Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Keren Wajib Ditiru, Kelompok Tani Banyuwangi Mulai Lepas Ketergantungan Pupuk Bersubsidi

Foto : ANTARA/HO-Humas Pemkab Banyuwangi

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani melihat langsung proses pengolahan limbah ternak jadi pupuk organik.

A   A   A   Pengaturan Font

Terobosan yang keren ini wajib ditiru di daerah lain, kelompok tani Banyuwangi mulai lepas ketergantungan pupuk bersubsidi.

Banyuwangi - Keren wajib ditiru. Kelompok Tani Sumber Urip Desa Watukebo, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mulai lepas dari ketergantungan terhadap pupuk bersubsidi karena mereka secara swadaya mengoptimalkan pupuk organik dengan memanfaatkan limbah ternak.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan pengolahan pupuk organik di kelompok tani ini dilakukan tiap hari di kandang ternak sapi yang menjadi unit pengolahan pupuk organik (UPPO), dan mampu mengolah satu ton pupuk organik.

"Meskipun menjadi tempat pengolahan pupuk organik yang bahannya dari limbah ternak, ternyata tidak bau. Ini keren dan bisa dicontoh kelompok tani lainnya," ujar Bupati Ipuk di Banyuwangi, Kamis.

Bupati sangat mengapresiasi kelompok tani ini dan diharap bisa membantu kebutuhan pupuk petani yang sempat mengalami kelangkaan.

Selain itu, lanjut Ipuk, pupuk organik sebagai upaya agar petani mulai beralih ke pertanian organik yang lebih ramah lingkungan dan prospek pasarnya juga lebih bagus.

"Saya minta Dinas Pertanian untuk terus memberikan pendampingan agar banyak petani yang beralih ke pupuk organik," ujar dia.

"Apalagi untuk pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat kian lama terus berkurang, sehingga pupuk organik menjadi alternatif," kata Ipuk menambahkan.

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Sumber Urip Desa Watukebo, Saidi mengatakan perlahan para petani di kelompoknya mulai beralih ke pupuk organik, meskipun tidak bisa lepas sepenuhnya, tapi perlahan terus diarahkan beralih ke pupuk organik.

"Kalau saya sudah 100 persen pakai pupuk organik. Memang perlu perlahan-lahan agar petani mau pakai pupuk organik. Di kelompok kami ada yang sudah 25 persen pakai pupuk organik, ada juga yang baru 15 persen," ujar Saidi.

Dia menjelaskan, pengolahan limbah ternak menjadi pupuk organik tersebut dilakukan dengan pendampingan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi.

Kelompok Tani Sumber Urip tercatat ada 104 anggota dan terdapat 38 ekor sapi peranakanongole(sapi PO) dengan berbagai turunannya sepertilimousin,brahmandansimentalyang mereka kembangkan dan fokus pada proses pembibitan ternak.

Menurut Saidi, kelompok tani ini mengolah kotoran sapi yang dicampurkan dengancocopeatdan dapat menghasilkan 1 ton pupuk setiap harinya.

Cocopeatsendiri sangat mudah didapat karena bahan utamanya adalah sekam atau tempurung buah kelapa yang diolah atau dihaluskan hingga menjadi butiran seperti serbuk kayu, yang mana produk akhirnya adalahcocopeat.

"Pembuatan pupuk organik sangat mudah dan murah. Satu ekor menghasilkan sekitar 20 kg kotoran sapi. Untuk proses pembuatan dari kotoran menjadi pupuk sekitar 15 hari. Kini dengan kami bisa menghasilkan rata-rata 1 ton pupuk organik tiap hari," kata Saidi.

Kotoran sapi merupakan penghasil asamhumatalami yang dapat meningkatkan Ph tanah secara optimal. Asamhumatberfungsi meningkatkan porositas tanah mengikat oksigen, hingga menahan air lebih baik.

Dengan menggunakan pupuk organik ini dapat menyeimbangkan Ph tanah dengan asamhumatsecara alami. Harapannya, kata Saidi, produksi tanaman juga meningkat karena kesuburan tanahnya meningkat.

Saidi mengaku Kelompok Tani Sumber Urip mendapat sertifikat organik untuk ruang lingkup padi, dari Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman (Lesos). Beras organik tersebut dinyatakan telah memenuhi persyaratan Sistem Pertanian Organik melaluiInternal Control System(ICS).

"Alhamdulillah Desember 2022 beras kami telah mendapat sertifikat organik. Ini memacu kami untuk terus mengembangkan pertanian organik," ujar dia.

Beras organik memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada beras umumnya. Satu kilogram untuk beras putih organik dihargai Rp15.000, dan untuk beras merah organik harganya Rp 25.000 per kilogram.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top