Ketidakpastian Global Bakal Pengaruhi Permintaan Ekspor RI
Bank Indonesia (BI) optimistis perekonomian Indonesia tahun ini akan lebih baik dibandingkan tahun 2024.
Foto: antaraJAKARTA - Bank Indonesia (BI) optimistis perekonomian Indonesia tahun ini akan lebih baik dibandingkan tahun 2024. Bahkan pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus naik dalam beberapa tahun ke depan.
Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam “Peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2024” yang dipantau di Jakarta, Rabu (22/1) memperkirakan ekonomi Indonesia tahun ini akan tumbuh berkisar 4,7- 5,5 persen dan naik menjadi 4,8-5,6 persen pada 2026.
Otoritas moneter itu juga yakin inflasi akan terkendali 2,5 plus minus 1 persen. Begitu pula rupiah akan dijaga stabil agar ekonomi Indonesia terus tumbuh. Penyaluran kredit didorong untuk bisa tumbuh antara 11 sampai 13 persen. Kemudian, digitalisasi ekonomi Indonesia juga akan terus berlanjut.
Perang Dagang
Menanggapi pernyataan bank sentral itu, pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan, prospek kinerja perekonomian mungkin tidak secerah optimisme Bank Indonesia, karena situasi global akan sangat berpengaruh.
“Kita punya kebergantungan pasar ekspor komoditas yang besar ke Tiongkok seperti batubara, minyak sawit, dan lain-lain. Sementara dengan berkuasanya kembali Trump yang kita tahu sangat hawkish ini akan jelas akan mempengaruhi kinerja Tiongkok sendiri,” kata Dian.
Kalau perang dagang jilid Trump dengan Tiongkok meletus, maka dampaknya akan langsung terasa. Karena proteksionisme yang dijalankan Trump bisa melemahkan perekonomian Tiongkok yang pada giliriannya permintaan komoditas keIndonesia akan
Turun.
Pada kesempatan terpisah, pengamat kebijakan publik Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 dan 2026 mengacu asumsi yang terlalu optimistis itu akan diuji dinamika ekonomi global seperti ketidakpastian geopolitik, perlambatan ekonomi dan potensi krisis keuangan di negara maju serta fluktuasi harga komoditas dunia.
Proyeksi BI itu juga akan menghadapi tantangan struktural dari sektor-sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor industri pengolahan yang selama ini cukup tinggi di kisaran angka 18-20 persen ke PDB yakni yang berbasis sumber daya alam dan manufaktur, sektor perdaganagan besar dan kecil (13-15 persen dan sektor pertanian 12-14 persen.
“Perlu mitigasi yang baik, agar pertumbuhan ekonomi berdampak pada kesejahteraan masyarakat,”ungkap Badiul.
Peningakatan konsumsi domestik dan pembangunan infrastruktur besar seperti IKN ujarnya diharapkan dapat menjadi penggerak perekonomian, karena sektor ini berkontribusi sekitar 10-12 ke PDB selama ini.
“Kebergantungan pada sektor konsumsi dan infrastruktur akan berdampak jika belanja pemerintah efektif,” katanya.
Pemerintah jelasnya perlu memperkuat transformasi dan inovasi industri digital dan inklusi ekonomi. Terutama untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang berada di daerah terpencil dengan mengembangkan layanan keuangan berbasis digital dan akses kredit yang lebih luas.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Harus Kerja Keras untuk Mewujudkan, Revisi Paket UU Politik Tantangan 100 Hari Prabowo
- 2 Pemerintah Dorong Swasta untuk Bangun Pembangkit Listrik
- 3 Kurangi Beban Pencemaran Lingkungan, Minyak Jelantah Bisa Disulap Jadi Energi Alternatif
- 4 Ayo Perkuat EBT, Presiden Prabowo Yakin RI Tak Lagi Impor BBM pada 2030
- 5 BPJS Ketenagakerjaan Apresiasi Menteri Kebudayaan Lindungi Pelaku Kebudayaan