Ketua Asean Serukan Diakhirinya Perang
PM Laos, Sonexay Siphandone
Foto: AFP/Tang Chhin SothyVIENTIANE - Negara ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) tahun ini yaitu Laos, menyerukan diakhirinya perang di Myanmar, namun kelompok-kelompok pemberontak bersenjata menyebut hal tersebut tidak realistis, dan mengatakan bahwa junta militer yang berkuasa tidak menunjukkan keinginan untuk berdialog.
Dalam pernyataan pada Minggu (13/10) lalu, Laos menyerukan pembicaraan damai yang inklusif untuk mengakhiri perang saudara yang telah berkecamuk sejak militer mengambil alih kekuasaan dalam kudeta pada Februari 2021.
Laos juga meminta Myanmar untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengiriman bantuan kemanusiaan dan dialog nasional yang inklusif, dengan menggunakan konsensus lima poin Asean sebagai pedoman untuk menyelesaikan krisis politik di negara itu.
Kelompok-kelompok pemberontak di Myanmar dengan cepat menolak seruan tersebut dan mengatakan bahwa tanggung jawab ada di tangan junta. "Itu tergantung pada junta," kata Salai Htet Ni, juru bicara Tentara Nasional etnis Chin. "Bagaimana junta bisa fleksibel? Sebenarnya, junta gagal menerapkan salah satu dari lima poin konsensus yang diajukan Asean," imbuh dia seperti dikutip dari kantor beritaRFA, Senin (14/10).
Seruan Asean sangat tidak realistis karena tindakan junta, kata Lway Yay Oo, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), yang telah memerangi militer di bagian utara. TNLA akan mempertimbangkan dialog hanya jika militer meninggalkan politik setelah mengakui tanggung jawab atas kejahatan perang, kata dia.
Minim Hasilnya
Tidak lama setelah kudeta, Asean mengusulkan lima poin rencana perdamaian untuk Myanmar, yang disebut sebagai konsensus, termasuk gencatan senjata dan perundingan. Namun, para jenderal Myanmar mengabaikannya dan terus bertempur melawan aliansi yang terdiri dari pasukan etnis minoritas dan pejuang pro-demokrasi yang tahun ini telah meraih kemenangan di medan perang secara signifikan.
Pernyataan Asean tersebut mengundang kecaman dari pemerintah bayangan Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dibentuk oleh para pejabat yang digulingkan dalam kudeta militer.
"Alih-alih menuntut untuk menyelesaikan krisis secara damai, Asean seharusnya mendesak junta dan pemimpinnya, Min Aung Hlaing, untuk membebaskan semua tahanan politik tanpa syarat sebagai langkah pertama," kata Nay Phone Latt, juru bicara Kantor Perdana Menteri NUG.
Berbicara kepadaRFAdengan syarat anonim karena masalah keamanan, seorang narasumber pengamat urusan Asean mencatat bahwa meskipun blok tersebut telah terlibat dengan junta dalam upaya pembangunan perdamaian, namun amat minim hasilnya.
"Asean mungkin telah mempertimbangkan bahwa mereka dapat membujuk junta Myanmar untuk bergabung dalam dialog politik setelah mereka mengadakan pembicaraan di KTT, namun sayangnya blok ini belum membuat kemajuan apapun" kata narasumber itu.
Sedangkan seorang mantan perwira militer, yang juga menolak disebutkan namanya, mengatakan kepadaRFA bahwa dialog perdamaian yang menyeluruh hanya akan terjadi jika junta mendapatkan keuntungan militer yang signifikan atas pasukan oposisi.RFA/I-1
Berita Trending
- 1 Regulasi Baru, Australia Wajibkan Perusahaan Teknologi Bayar Media Atas Konten Berita
- 2 Ini yang Dilakukan Pemkot Jaksel untuk Jaga Stabilitas Harga Bahan Pokok Jelang Natal
- 3 RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
- 4 Segera diajukan ke Presiden, Penyederhanaan Regulasi Pupuk Subsidi Masuk Tahap Final
- 5 Terapkan SDGs, Perusahaan Ini Konsisten Wujudkan Sustainability Action Plan
Berita Terkini
- KPU RI Telah Tuntaskan Pemungutan Suara Ulang Pilkada 2024 Sesuai Aturannya
- Otorita IKN Berkoordinasi dengan Polda Kaltim untuk Pengamanan Objek Vital hingga Sistem Air Minum
- Penguasa Baru Suriah Serukan Warga Rayakan Kemenangan Revolusi
- Tiongkok: Filipina Lancarkan Provokasi dengan Dukungan AS
- Trump: Keterlibatan Korut di Perang Rusia jadi Faktor Menyulitkan