
Komisi I DPR Pastikan RUU TNI Tidak Akan Kembalikan Orde Baru, Kini Sudah Berbeda Zamannya
Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait RUU TNI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (3/2).
Foto: ANTARA/HO-DPRJAKARTA - Komisi I DPR RI memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang kini tengah diproses, tidak akan mengembalikan Indonesia ke era Orde Baru.
Semangat zaman saat ini sudah berbeda dengan masa lalu.Untuk itu, Komisi I DPR pun mendengar aspirasi dari berbagai kalangan dalam penyusunan RUU TNI.
“Zaman dulu tuh kamu lulusan mana, pemikiranmu apa, kepalamu saja udah diteropong satu per satu. Semangat zamannya udah nggak bisa,” kata Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto usai memimpin rapat dengar pendapat soal RUU TNI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/3).
Menurut dia, sejumlah pendapat dari berbagai elemen masyarakat terkait RUU TNI akan ditampung oleh Komisi I DPR RI.
Sejauh ini, kata dia, pihaknya sudah mendengar masukan dari purnawirawan mayor jenderal, hingga masyarakat sipil yang mengkritik keras. “Tentu nggak bisa satu per satu ini saya jawab. Kalau niatnya kan pasti baik, kalau ada ketakutan kembali ke Orde Baru, saya rasa kita nggak bisa memutar balik jarum jam,” kata dia.
Dia pun menjelaskan bahwa RUU TNI akan memperbaiki peran institusi militer dengan konsep keadilan. Selain itu juga soal perpanjangan usia pensiun bagi prajurit TNI agar serupa seperti ASN. “Kalau pegawai negeri misalnya 60 tahun, kenapa teman-teman TNI tidak boleh, tentu kita pikirkan jangan sampai juga memberatkan keuangan negara,” kata dia.
Cegah Konflik
Sementara itu, pengamat demokrasi yang juga Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani, menilai bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) penting untuk mencegah munculnya kasus-kasus konflik antara TNI dengan Polri.
Dalam 10 tahun terakhir, dia mencatat ada sekitar 37 kasus ketegangan antara dua institusi aparat negara tersebut di tingkat bawah. Dia menilai ketegangan itu muncul karena masalah sosiologis pragmatis yang dialami TNI.
Dalam 20 tahun terakhir, menurut dia, TNI adalah entitas yang keberadaannya sudah tidak lagi dioptimalkan sebagaimana mestinya. Di era sebelumnya, TNI yang masih bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) merupakan institusi militer yang juga memiliki kekuatan sosial dan politik.
Walaupun begitu, dia meminta agar perubahan UU TNI yang kini sedang dirancang harus mempertegas jaminan demokrasi, khususnya dalam penataan hubungan antara sipil dan militer. “Pendasaran filosofis bahwa Tentara Nasional Indonesia bertugas melindungi dan seterusnya, ini betul, harus dipertahankan, tetapi juga mesti diimbangi dengan pendasaran filosofis,” kata dia.
Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan bahwa penempatan anggota TNI dalam jabatan sipil harus dilaksanakan secara selektif. “Misalnya dia memang sangat dibutuhkan, dan kemudian harus sesuai dengan permintaan menterinya, dan ketiga juga harus kapabel,” kata anggota komisi yang membidangi pertahanan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
“Boleh saja sebuah jabatan itu diisi oleh militer. Ada dalam Undang-Undang ASN (UU Nomor 20 Tahun 2023), tetapi harus selektif menempatkannya,” ujarnya.
- Baca Juga: Aktivitas Publik Lumpuh Total Akibat Banjir di Bekasi
- Baca Juga: PPDB Resmi Diganti SPMB
Berdasarkan Pasal 19 ayat (2) huruf a UU ASN, jabatan ASN tertentu dapat diisi oleh prajurit TNI.
Berita Trending
- 1 Polresta Cirebon gencarkan patroli skala besar selama Ramadhan
- 2 Kota Nusantara Mendorong Investasi Daerah Sekitarnya
- 3 Ini Klasemen Liga 1 Setelah PSM Makassar Tundukkan Madura United
- 4 Soal Penutupan TPA Open Dumping, Menteri LH: Ada Tahapan Sebelum Ditutup Total
- 5 Rekrutmen Taruna TNI 2025 Sudah Dibuka, Ini Link Pendaftaran dan Syaratnya