RI Harus Antisipasi Tren Penguatan Dollar dan Perubahan Kebijakan Perdagangan AS
Sri Mulyani Indrawat - Menteri Keuangan - Kebijakan tarif tinggi yang diusulkan Trump, termasuk ancaman tarif 100 persen untuk negara anggota BRICS dan kenaikan tarif sebesar 60 persen pada produk Tiongkok, berpotensi meningkatkan ketegangan geopolitik
Foto: istimewaJAKARTA– Pemerintah harus mewaspadai dampak kebijakan ekonomi dan politik Amerika Serikat (AS) pada 2025 seiring dengan kembalinya Donald Trump menjadi Presiden AS. Arah kebijakan Trump yang kemungkinan besar akan lebih akseleratif dibandingkan masa jabatan sebelumnya bisa berimplikasi signifikan terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers APBN KiTa edisi Desember 2024, di Jakarta, Rabu (11/12), mengatakan dari sisi anggaran atau fiskal, Trump akan populis dengan memotong pajak korporasi, tetapi di sisi lain juga akan memangkas banyak sekali benefit-benefit yang akan dinikmati masyarakat AS.
Dengan demikian, dari sisi keseimbangan fiskal harus dilihat kembali. Sedangkan , dari sisi politik, kebijakannya terkait imigrasi, konflik antara Russia dengan negara lain, maupun komitmen AS terhadap climate change juga akan berubah.
“Kebijakan tarif tinggi yang diusulkan Trump, termasuk ancaman tarif 100 persen untuk negara anggota BRICS dan kenaikan tarif sebesar 60 persen pada produk Tiongkok, berpotensi meningkatkan ketegangan geopolitik dan disrupsi rantai pasok global,” kata Menkeu.
Selain itu, kebijakan proteksionis AS dapat menahan laju penurunan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) hingga menyebabkan volatilitas harga komoditas global. Oleh karena itu, Menkeu menekankan pentingnya langkah antisipasi di tengah dinamika tersebut, terutama terkait tren penguatan dollar dan perubahan kebijakan perdagangan AS.
Indonensia, kata Menkeu, sebenarnya punya kesempatan memperkuat posisinya dalam ekonomi global dengan memastikan keamanan pangan dan energi. Selain itu, juga memosisikan Indonesia sebagai pemain kunci dalam jalur rantai pasok komoditas strategis.
Ambil Keuntungan
Pakar Hubungan Internasional Universitas Brawijaya (UB), Malang, Adhi Cahya Fahadayna, mengatakan AS di bawah Trump dengan visi utamanya “America First” dan “Make America Great Again”, akan memfokuskan negara itu pada kebijakan yang lebih isolationis. AS akan lebih tegas mempertahankan posisi dalam perang dagang dengan Tiongkok untuk melindungi industri nasionalnya, sehingga ekspektasi penguatan dollar AS akan terus berlanjut.
Kendati demikian, Indonesia memiliki peluang untuk meningkatkan posisi tawarnya dengan membina hubungan yang lebih strategis dengan Tiongkok, meskipun ini mungkin berdampak pada turunnya kredibilitas Indonesia di mata AS.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengatakan biasanya kebijakan Trump akan lebih protektif di dalam negeri dan untuk kebijakan luar negeri cenderung lebih agresif menyerang negara yang paling banyak impor ke AS.
Di sisi lain, Trump punya program friendshoring, merangkul negara-negara yang memberi benefit pada AS.Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko, mengatakan Indonesia bisa mengambil keuntungan jika Trump benar-benar mau merangkul negara yang menurutnya bisa memberi keuntungan.
“Potensi meningkatkan kerja sama cukup besar, mengingat AS merupakan salah satu mitra dagang terbesar. Dalam konteks hilirisasi, kerja sama yag dapat ditingkatkan adalah peningkatan investasi AS di Indonesia yang hasil produk setengah jadinya bisa diekspor ke AS sebagai input industri mereka,” katanya.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Akhirnya Setelah Gelar Perkara, Polisi Penembak Siswa di Semarang Ditetapkan Sebagai Tersangka
- 2 Jakarta Luncurkan 200 Bus Listrik
- 3 Krakatau Management Building Mulai Terapkan Konsep Bangunan Hijau
- 4 Kemenperin Usulkan Insentif bagi Industri yang Link and Match dengan IKM
- 5 Indonesia Bersama 127 Negara Soroti Dampak dan Ancaman Krisis Iklim pada Laut di COP29