Jakarta Perlu Sediakan Lebih Banyak RTH Guna Jaga Paru Warga
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menandatangani prasasti pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di eks gedung Johar Baru Teater di Jalan Kramat Jaya Baru IV, RT 15/10, Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
Foto: ANTARA/Siti NurhalizaJakarta -- Pakar kesehatan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu menyediakan lebih banyak ruang terbuka hijau (RTH) guna menjaga kesehatan paru warga.
Data menunjukkan pada tahun 2023 Jakarta memiliki RTH seluas 33,34 juta meter persegi atau 5,2 persen dari total luas wilayah. Sementara itu, merujuk UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Proporsi Ruang Terbuka Hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota.
"Sediakan ruang terbuka hijau lebih banyak, yang akan punya dua dampak, baik sebagai paru-paru kota maupun sebagai tempat warga beraktivitas fisik dengan udara yang segar dan sehat," kata Ketua Majelis Kehormatan PDPI Prof Tjandra Yoga Aditama saat dihubungi, Minggu.
Usulan ini disampaikan Tjandra dalam rangka memperingati Hari Paru Sedunia 2024 setiap 25 September, serta menyongsong pemilihan gubernur dan wakil gubernur di Pilkada Jakarta 2024.
Adapun tema peringatan Hari Paru Sedunia tahun ini yakniClean Air and Healthy Lungs for Allatau "Udara Bersih dan Paru Sehat untuk Semua".
Alasan pemilihan tema tersebut antara lain karena setiap tahunnya ada 7 juta orang meninggal di dunia berkaitan dengan berbagai penyakit yang berhubungan dengan polusi udara seperti penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), kanker paru, dan penyakit infeksi paru.
Alasan lainnya yakni karena udara yang tercemar adalah ancaman kesehatan universal akan berdampak pada kesehatan semua orang yang menghiruptermasuk bayi sampai orang lanjut usia.
Data dunia menunjukkan lebih dari 90 persen penduduk dunia hidup di daerah dengan kadar polutanmelebihi standar sehat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Tjandra kemudian mengemukakan bahwa peningkatan polusi udara dan yang berhubungan dengan terbentuknya emisi gas rumah kaca akan memperburuk fungsi paru dan pernapasan, meningkatkan angka masuk rumah sakit karena sakit paru dan meningkatkan pula risiko kanker paru.
Dia mengatakan, guna membantu warga termasuk di Jakarta menjaga kesehatan parunya, maka polusi udara harus dikendalikan dan penyebabnya ditangani segera. Menurut dia, sejauh ini polusi kendaraan bermotor dan polusi industri baik dari dalam maupun luar kota Jakarta menjadi penyebab utamanya.
Kemudian, pemerintah termasuk gubernur terpilih nantinya perlu mengimplementasikan secara ketat aturan bahaya asap rokok bagi warga kota serta terus mendorong kegiatan masyarakat untuk hidup sehat, seperti pembentukan RW bebas tuberkulosis (TB) dan kelurahan bebas asap rokok.
"Sediakan fasilitas deteksi dan diagnosis dini gangguan paru, termasuk tempat pemeriksaan fungsi paru. Sediakan pula fasilitas perawatan dan pengobatan penyakit paru, untuk warga yang membutuhkan," demikian pesan dia.
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 4 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
Berita Terkini
- Wisata Taman Laut 17 Pulau Destinasi Alternatif Pulau Komodo
- Gerak Cepat, Gulkarmat Kerahkan 75 Personel Padamkan Rumah yang Terbakar di Kampung Bahari
- Beijing Kecam Tindakan Pemerintah AS yang Batasi Visa Pejabat Hong Kong
- Mengagetkan Cawagub DKI Suswono Tidak Bisa Mencoblos di Pilkada Jakarta, Ternyata Ini Penyebabnya
- Waspada yang Akan Bepergian, Hujan Ringan hingga Deras Disertai Petir Mengguyur Indonesia Pada Sabtu