
Diversifikasi Ekonomi Harus Dipacu, OJK Bali Kembangkan Pertanian sebagai Pilar Baru, Jangan Hanya Bertumpu pada Pariwisata!
Pawai ogoh-ogoh di Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, Rabu (19/3/2025).
Foto: ANTARA/Gembong IsmadiDENPASAR - Daerah perlu melakukan diversifikasi sumber perekonomian guna memperkuat ketahanan wilayah maupun nasional dari risiko krisis. Dengan demikian, daerah tidak hanya bertumpu pada satu sumber ekonomi.
Jika sektor satu terpuruk, maka daerah masih punya banyak sektor untuk bertahan atau bahkan memacu kinerja perekonomian. Untuk itu, identifikasi potensi ekonomi daerah sanga penting dan mendesak untuk dilakukan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali melanjutkan program pengembangan sumber ekonomi baru untuk sektor pertanian di Pulau Dewata agar tidak dominan bertumpu kepada sektor pariwisata.
“Harapannya juga dapat meningkatkan ketertarikan lembaga jasa keuangan untuk membiayai sektor pertanian,” kata Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu di Denpasar, Bali, Jumat (21/3).
Ia menjelaskan, pengembangan sumber ekonomi baru itu melalui kredit/pembiayaan sektor prioritas (KSPP) termasuk pertanian di Bali yang mencakup hulu hilir termasuk upaya memitigasi risiko kegagalan panen.
Regulator lembaga jasa keuangan itu tahun ini melanjutkan program pengembangan ekonomi daerah di Kabupaten Jembrana dan Tabanan untuk pertanian kakao.
Selanjutnya, sumber ekonomi baru lainnya untuk pertanian komoditas pisang cavendish dengan pola kemitraan yang dimulai di Kabupaten Bangli dan Karangasem.
Ada pun skema program KSPP, imbuh dia, para petani binaan diberikan pendampingan oleh dinas terkait dan literasi dari lembaga jasa keuangan.
Kemudian adanya kepastian produk pertanian itu terserap melalui perusahaan umum daerah atau badan usaha milik daerah (Perumda/BUMD).
Di sisi lain, potensi atas risiko kegagalan panen di mitigasi melalui skema asuransi di antaranya asuransi umum tani padi (AUTP) dan asuransi umum ternak sapi/kerbau (AUTS/K).
“Kemudian skema kredit pun beragam, ada bayar setelah panen dan beberapa skema bahkan ada yang tidak menggunakan suku bunga jadi hanya pokok tapi dibayar setelah panen,” imbuhnya.
Puji menambahkan pihaknya tidak dalam posisi mengintervensi kucuran kredit ke sektor tertentu karena mempertimbangkan manajemen risiko masing-masing bank.
Sebelumnya, Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Provinsi Bali Ananda R. Mooy mengungkapkan, kredit pertanian yang dikucurkan perbankan di Pulau Dewata per Januari 2025 komposisinya mencapai 5,36 persen.
Sebagian besar realisasi kredit diserap sektor bukan lapangan usaha atau untuk konsumtif sebesar 34,33 persen, kemudian perdagangan besar dan eceran 26,68 persen, penyediaan akomodasi makan dan minum 11,64 persen dan industri pengolahan 5,17 persen.
“Ini perlu menjadi perhatian sektor pertanian. Komposisi kredit tidak besar hanya 5,36 persen tapi pertumbuhannya cukup besar 8,42 persen,” ujar Ananda di sela diskusi bersama awak media bertajuk Ngorte di Denpasar, Kamis (20/3).
Dalam paparannya, OJK Bali mencatat per Januari 2025 realisasi kredit berdasarkan lokasi bank diperkirakan mencapai Rp111,56 triliun, tumbuh positif dibandingkan Januari 2024 mencapai Rp104,91 triliun.
Sedangkan dana pihak ketiga (DPK) perbankan di Bali diperkirakan tumbuh 11,96 persen mencapai Rp191,56 triliun per Januari 2025.
Mencermati realisasi kredit dan DPK tersebut, perbankan di Bali memiliki ruang untuk peningkatan penyaluran kredit termasuk sektor pertanian, didukung rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit ratio/LDR) perbankan di Bali per Januari 2025 diperkirakan 58,24 persen sehingga berpeluang untuk ditingkatkan.
Berita Trending
- 1 Kemnaker Sediakan 229 Bus Mudik Gratis
- 2 Pemkot Kediri Lakukan Cek Angkutan Umum
- 3 Gubernur DKI Jakarta Serahkan KJP Plus Tahap I 2025 dan Gratiskan Akses TMII
- 4 Pemerintah Kota Kediri Melakukan Pengecekan terhadap Angkutan Umum agar Aman
- 5 Pemkab Bogor: Bazar Pangan Murah Kadin Sukses Stabilkan Harga