IFRC Tingkatkan Respon Hadapi Lonjakan Kasus Mpox di Afrika
Virus cacar monyet (mpox).
Foto: ANTARA/AnadoluJohannesburg - Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada Jumat (16/8) menyatakan pihaknya meningkatkan respons dalam menangani lonjakan kasus mpoxdi seluruh Afrika.
"IFRC berada di garis depan dalam menangani wabah mpox di Afrika, dengan pengalaman luas dalam menangani wabah penyakit sebelumnya, seperti Ebola dan COVID-19," kata lembaga itu dalam sebuah pernyataan.
Pekan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Afrika (CDC Afrika) menyatakan mpox sebagai darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional dan kontinental.
IFRC dengan jaringan luas yang terdiri lebih dari 4 juta sukarelawan dan 14.000 staf di seluruh benua menyatakan memberikan dukungan penting kepada pemerintah, termasuk pengawasan berbasis masyarakat, komunikasi risiko dan keterlibatan masyarakat, serta layanan kesehatan mental.
"Lonjakan yang tinggi atas kasus mpox di Afrika sangat mengkhawatirkan dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius. Ini bukan hanya kasus lokal; ini telah menjadi ancaman bagi benua yang memerlukan aksi segera dan terkoordinasi," ujar Direktur Regional IFRC Mohammed Omer Mukhier melalui pernyataannya.
Menurut Mukhier,IFRCsejak tahun lalu telah bekerja sama dengan tim lokal di Republik Demokratik Kongo dalam mendukung masyarakat yang terdampak mpox.
Namun saat ini lebih banyak yang harus dilakukan, melalui kerja sama erat dengan Kementerian Kesehatan yang dimobilisasi, seiring dengan perkembangan dan meluasnya situasi secara cepat di seluruh benua tersebut, lanjut Mukhier.
Menurut data terbaru CDC Afrika, 17.541 kasus mpox telah dilaporkan di 12 negara di benua itu pada 2024 termasuk dengan 517 kematian.
Epidemi ini telah dilaporkan di Afrika Selatan, Kenya, Rwanda, Uganda dan Republik Demokratik Kongo.
Negara lain yang melaporkan kasus tersebut adalah Burundi, Republik Afrika Tengah, Kongo Brazzaville, Kamerun dan Nigeria. Virus ini juga telah terdeteksi di Pantai Gading dan Liberia.
CDC Afrika mengatakan jumlah ini meningkat 160 persen pada akhir Juli, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kongo melaporkan jumlah kasus tertinggi, terhitung 96 persen dari seluruh kasus yang dilaporkan dan 97 persen kematian.
IFRC menyerukan dukungan global lebih jauh untuk membendung epidemi ini melalui peningkatan akses terhadap pengujian, pengobatan, dan vaksin bagi populasi berisiko di seluruh benua, bersamaan dengan tindakan berbasis komunitas yang berkelanjutan, yang meningkatkan efektivitas tindakan respons epidemi.
Pejabat senior IFRC untuk Kesehatan Masyarakat dalam Keadaan Darurat Bronwyn Nichol, mengatakan epidemi mpox adalah pengingat bahwa virus tidak mengenal batas negara.
"Kekurangan pengujian, pengobatan, dan vaksin memerlukan respons global yang terkoordinasi, termasuk peningkatan akses terhadap stok vaksin di Afrika. Sebuah upaya terpadu sangat penting untuk melindungi populasi rentan dari penderitaan dan kematian yang tidak perlu," katanya.
Berita Trending
- 1 Garuda Indonesia turunkan harga tiket Jayapura-Jakarta
- 2 Pemeintah Optimistis Jumlah Wisatawan Tahun Ini Melebihi 11,7 Juta Kunjungan
- 3 Dinilai Bisa Memacu Pertumbuhan Ekonomi, Pemerintah Harus Percepat Penambahan Kapasitas Pembangkit EBT
- 4 Permasalahan Pinjol Tak Kunjung Tuntas, Wakil Rakyat Ini Soroti Keseriusan Pemerintah
- 5 Meluas, KPK Geledah Kantor OJK terkait Penyidikan Dugaan Korupsi CSR BI
Berita Terkini
- Pemulangan Warga Terus Dilakukan, Kemlu: 91 WNI yang Dievakuasi dari Suriah Tiba di Tanah Air
- Ribuan Mantan Anggota Jamaah Islamiyah Deklarasi Pembubaran di Solo
- Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
- Warga Diminta Waspada, Gunung Ibu di Halmahera Barat Sudah Dua Kali Erupsi
- Meningkat, KCIC Sebut 100 Ribu Tiket Whoosh Terjual Untuk Momen Natal dan Tahun Baru