Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Transisi ke Energi Terbarukan I Laporan Pengaduan PLTS Atap Semakin Meluas

AESI Minta PLN Tak Batasi Pemanfaatan PLTS Atap

Foto : ANTARA/HARVIYAN PERDANA PUTRA

PLTS Atap

A   A   A   Pengaturan Font

» Boleh saja PLN mencari untung, tetapi harus sesuai aturan. Swasta saja ikut aturan, apalagi BUMN yang direksinya dipilih pemerintah.

» Menteri bisa memaksa direksi BUMN untuk menjalankan aturan atau kalau tidak bisa, menggantinya.

JAKARTA - Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) meminta PT PLN (Persero) menjalankan Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2021 dengan tidak membatasi pemanfaatan PLTS Atap hanya 10-15 persen dari kapasitas listrik terpasang di sektor industri.

Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa, di Jakarta, baru-baru ini, menilai kebijakan PLN itu bisa mempengaruhi target energi terbarukan yang dicanangkan pemerintah.

"PLTS Atap komersial dan industri itu salah satu kontributor utama. Jadi, kalau PLTS Atap dihambat, menyebabkan target energi terbarukan yang dicanangkan Jokowi bisa gagal tercapai," kata Fabby dalam keterangan di Jakarta, Senin (11/4), seperti dikutip dari Antara.

Pemerintah sendiri melalui program strategis nasional telah menetapkan PLTS Atap dengan target 3,6 gigawatt pada 2025.

Penetapan sebagai program strategis nasional dimaksudkan untuk mempercepat pencapaian target energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025. Regulasinya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017.

Menurut Fabby, saat ini laporan yang diterima AESI terkait keluhan atas terhambatnya izin pemanfaatan PLTS Atap semakin meluas di berbagai daerah. Sikap PLN yang membatasi PLTS Atap itu, kata Fabby, bisa berimbas terhadap iklim investasi energi terbarukan di Indonesia.

Dalam surat edaran internal PLN yang diperoleh, General Manager PLN, Irwansyah Putra, menyebutkan bahwa Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 itu belum mengatur secara detail aspek teknis.

Untuk memastikan implementasi regulasi itu tidak berdampak buruk terhadap sistem (mutu layanan, efisiensi, maupun keselamatan) dan agar potensi naiknya biaya (AI/AO) termitigasi dengan baik, saat ini PLN disebutnya sedang melakukan upaya harmonisasi dengan beberapa kementerian, terkait kajian aspek teknis, finansial, maupun aspek keselamatan ketenagalistrikan.

Irwansyah mengatakan strategi layanan terhadap permohonan untuk PLTS Atap yang berlaku saat ini secara umum kapasitasnya dibatasi antara 10-15 persen dari daya tersambung.

"Untuk pelanggan dengan daya besar (TM&TT) agar dilakukan evaluasi lebih detail, khususnya kajian pengaruh teknis terhadap sistem," sebut surat internal tersebut.

Selain batasan pemanfaatan PLTS atap di sektor industri, Fabby juga menyoroti langkah Kementerian Keuangan yang tetap memberikan subsidi energi fosil kepada PLN melalui kebijakan harga domestic market obligation (DMO) batu bara, harga listrik yang belum sesuai keekonomian, hingga pengembangan energi terbarukan memerlukan concessional finance dari PT Sarana Multi Infrastruktur.

Selain menyoroti pembatasan pemanfaatan PLTS Atap dari kapasitas listrik terpasang di sektor industri, Fabby juga sebelumnya menyoroti sikap manajemen PLN tentang PLTS Atap rumah yang tidak sesuai dengan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021.

Dalam Permen tersebut, ekspor ke grid seharusnya dibayar PLN 100 persen, namun PLN menerbitkan memo internal yang hanya mengakui tarif 65 persen. Memo tersebut oleh Fabby menunjukkan PLN tidak mau melaksanakan peraturan menteri yang lebih tinggi dari aturan yang mereka buat.

Sampai hari, kata Fabby, net-metering masih 65 persen dan belum 100 persen. Kalau benar PLN memang patuh pada pemerintah dan melaksanakan regulasi, PLN harus melakukan sejumlah hal. Pertama, mencabut surat pembatasan layanan permohonan PLTS Atap, kembali kepada ketentuan Permen ESDM No 26/2021 yang mana maksimal kapasitas 100 persen dan tidak boleh dibatasi.

Kedua, tidak ada kuota pemasangan PLTS di sisi konsumen. Ketiga, segera berlakukan ketentuan tarif ekspor-impor sebesar 100 persen. Keempat, lanjut Fabby, PLN harus melakukan penyampaian kajian mereka mengenai dampak PLTS Atap secara terbuka kepada pelanggan, khususnya commercial dan industry (C&I). "AESI bersedia memfasilitasi pelaksanaannya," ungkap Fabby.

Tidak Boleh Bertentangan

Sementara itu, pakar hukum energi dari Pusat Studi Hukum, Energi dan Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menegaskan bahwa sebagai badan usaha, PLN tidak boleh bertentangan dengan aturan dalam menjalankan bisnisnya.

"Boleh saja PLN mencari untung, tetapi harus sesuai aturan dong. Jangankan BUMN, swasta saja harus sesuai aturan, apalagi BUMN yang direksinya dipilih pemerintah," kata Bisman.

Menteri BUMN dan Kementerian terkait seharusnya memantau kalau ada aturan BUMN yang tidak sesuai dengan agenda pemerintah, apalagi itu sudah dalam bentuk Permen sebagai turunan dari Peraturan Presiden. "Menteri bisa memaksa direksi BUMN untuk menjalankan aturan atau kalau tidak bisa, menggantinya," papar Bisman.

Secara terpisah, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) menyayangkan memo internal PLN itu yang menyalahi aturan yang lebih tinggi.

Ketua Umum METI, Surya Darma, mengatakan kalau alasan PLN karena saat ini over supply, kenapa mereka terus melanjutkan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara dengan skala cukup besar.

"Apa pun alasannya, kalau PLN melanggar Permen, itu masuk kategori pelanggaran berat. Komunikasi saja tidak relevan. Kenapa KPK sampai harus memidanakan penjabat BUMN, itu karena dia melawan Permen," katanya.

"Apa pun alasannya, yang dijadikan acuan ya pelanggaran hukumnya, bukan informasi informal. Permennya dilanggar atau tidak. Dalam hal regulasi ini, memo internal secara tertulis jelas melanggar Permen. Selain tidak sah, juga menunjukkan bahwa sistem pengelolaan di BUMN tersebut terserah pada masing-masing pengurus. Terkesan amburadul dan menjadikan Permen seperti diskresi, padahal bukan," kat Surya Darma.

PLN Dukung PLTS Atap

Dalam tanggapannya soal pelanggaran Permen (Koran Jakarta, 11/4), Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, menjelaskan PLN selaku BUMN senantiasa berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pemerintah melalui Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN dalam rangka implementasi kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan.

Langkah itu terus dilakukan guna mendukung pengembangan Pembangkit PLTS Atap di Tanah Air untuk meningkatkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT). "Koordinasi PLN dengan kementerian terkait sangat baik dan konstruktif agar kebijakan ini dapat berkesinambungan dan jangka panjang, terutama dalam menjaga dampak pada kondisi fiskal negara dan sustainability keuangan PLN serta pada tataran teknis operasional menyangkut stabilitas dan keandalan sistem dan jaringan listrik dalam melayani pelanggan," ungkap Agung.

PLN, kata Agung, bertanggung jawab menjaga kestabilan dan keandalan sistem listrik pelanggan, sementara PLTS Atap tanpa baterai bersifat intermiten sehingga dalam skala besar berpotensi menyebabkan ketidakstabilan jaringan.

Agung menambahkan, pada intinya PLN mendukung transisi energi ke energi bersih, termasuk salah satunya melalui PLTS Atap. Namun, tentu dengan tetap mempertimbangkan kualitas layanan masyarakat umum.

"PLN telah lama mendukung pengembangan PLTS Atap. Hingga Maret 2022, tercatat ada 5.278 pelanggan PLN dengan total kapasitas PLTS sebesar 54.753 kilowatt peak (kWp)," pungkas Agung.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top