Koran-jakarta.com || Senin, 24 Mar 2025, 17:46 WIB

Rupiah Loyo, Investor Waspadai Kebijakan Tarif AS

  • Kurs Rupiah

JAKARTA - Rupiah kembali tak berdaya di hadapan dollar AS pada awal pekan ini. Pelemahan rupiah dipengaruhi sentimen dari global, terutama kekhawatiran pasar terhadap risiko perang dagang yang dipicu ulah pemerintah Amerika Serikat (AS). 

Ket. Ilustrasi - Uang rupiah dan dolar AS.

Doc: ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah

Karenanya, pelemahan tersebut harus di atasi karena dapat mengganggu sejumlah sektor lain, terutama perdagangan dan keuangan. 

Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan, Senin (24/3) di Jakarta melemah sebesar 66 poin atau 0,40 persen menjadi Rp16.568 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.502 per dolar AS.

Pengamat mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuabi menilai pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi sikap hati-hati investor terhadap potensi risiko dari tarif perdagangan Amerika Serikat (AS).

“Pelaku pasar menilai potensi risiko dari tarif perdagangan AS yang akan datang. Sentimen pasar bersikap hati-hati menyusul laporan bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk menerapkan pendekatan yang lebih selektif terhadap tarif timbal balik mulai 2 April,” ucapnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga melemah ke level Rp16.561 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.501 per dolar AS.

Trump pada Minggu (16/3) mengulangi ancamannya tentang tarif timbal balik dan sektoral yang akan dikenakan pada tanggal 2 April, sebuah langkah yang secara luas diperkirakan akan meningkatkan perang dagang global yang sedang terjadi.

Kendati begitu, pasar tak yakin seberapa besar Trump akan berkomitmen terhadap rencana penerapan tarif tersebut, mengingat ia telah mengubah langkah-langkah terhadap Kanada dan Meksiko pada awal bulan ini.

Untuk menghadapi berbagai kemungkinan, Tiongkok dan Uni Eropa telah mempersiapkan balasan terhadap AS dan diperkirakan bakal memberlakukan tindakan lebih ketat terhadap tarif timbal balik Trump.

Melihat sentimen dalam negeri, banyaknya perusahaan bangkrut dan berimbas terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran membuat Hari Lebaran pada tahun ini dibayangi sentimen daya beli masyarakat yang masih belum sepenuhnya pulih sejak akhir tahun lalu.

“Di 2024, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Mei hingga September 2024, yang ternyata berlanjut di dua bulan pertama 2025 ini,” kata Ibrahim.

Seperti diketahui, lanjut dia, Lebaran merupakan periode musiman yang selalu diharapkan oleh pelaku usaha untuk dapat meningkatkan bisnis sekaligus momentum mendorong konsumsi masyarakat.

“Pasalnya, perputaran uang selama periode lebaran biasanya cenderung meningkat dibandingkan bulan-bulan biasa, seiring dengan naiknya aktivitas belanja masyarakat, perjalanan wisata, dan konsumsi barang serta jasa. Bagi dunia usaha, Lebaran selalu menjadi salah satu pendorong penting bagi sektor ritel, pariwisata, akomodasi, makanan dan minuman, serta transportasi. Aktivitas mudik yang melibatkan ratusan juta masyarakat dari berbagai daerah biasanya memberikan efek berantai terhadap sektor-sektor tersebut,” ungkapnya.

Tim Redaksi:
A
M

Like, Comment, or Share:


Artikel Terkait