Festival Arakan Pengantin Wujud Lestarikan Budaya Pontianak
Kegiatan Festival arakan pengantin Pontianak digelar di Jalan A Yani Pontianak, Minggu (27/10).
Foto: ANTARA/DediPONTIANAK - Festival arakan pengantin di Kota Pontianak, Kalimantan Barat kembali dihadirkan sebagai wujud untuk melestarikan adat dan budaya melayu di daerah tersebut.
"Hal yang paling penting dari kegiatan ini adalah pelestarian adat dan budaya Melayu Pontianak khususnya yang ada dalam prosesi pernikahan. Oleh karena itu kita punya kewajiban untuk memelihara dan melestarikannya,"ujar Penjabat Wali Kota Pontianak, Ani Sofian di Pontianak, Minggu.
Ia menjelaskan bahwa arakan pengantin Pontianak sudah diakui secara nasional sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB) tahun 2017. Untuk pelestarian dan tetap terjaga festival menjadi bagian penting untuk dilakukan.
"Semoga Festival Arakan Pengantin terus berkembang dan dikemas secara maksimal sehingga bisa mengundang banyak wisatawan yang datang untuk menyaksikan keistimewaan yang dimiliki kota ini," harapnya.
Iring-iringan rombongan pengantar mempelai pengantin di sepanjang Jalan Ahmad Yani menarik perhatian para warga. Rombongan peserta Festival Arakan Pengantin ini berparade dengan berjalan kaki dari Museum Negeri Pontianak menuju halaman Masjid Raya Mujahidin diiringi alunan musik Tanjidor.
Sebanyak delapan pasang pengantin peserta festival yang digelar dalam rangka menyemarakkan Hari Jadi ke-253 Pontianak ini tampil lengkap dengan rombongan berpakaian adat Melayu Pontianak beserta pernak-perniknya. Barang-barang hantaran untuk mempelai pengantin wanita juga menjadi pelengkap setiap peserta.
Dari hasil penilaian juri, peserta dari Kecamatan Pontianak Barat dinobatkan sebagai juara pertama arakan pengantin. Sedangkan juara kedua diraih Bank Kalbar dan ketiga dari Kecamatan Pontianak Tenggara. Selain juara arakan pengantin, Hantaran Terbaik diberikan kepada Kecamatan Pontianak Timur dan Pengantin Terbaik disandang Pontianak Barat.
Dalam festival itu, alunan musik tanjidor juga menjadi penyemangat peserta saat tampil berparade. Kehadiran musik tanjidor tidak terlepas dari budaya mengantar pengantin.
Syafaruddin Usman, satu di antara Tim Juri menyatakan ada beberapa aspek penilaian dalam festival ini, yakni etika, estetika, kreasi, seni dan penggalian budaya tradisional.
"Etikanya itu bagaimana keserasian gerak langkahnya kemudian estetika keindahan tata riasnya, kemudian dari sisi pelestarian budayanya sesuai dengan pakem-pakem budaya melayu lokal," ungkapnya.
Kemudian, dari sisi perlengkapan, Syafaruddin menyebut peserta yang tampil pada festival ini banyak menggunakan kreasi baru yang dimodifikasi sehingga bentuk-bentuk aslinya sudah tidak terlihat lagi.
"Bentuk asli atau orisinilnya yang kita harapkan muncul tetapi sayangnya terlalu banyak modifikasi. Meskipun ada yang masih menampilkan orisinil tapi sayangnya juga menggunakan pakem yang baru," jelas dia. Ant
Berita Trending
- 1 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 2 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 3 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 4 Sabtu, Harga Pangan Mayoritas Turun, Daging Sapi Rp131.990 per Kg
- 5 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal