Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kehidupan Bernegara

Gerakan Moral Kampus Jadi Lonceng Peringatan

Foto : ANTARA/Ari Bowo Sucipto

Anggota Dewan Profesor dan perwakilan civitas academica Universitas Brawijaya mengikuti pembacaan pernyataan sikap tentang penegakan hukum dan etika demokrasi di Indonesia di depan Gedung Rektorat Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur, Selasa (6/2).

A   A   A   Pengaturan Font

“Seruan sivitas akademika perguruan tinggi dalam beberapa hari terakhir harusnya ditempatkan sebagai pesan keprihatinan para cendekiawan atas berbagai fenomena di Tanah Air jelang pelaksanaan Pemilu 2024. Bukan berusaha membungkam mereka dengan berbagai stigma politis atau tudingan berpihak ke calon tertentu."

JAKARTA - Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, menilai gerakan guru besar dan civitas academica perguruan tinggi yang merespons perkembangan hukum dan situasi demokrasi menjelang Pemilu 2024 jangan dianggap politis, tetapi harus jadi lonceng peringatan. Pasalnya, negara harus menjaga iklim demokrasi yang telah diamanatkan dalam UUD 1945.

"Seruan sivitas akademika perguruan tinggi dalam beberapa hari terakhir harusnya ditempatkan sebagai pesan keprihatinan para cendekiawan atas berbagai fenomena di Tanah Air jelang pelaksanaan Pemilu 2024. Bukan berusaha membungkam mereka dengan berbagai stigma politis atau tudingan berpihak ke calon tertentu," ujar Huda, dalam keterangan media, di Jakarta, Selasa (6/2).

Dia menjelaskan, berdasarkan pasal 28E ayat 3 dalam UUD 1945 mengamanatkan bahwa 'Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat'. Menurutnya, negara berkewajiban memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengungkapkan aspirasi yang menjadi kekhawatiran mereka.

Huda menambahkan, maklumat yang disampaikan oleh civitas academica telah berlandaskan pada keilmuan yang masak dan mantap. Menurutnya, aspirasi ini krusial demi terciptanya penyelenggaraan pemilu yang berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan jurdil (luber dan jurdil).

"Pemilu tidak hanya butuh konstitusional tetapi juga butuh legitimasi. Jika (pemilu) diwarnai kecurangan mungkin hasilnya tetap konstitusional karena sesuai prosedur tetapi pasti tidak akan legitimate dan itu pasti berbahaya karena pemerintah yang dihasilkan juga tidak akan mendapat dukungan mayoritas rakyat," jelasnya.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Sriyono
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top