APBN Harus Sejahterakan Masyarakat

Ket.
Doc: Sumber: Kemenkeu, DPR RI
JAKARTA - Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama ini dinilai belum mampu menekan tingkat kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran secara optimal pada masyarakat. Padahal, APBN seharusnya dapat mendorong kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
"Tinggal dilihat indikator kesejahteraan masyarakat yang sampai sekarang ada," kata Pengamat Ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, angka pengangguran dan kemiskinan memang turun dari tahun ke tahun, tapi sangat lambat dan masih jauh jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk miskin Indonesia hingga Maret 2019 sebesar 25,14 juta orang, yaitu menurun sekitar 810.000 penduduk dibanding periode yang sama 2018, atau tercatat 9,41 persen dan menurun 9,82 persen dibanding tahun sebelumnya.
Jika dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia per Februari 2019 yaitu 5,01 persen. Tingkat Pengangguran Terbuka tersebut merupakan perbandingan antara jumlah pengangguran dengan jumlah total angkatan kerja.
Namun, angka TPT tersebut berada di urutan kedua terbanyak di antara negara-negara Asean dengan Filipina di peringkat pertama dengan tingkat pengangguran sebesar 5,1 persen per Juni 2019, sedangkan Malaysia 3,3 persen dan Vietnam 2,16 persen.
"Standar internasional kemiskinan itu sekitar dua dollar AS per hari. Kita 400.000 rupiah per bulan kan berarti enggak ada satu dollar per hari. Tapi, kalau kita mau jujur dengan garis kemiskinan 400.000 rupiah per bulan itu kualitas hidupnya seperti apa? Karena hanya cukup memenuhi pangan saja," ujarnya.
Ketimpangan Daerah
Anda mungkin tertarik:
Selain itu, Enny menuturkan ketimpangan pendapatan pada ratio memang turun tapi lambat karena masih 0,38 persen, serta masih adanya ketimpangan daerah yaitu antara desa dan kota dari sisi akses produktif seperti penguasaan lahan dan penguasaan modal.
"Ini kan satu persen saja yang punya akses ke modal. Bahkan sau persen orang Indonesia sudah menguasai sekitar 59 GDP kalau dari sisi modal, akses lahan juga ketimpangannya tinggi yaitu 0,7 persen," katanya.
Seperti diketahui, rapat paripurna DPR RI pada 24 September lalu mengesahkan UU APBN Tahun Anggaran 2020 yang menjadi hasil pembahasan dalam Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah dan Bank Indonesia (BI).
"Fraksi-fraksi dan anggota telah setuju," kata Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, saat memimpin Rapat Paripurna DPR di Gedung DPR, Jakarta, pekan lalu.
Dalam kesempatan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN 2020 ini disusun untuk mendukung pencapaian prioritas pembangunan nasional guna memperkuat daya saing perekonomian dan industri. Terdapat lima fokus kebijakan fiskal yang masuk dalam APBN 2020, antara lain peningkatan kualitas sumber daya manusia dan perlindungan sosial serta pengembangan infrastruktur untuk pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, pemberian insentif perpajakan untuk peningkatan sumber daya manusia, penguatan transfer ke daerah dan dana desa untuk pemerataan pembangunan dan penguatan dana abadi bidang pendidikan.uyo/Ant/E-10