Fondasi Goyah, Ekonomi Terancam! Saatnya Waspada
- Nilai tukar rupiah
JAKARTA – Pengamat Kebijakan Publik Fitra, Badiul Hadi mengatakan kebijakan tarif impor yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump, menimbulkan ketidakpastian di pasar global, mempengaruhi sentimen investor terhadap mata uang negara berkembang seperti Indonesia.

Ket. Pelemahan Rupiah l Depresiasi Rupiah Akan Mendorong Pembengkakan Belanja Pemerintah
Doc: istimewa
Penurunan pendapatan negara hingga 20 persen pada awal tahun berdampak pada defisit APBN, ditambah dengan rencana belanja besar oleh pemerintahan, seperti program MBG meningkatkan kekhawatiran investor terhadap stabilitas fiskal Indonesia. Permintaan valuta asing untuk repatriasi dan pembayaran lainnya, terutama menjelang libur panjang Idul Fitri, turut memberikan tekanan pada rupiah.
Meskipun nilai tukar saat ini mendekati kondisi pada 1998, kondisi fundamental ekonomi Indonesia saat ini berbeda. Pada 1998, pelemahan rupiah disertai dengan krisis perbankan dan kontraksi ekonomi yang dalam. "Saat ini, meskipun terdapat tantangan, sistem perbankan lebih kuat dan cadangan devisa lebih memadai," ungkap Badiul.
Kebijakan intervensi BI di pasar valuta asing, obligasi, dan pasar forward domestik untuk menstabilkan rupiah termasuk BI juga mempertahankan suku bunga acuan di 5,75 persen dengan fokus pada stabilitas mata uang, sepertinya belum efektif. Dalam jangka pendek, pelemahan rupiah diperkirakan akan tetap berlangsung terutama menjelang Lebaran dan selama ketidakpastian global tetap berlangsung.
"Saat ini, pemerintah harus mengambil kebijak fiskal memeprkuat APBN dengan melakukan efisiensi belanja, dan mengoptimalkan pendapatan negara sebagai langkah meningkatkan kepercayaan investor,"pungkas Badiul
Direktur Eksekutir Indef Esther Sri Astuti menegaskan fenomena pelemahan rupiah menggambarkan bahwa ekonomi tidak baik. Pertama, suplai dollar AS lebih sedikit dibanding permintaan dollar AS. Kedua, lemahnya fundamental ekonomi karena utang luar negeri banyak sementara devisa sedikit. Ketiga, political instability, keempat, investor pesimis dan cenderung risk averse.
"Untuk menguatkan atau apresiasi nilai tukar maka harus perbanyak devisa lewat peningkatan ekspor, lalu stabilitas politik harus terjaga karena political announcement berpengaruh pada nilai tukar dan terakhir kebijakan ekonomi yang ekspansif," ungkap Esther.
Anda mungkin tertarik:
“Imported Inflation”
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudisthira mengatakan, kalau rupiah selalu melemah, maka efeknya adalah belanja pemerintah sangat tinggi, terutama yang berkaitan dengan preferensi kurs dollar, seperti belanja subsidi energi, belanja subsidi listrik, BBM kemudian LPG 3 kg.
"Artinya, beban ini akan menekan APBN di tengah situasi APBN sedang mengalami penurunan penerimaan perpajakan. Jadi, efeknya nanti ke defisit anggaran," ucap Bhima.
Kedua, tentu masyarakat akan terdampak dari pelemahan nilai tukar rupiah ini, karena biaya impor bahan baku akan naik, impor barang jadi juga akan naik dan produsen ataupun pedagang akan meneruskan ke konsumen berupa harga yang lebih tinggi, sehingga ini akan menciptakan imported inflation dan akan membuat daya beli masyarakat semakin menurun.