Informasi Terbaru dari KPK: Uang Korupsi Tunjangan Kinerja di ESDM Digunakan Terkait Pemeriksaan BPK
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Aparat penegak hukum harus mengusut dan menindak tegas, KPK sebut uang korupsi tunjangan kinerja di ESDM digunakan terkait pemeriksaan BPK.
Jakarta - Informasi terbaru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan uang hasil korupsi tunjangan kinerja (tukin) puluhan miliar rupiah di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) diduga digunakan terkait pemenuhan proses pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) .
"Termasuk dugaannya dalam rangka untuk pemenuhan proses-proses pemeriksaan oleh BPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin.
Meski demikian, Ali tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana uang hasil korupsi tersebut digunakan dalam proses pemeriksaan.
Ali mengungkapkan penyidik KPK saat ini tengah mendalami kemana aliran uang hasil korupsi serta dugaan digunakan untuk keperluan pribadi dan pembelian aset.
"Semua masih kami dalami ya informasi itu, fakta-fakta itu kemana saja uang yang diduga hasil pemotongan tukin dari para pegawai di Kementerian ESDM," ujarnya.
Ali menerangkan dugaan korupsi tersebut diperkirakan telah merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah.
Ali mengatakan Penyidik KPK telah menetapkan lebih dari satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Meski demikian, KPK belum bersedia mengumumkan siapa saja para pihak yang ditetapkan tersangka.
Ali mengatakan daftar tersangka, uraian konstruksi dugaan pidana, dan pasal yang disangkakan akan disampaikan kepada publik setelah pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik dinilai telah lengkap.
KPK berharap semua pihak yang dipanggil baik sebagai tersangka dan saksi bersikap kooperatif untuk hadir serta memberikan keterangan dengan jujur terkait kasus tersebut.
Terkait penyidikan kasus dugaan korupsi tersebut, Penyidik KPK telah menggeledah Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) di Tebet, Jakarta Selatan, pada Senin siang.
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya