Digalakkan Oleh para Pemimpin Bangsa Bawa Kekalnya Kedamaian
- Puluhan Rumah dan Fasilitas Umum di Situbondo Diterjang Banjir Bandang
- Perkuat Kerukunan, Forkopimko Sambangi Gereja yang Tengah Merayakan Natal di Tamansari