Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 07 Des 2024, 12:30 WIB

Fitra: Skema Debt Swap Kurangi Beban Fiskal dan Tingkatkan Citra RI

Manajer Riset Seknas Fitra Badiul Hadi, mengatakan, apabila pemerintah menempuh skema Debt Swap atau penukaran utang untuk mendanai pensiun dini PLTU akan meringankan beban fiskal

Foto: istimewa

JAKARTA-Manajer Riset Seknas Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) Badiul Hadi, mengatakan, apabila pemerintah menempuh skema Debt Swap atau penukaran utang untuk mendanai pensiun dini PLTU akan menguntungkan, karena mengurangi beban fiskal, terutama tekanan pembayaran utang yang jatuh tempo.

"Dengan demikian, ruang fiskal untuk belanja publik lain lebih optimal,"ucap Badiul, Sabtu (7/12) menanggapi policy brief berjudul “Pertukaran Utang dengan Pemensiunan PLTU (pembangkit listrik tenaga uap) batu bara: Manuver Fiskal dalam Mendukung Ambisi Transisi Energi"yang diterbitkan Celios (Center of Economic and Law Studies)

Langkah itu jelas Badiul dapat mendukung target capaian energi terbarukan, 66 persen pada 2050 sebagaimana Peraturan Presiden (Perpres) No 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

"Kebijakan itu juga meningkatkan citra Indonesia sebagai pemimpin global dalam mitigasi perubahan iklim, sekaligus mendorong negara maju bertanggung jawab terhadap emisi karbon global,"ujarnya

Indonesia pun papar dia akan bergantung pada proses negosiasi yang membutuhkan kesedian negara maju dalam menukar utang. "Praktik seperti itu, katanya, pernah dilakukan pada era Presiden Gus Dur dengan utang untuk perbaikan sektor kehutanan,"ujarnya lagi.

Kebijakan ini juga papar Badiul membutuhkan, peta jalan transisi energi dan mitagi dampak sosial-ekonomi untuk pensiunkan PLTU (pembangkit listrik tenaga uap). Selain itu, kredibilitas penggunaan anggaran harus sesuai dengan komitmen. 

Kemudian, perlu diperhatikan juga kebijakan tersebut bisa berdampak pada peningkatan reputasi negara-negara maju yang terlibat dalam Non Carbon Quota Guarantee (NCQG), yang memiliki tanggung jawab historis atas emisi karbon.

Pemerintah harus segera membentuk tim atau Gugus Tugas yang melibatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk merancang negosiasi komprehensif dan menyelaraskan dengan agenda transisi energi.

“Kebijakan ini harus dimbangi dengan investasi di sektor energi terbarukan guna mengantisipasi hilangnya listrik karena penutupan PLTU, terlebih negosiasi ini angkanya tidak sedikit yaitu 94.8 triliun rupiah, sehingga harus dikelola serius dan penuh kehati-hatian,” pungkas Badiul.

Diketahui, Indonesia bisa memanfaatkan potensi penukaran utang atau debt swap sebesar Rp94,8 triliun untuk mendanai pemensiunan dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara. 

Center of Economic and Law Studies (Celios) dalam policy brief berjudul “Pertukaran Utang dengan Pemensiunan PLTU batu bara: Manuver Fiskal dalam Mendukung Ambisi Transisi Energi” menyebutkan debt swap bisa menjadi alternatif pembiayaan pensiun dini PLTU batu bara, mengingat kebutuhan investasi aksi transisi energi tersebut diestimasi menembus Rp444 triliun sampai 2055. 

Sebagaimana diketahui, negara maju telah menyepakati New Collective Quantified Goals (NCQG) atau komitmen pembiayaan iklim sebesar US$300 miliar untuk mendukung negara berkembang beradaptasi menghadapi krisis iklim.

 Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa skenario debt swap merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh negara maju dalam membayar utang iklimnya kepada negara berkembang seperti Indonesia.

Dia menyebut Indonesia mempunyai Rp94,8 triliun utang berbentuk pinjaman yang akan jatuh tempo pada 2025, dan utang ini kepada negara maju dan lembaga multilateral. "Jadi, Menteri Keuangan dan Menteri ESDM bisa membuka ruang negosiasi utang untuk ditukar menjadi dana pensiun PLTU batu bara. Negara maju juga diuntungkan karena konsisten menjalankan skema NCQG membayar utang iklimnya,” kata Bhima dalam siaran pers, Kamis (5/12). 

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.