Iklan — Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Hukum Berat Mafia Pangan yang Oplos Beras Subsidi Jadi Beras Premium

KORAN-JAKARTA.COM | Selasa, 01 Jul 2025, 01:15 WIB
iklan kopi jjroyal sidebar

JAKARTA - Pemerhati Pertanian meminta Pemerintah menghukum berat para mafia pangan yang telah mengoplos beras subsidi Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi beras premium. Perlunya menjatuhkan hukuman berat karena selain merugikan negara, juga merugikan masyarakat sebagai konsumen. 

Hal itu disampaikan pengamat pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur, Surabaya, Zainal Abidin menanggapi pernyataan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman yang menyebutkan kerugian negara akibat pengoplosan tersebut sekitar 2 triliun rupiah.

Hukum Berat Mafia Pangan yang Oplos Beras Subsidi Jadi Beras Premium Doc: antara

Ket. Perlindungan Konsumen - Mafia Pangan Harus Dibereskan Agar Indonesia Tidak Lumpuh

Zainal mengatakan, praktik pengoplosan beras oleh distributor atau pedagang swasta tidak diboleh dibiarkan. Bagaimanapun, tindakan itu akan menghambat target pemerintah mencapai ketahanan dan kemandirian pangan.

Praktik seperti itu jelasnya jangan didiamkan. Pemerintah lewat aparatur hukum harus mengusut tuntas. Pihak-pihak yang terlibat harus diberi hukuman seberat-beratnya karena bukan hanya merugikan negara tapi jelas-jelas mereka melanggar hukum perlindungan konsumen, di mana banyak masyarakat yang dirugikan.

“Kalau hanya dihukum beberapa bulan rasanya tidak akan kapok, akan terus berulang. Kejahatan pangan harus dihukum berat karena berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan dalam memenuhi hak dasar manusia akan pangan, sandang dan papan,” kata Zainal.

Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman seusai Hari Krida Pertanian di Jakarta, Senin (30/6) mengatakan kerugian negara akibat praktik pengoplosan beras subsidi SPHP menjadi beras premium mencapai 2 triliun rupiah per tahun.

Adapun modus yang digunakan pada pengoplos yaitu dengan mengambil 80 persen beras SPHP bersubsidi dan mengoplosnya menjadi beras premium yang dijual dengan harga lebih tinggi di pasar tanpa mekanisme pengawasan yang efektif.

Menurut Mentan, program beras SPHP seharusnya menjamin harga beras lebih murah, karena disubsidi 1.500-2.000 rupiah per kilogram, namun sebagian besar beras justru tidak sampai ke konsumen yang berhak.

Dari estimasi 1 juta ton beras yang diduga dioplos, pelaku memperoleh keuntungan selisih harga hingga 2.000 rupiah per kilogram yang jika dikalikan total volume beras yang didistribusikan bisa menghasilkan potensi kerugian negara 2 triliun rupiah per tahun.

“Yang dipajang adalah 20 persen, yang 80 persen (beras SPHP) dioplos jadi premium, naik 2.000 persen, kalau 1,4 juta ton beras (SPHP) kali 80 persen (yang dioplos) itu 1 juta ton beras, 1 juta ton kali 2.000 rupiah (subsidi) itu 2 triliun rupiah kerugian negara satu tahun,” jelas Mentan.

Dia menjelaskan hanya 20 persen beras SPHP yang dipajang dan dijual sesuai ketentuan, sedangkan sisanya masuk ke jalur distribusi ilegal dan diperjualbelikan seperti beras komersial biasa.

Kerugian negara itu diperparah dengan distribusi SPHP yang dilakukan saat panen raya, memperburuk harga di tingkat petani dan membuka ruang besar bagi spekulan memainkan suplai pasar beras.

Mentan menyebut Satgas Pangan telah turun ke lapangan menyelidiki temuan itu dan mendorong penguatan pengawasan, agar subsidi tidak lagi dimanfaatkan oleh oknum untuk meraup keuntungan pribadi.

Tertibkan Tata Niaga Beras

Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan) sendiri dikabarkan sudah mulai memanggil 212 produsen merek beras yang nakal yang diduga melakukan praktik perdagangan tidak sesuai aturan.

“Ada 212 merek, mulai hari ini (Senin-red) pemanggilannya, dipanggil oleh Satgas Pangan,” kata Mentan.

Upaya itu merupakan bagian dari langkah korektif guna menertibkan tata niaga beras agar tidak merugikan konsumen dan petani sebagai pelaku utama sektor pangan. Jika kerugian negara diperkirakan 2 triliun rupiah, maka hasil perhitungan Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap dugaan praktik kecurangan dalam perdagangan beras yang menyebabkan kerugian konsumen hingga 99,35 triliun rupiah dari manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi.

Mau Indonesia lumpuh pangan? Mau? Kita harus luruskan. Kita harus bereskan. Mafia-mafia yang bergerak di sektor pangan. Tidak boleh kita biarkan,” kata Mentan.

Sementara itu, peneliti ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan hampir semua masalah distribusi bantuan pemerintah itu selalu lemah di aspek pengawasan.

Lemahnya pengawasan juga terjadi pada distribusi beras SPHP yang tidak ketat. “Beras tidak disalurkan langsung ke masyarakat namun melalui pedagang dan juga pemilik gilingan,” papar Huda.

Like, Comment, or Share:

Tren Saat Ini
Realtime
Ads
Berita Terkait

Aksi Membersihkan Sampah Liar di Sungai Citarum

Jumat, 11-Jul-2025 | Ones

Daerah Aksi Membersihkan Sampah Li...

Liburan Sekolah, Pemkot Surabaya Perketat Pengawasan Jam Malam Anak

Jumat, 11-Jul-2025 | Selocahyo Basoeki Utomo S

Daerah Liburan Sekolah, Pemkot Sur...

Ada Program Pemutihan Pajak Kendaraan, Bayar Lebih Mudah Pakai GoPay

Jumat, 11-Jul-2025 | Mohammad Zaki Alatas

Ekonomi Ada Program Pemutihan Pajak...

Resto Korea Selatan Ini Dituntut karena Menambahkan Semut Demi 'Rasa yang 'Unik'

Jumat, 11-Jul-2025 | Selocahyo Basoeki Utomo S

Luar Negeri Resto Korea Selatan Ini Dit...
Video Pilihan
Kesehatan Konsumen Bisa Terancam, Keamanan Pangan di Pasar Tradisional Masih Kurang