Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Airlangga: UU Cipta Kerja Jadi Fondasi Kuat Lawan Goncangan Ekonomi

Foto : ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berbicara dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI yang dipantau dalam jaringan di Jakarta, Selasa (21/3/2023).

A   A   A   Pengaturan Font

UU Cipta Kerja yang lahir di tengah pandemi Covid-19 telah bertransformasi menjadi fondasi yang kuat membawa Indonesia bertahan dari ketidakpastian ekonomi.

JAKARTA - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Undang-undang (UU) Cipta Kerja menjadi fondasi kuat melawan goncangan perekonomian di tengah pandemi Covid-19.

"Undang-undang Cipta Kerja yang lahir di tengah pandemi Covid-19, telah bertransformasi menjadi fondasi yang kuat dalam membawa Indonesia bertahan dari ketidakpastian dan goncangan perekonomian di masa pandemi Covid-19," kata Menko Airlangga dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI yang dipantau dalam jaringan di Jakarta, Selasa (21/3).

Dalam Rapat Paripurna ke-19 DPR RI Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 itu, DPR menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang.

"Perpu Cipta Kerja merupakan salah satu langkah mitigasi dari krisis global dan tentunya mencegah selalu lebih baik daripada kita berhadapan dengan persoalan," tuturnya.

Airlangga menuturkan Bank Dunia melaporkan pada Desember 2022 bahwa pasca UU Cipta Kerja diterbitkan, Indonesia menjadi negara terbesar kedua penerima Foreign Direct Investment (FDI) di Asia Tenggara.

Tingkat penanaman modal asing (PMA) di Indonesia meningkat rata-rata 29,4 persen pada lima triwulan setelah diterbitkannya UU Cipta Kerja dibandingkan dengan tingkat PMA lima triwulan sebelum UU Cipta Kerja diterbitkan."Hal ini menandakan bahwa investor merespons positif dengan hadirnya UU Cipta Kerja," ujarnya.

Begitu juga Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) melaporkan bahwa implementasi UU Cipta Kerja dapat mengurangi hambatan untuk FDI lebih dari sepertiga dan mengurangi hambatan perdagangan dan investasi hampir 10 persen pada 2021.

Hal tersebut menandakan aspek positif hadirnya UU Cipta Kerja perlu dipertahankan oleh pemerintah, terlebih dalam situasi perekonomian dunia yang tengah krisis.

Menko Airlangga menuturkan berbagai aturan turunan UU Cipta Kerja sebagai landasan berjalannya program dan kebijakan telah mempercepat pemulihan perekonomian Indonesia dari dampak pandemi Covid-19.

Proses perizinan berusaha yang saat ini telah berbasis risiko dan telah terintegrasi melalui sistem Online Single Submission (OSS) mampu mengurai proses birokrasi dalam perizinan yang sebelumnya rumit dan penuh ketidakpastian.

Berdasarkan data dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sejak Agustus 2021 sampai dengan 20 Maret 2023, Sistem OSS telah menerbitkan 3.662.026 Nomor Induk Berusaha (NIB).

NIB diberikan terbesar kepada usaha mikro sebesar 3.476.114 NIB (95 persen), usaha kecil sebesar 136.788 NIB (3,7 persen), usaha besar sebesar 30.982 NIB (0,8 persen), dan usaha menengah sebesar 18.142 NIB (0,5 persen).

"Ini adalah sejarah baru di mana pemerintah dapat memberikan legalitas kepada usaha mikro dan kecil (UMK) dalam jumlah yang sangat besar yang belum dapat dilakukan sebelumnya," ujarnya.

Selain itu, berdasarkan data dari Kementerian Investasi/BKPM tersebut, untuk rasio penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar 99,64 persen, dan PMA hanya 0,36 persen. Dengan demikian, menurut dia, UU Cipta Kerja memberikan jauh lebih banyak manfaat bagi PMDN.

Sementara itu, dalam konteks kegentingan memaksa dalam penetapan Perpu Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 memberi kesempatan kepada negara untuk melakukan perbaikan prosedur pembentukan UU Cipta Kerja dalam jangka waktu dua tahun.

Dalam periode dua tahun tersebut, tidak diperbolehkan untuk membuat kebijakan strategis, berdampak luas, dan pembentukan peraturan pelaksanaan baru.

Hal tersebut menciptakan kegamangan bagi pelaku usaha yang akhirnya memutuskan untuk menunggu dan mencermati terkait keputusan untuk berusaha atau berinvestasi di Indonesia.

Pelaku usaha yang sudah berinvestasi dihadapkan pada kekosongan hukum dan/atau tidak memadainya perangkat peraturan perundang-undangan yang saat ini ada karena tidak dapat melakukan perubahan perubahan peraturan pelaksanaan yang diperlukan.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top