Impor dan Kenaikan HET Pupuk Subsidi Sulitkan Petani
Foto : ANTARA/ANIS EFIZUDIN
PETANI MAKIN SUSAH I Sejumlah petani menata kubis yang baru dipanen di kawasan lereng Gunung Merbabu Desa Wonoroto, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah, Kamis (14/1). Kubis selanjutnya dikirim ke Yogyakarta, Semarang, Surabaya, dan Jakarta dengan harga hanya berkisar 4.000 rupiah per kilogram di tingkat petani. Nasib petani akan semakin susah dengan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk subsidi.
» Kenaikan HET pupuk bersubsidi berpotensi mendorong krisis pangan.
» Angka kemiskinan rumah tangga petani bakal meningkat karena pengeluaran membengkak.
JAKARTA – Dua kebijakan Menteri Pertanian, yaitu menaikkan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi mulai 1 Januari 2021 dan kembali membuka impor kedelai tahun ini 2,6 juta ton, dinilai bertentangan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta menyelesaikan masalah impor komoditas pertanian, seperti kedelai, jagung, gula, beras, dan bawang putih.
Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya, Malang, Andhyka Muttaqin, mengatakan kenaikan HET pupuk bersubsidi dan impor kedelai menunjukkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) tidak memiliki kebijakan yang utuh dalam mendukung kemandirian pangan.
“Impor kedelai dan kenaikan pupuk jelas membuat petani menangis. Sebetulnya, kondisi pertanian kita tidak kalah potensinya dengan Thailand, Jepang, dan lainnya, tapi karena jerih payah petani kurang dihargai maka produksi kita tidak bisa seefisien seperti luar,” kata Andhyka, Kamis (14/1).
Pemerintah, jelas Andhyka, seharusnya memiliki kebijakan yang komprehensif, termasuk proteksi harga agar petani bergairah.
“Petani-petani di desa sekarang berpesan pada anak-anaknya untuk sekolah yang tinggi saja, jangan menjadi petani. Ini menunjukkan mereka sudah putus asa bertani, hanya bisa dijual impas tanpa menghasilkan keuntungan yang berarti,” katanya.
Dia sangat menyayangkan kebijakan yang justru kontradiksi dengan kontribusi sektor pertanian yang terbukti mampu tumbuh di tengah pandemi Covid-19, sehingga jadi bumper (penahan) ekonomi tidak jatuh lebih dalam.
Secara terpisah, Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Evita Nursanty, dalam keterangan tertulisnya menyatakan kenaikan HET pupuk bersubsidi itu berpotensi mendorong terjadinya krisis pangan, seperti yang dikhawatirkan Presiden Jokowi.
“Biaya produksi pasti meningkat, sedangkan di masa pandemi ini pemenuhan kebutuhan pangan merupakan prioritas nasional. Sebab itu, diharapkan ada kemudahan dari sisi harga maupun dalam penyaluran pupuk bersubsidi sehingga tidak mengganggu pencapaian produksi pangan,” kata Evita.
Berdasarkan harga terbaru yang diterbitkan Kementan melalui Permentan 49/2020 tentang alokasi dan HET pupuk bersubsidi tahun anggaran 2021, rata rata naik 300–450 rupiah per kilogram (kg). Urea misalnya naik dari 1.800 per kg menjadi 2.250 per kg. Pupuk SP36 juga naik dari 2.000 menjadi 2.400 rupiah per kg, ZA naik dari 1.400 menjadi 1.700 rupiah per kg. Demikian juga pupuk organik Granul naik dari 500 menjadi 800 rupiah per kg. Hanya pupuk jenis NPK yang harganya tetap 2.300 per kg.
“Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti jangan sampai terjadi krisis pangan, misalnya kasus kedelai beberapa minggu lalu yang memicu produsen tempe berhenti produksi. Tapi di lapangan kita melihat banyak kesulitan yang dihadapi para petani,” kata Evita.
Sementara itu, Pengamat Pertanian, Said Abdullah, mengatakan berapa pun harga pupuk subsidi, petani akan terus membelinya meskipun mereka harus mencari utangan ke rentenir atau menggadaikan lahannya. Bagi petani, yang penting pupuk itu ada, tidak peduli pengeluaran mereka membengkak.
“Kebijakan ini akan membuat angka kemiskinan pada rumah tangga petani bakal meningkat karena bertambahnya pengeluaran untuk produksi. Sementara jika tidak beli pupuk, mereka tak akan bisa makan, sehingga terpaksa beli meski dalam kondisi sulit,” kata Said.
Terpaksa Membeli
Pemerintah, kata Said, semestinya hadir membantu petani mendorong produksi, bukan justru mempersulit. Dia curiga, kenaikan HET hanya untuk membuat pemain pupuk subsidi semakin untung. “Tanpa kenaikan HET, mereka sudah untung, bahkan yang ada malah pupuk subsidi yang dijual dengan harga nonsubsidi, namun petani terpaksa beli karena tidak ada pilihan,” katanya.
Peneliti Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor (IPB), Raden Dikky Indrawan, mengatakan kenaikan itu kalau tidak diimbangi dengan hasil produksi, maka tentu membebani petani.
Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan, Muhammad Hatta, mengatakan kenaikan itu karena harga pupuk subsidi tidak pernah naik sejak 2012 sementara biaya upah, harga bahan bakar, bahan baku serta biaya transportasi mengalami kenaikan. n SB/ers/E-9
Submit a Comment