Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Nelayan Natuna Keluhkan Aturan Zona Tangkap, Ini yang Akan Dilakukan DPRD

Foto : ANTARA/Cherman

Perahu nelayan bersandar di Pelabuhan Teluk Baruk, Sepempang, Natuna, Kepri.

A   A   A   Pengaturan Font

NATUNA - DPRD Natuna, Provinsi Kepulauan Riau meminta penjelasan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri terkait adanya batasan atau larangan operasi bagi nelayan tradisional daerah itu pada wilayah tertentu.

"Besok kita mengundang UPT Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Kepri di Komisi II, rapat tentang masalah ini," kata Ketua Komisi II DPRD Natuna, Marzuki di Natuna, Selasa (3/1).

Ia membenarkan adanya keluhan para nelayan terkait batasan tersebut yang tertuang dalam surat Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) bagi nelayan berdasarkan ukuran kapal dan jenis alat tangkap.

Sementara, salah satu nelayan tradisional asal Sedanau, Natuna, Djoko Suprianto yang memiliki kapal ikan dengan ukuran 5 gros ton menjelaskan bahwa mereka dilarang beroperasi pada wilayah diatas 12 mil berdasarkan TDKP tersebut.

"Saya baru memperhatikan, dulu tidak tau sudah ada atau belum larangan itu, kurang teliti saya, TDKP yang baru ini ada larangan itu, ada tulisannya di belakang lembaran TDKP," katanya.

Sementara, Ia mengatakan kebiasan mereka menangkap ikan di atas 12 mil bahkan hingga ke ZEE pada musim tertentu, jika ada larangan tersebut dinilai akan merugikan mereka sebagai nelayan tonda dan pancing ulur.

"Hari hari saya pergi pagi pulang sore saja bisa sampai 20 hingga 30 mil, kalau musim teduh bisa ratusan mil, tapi kalau sekarang mungkin tidak bisa lagi karena kite cume dapat jatah BBM 300 liter saja untuk satu bulan," ungkapnya.

Tidak hanya wilayah tangkap, menurutnya pembatasan jumlah bahan bakar berdasarkan TDKP juga dinilai merugikan nelayan tradisional yang membutuhkan solar lebih banyak agar bisa lebih lama berada di laut.

Terkait hal tersebut, Kepala Pelaksana Harian (Plh) UPT Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Natuna Provinsi Kepulauan Riau, Febriyadi menjelaskan bahwa larangan pada zona tertentu bagi nelayan tonda memang telah tertuang di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Ini terkait permen KP no 18 tahun 2021 tentang penempatan alat penangkapan ikan," ujarnya.

Ia juga mengatakan ada beberapa larangan yang terdapat pada peraturan tersebut bagi nelayan tonda dan berdasarkan ukuran kapal serta diatur wilayah tangkapnya berdasarkan zona tertentu.

"Biar tidak ada salah pemahaman berikut keterangan jalur, 1A adalah 0 mil sampai dengan 2 mil, 1B adalah 2 mil sampai dengan 4 mil, jalur II, 4 mil sampai dengan 12 mil dan jalur III, 12 mill sampai dengan 200 mil," jelasnya.

Sementara untuk kapal nelayan tonda dengan muatan 5 GT hanya dibolehkan beroperasi di jalur 1B dan II artinya 2 mil sampai dengan 12 mil, sedangkan untuk nelayan tonda dengan kapal d iatas 6 GT hanya boleh beroperasi di jalur II yaitu 4 mil sampai dengan 12 mil.

"Itu untuk nelayan tonda, sementara untuk nelayan pancing ulur dengan muatan 1 sampai dengan 5 GT bebas dimulai dari jalur A1, 1B, jalur II dan jalur III," kata dia menjelaskan.

Selanjutnya, Ia juga mengatakan bagi kapal nelayan pancing ulur yang berukuran 6 GT ke atas hanya boleh berada di jalur II dan III.

Ia juga menunjukkan larangan tersebut yang menyebutkan kedua jenis alat tangkap dan ukuran tersebut memang dilarang untuk beroperasi di laut lepas.

Ia juga membenarkan akan ada pertemuan pada Rabu (4/1) bersama DPRD Natuna untuk membahas hal tersebut agar semua pihak bisa memahami terkait aturan zona tangkap yang telah diatur oleh pemerintah tersebut.


Redaktur : Lili Lestari
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top