Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 14 Des 2024, 08:52 WIB

Warga Riung Selamatkan Paus, Beri Pesan Konservasi untuk Dunia

Warga Marotauk, Riung, NTT secara bergantian menyiram punggung paus yang terdampar selama tiga hari

Foto: istimewa

JAKARTA-Pagi itu, Sumarlin Budu (33) bersama puluhan warga Marotauk, Desa Sambinasa Barat, Kec. Riung, Kab. Ngada, NTT (Nusa Tenggara Timur) dikejutkan dengan kemunculan binatang abu abu berukuran 15 meter di Teluk Labuan Kelambu.

Awalnya dikira itu sejenis buaya, sebab baru kali ini ada binatang sebesar itu. Bisa dipahami juga sebab Riung termasuk habitat Komodo. Namun, beberapa yang lainnya ragu sebab buaya tak mungkin sepanjang itu. Seiring berjalannya waktu penampakanya kian jelas. Itu paus.

Sumarlin bercerita, mulanya sejumlah warga berniat untuk membagi dagingnya. Bagaimana tidak, ini rezeki nomplok, dagingnya dapat dibagi ke semua warga kampung, bisa dijadiin lauk berhari hari bahkan.

Namun, dirinya berhasil mempersuasi warga yang lain bahwa itu tidak boleh, sebab paus termasuk mamalia laut yang dilindungi, meski ia sendiri belum bisa mengidentifikasi jenisnya. "Ini binatang dilindungi, kita harus selamatkan,"ucapnya ketika dihubungi Koran Jakarta, Jumat (13/12).

Warga pun segera berkoordinasi dengan kepolisian sektor Riung dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), NTT melalui Resor Konservasi Wilayah Riung dan pihak terkait lainnya untuk mengevakuasinya.

Paus itu terdampar selama 3 hari, dari minggu hingga Selasa, (8-10 Desember). Memang menyita waktu, dan menguras energi. Untuk mengevakuasinya juga tak mudah, apalagi saat air surut, terpaksa harus menunggu air pasang. Sembari menunggu, bersama beberapa warga lainnya, Sumarlin menyiram punggung paus dengam ember. Sebab ia tak kuat menahan kering, harus selalu basah.

"Saya masih pake baju Melki-Joni saat menyiramnya kaka,"cerita Sumarlin sembari mengirim foto saat lagi di punggung paus untuk menyiram. Adapun Melki-Joni merujuk merujuk pada pasangan gubernur dan wakil gubernur terpilih NTT, Melki Laka Lena dan Joni Asadoma. Maklum baru habis Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Sumarlin masih kebawa euforianya.

Dari penuturan Sumarlin pula, ada sekitar puluhan luka di badan paus itu, salah satu sayapnya juga sulit digerakan. Namun berdasarkan keterangan dokter hewan Dinas Peternakan Kab. Ngada, secara umum kondisinya masih normal. 

Sebenarnya kata Sumarlin, ada dua ekor paus, tetapi satunya lagi cepat kembali ke tengah lautan, sementara satunya terdampar hidup. Selanjutnya, paus yang terdampar itu berhasil dievakuasi ke tengah lautan dengan bantuan dua kapal motor sebagai pengerak utama yang diikat dengan tali tambang. Puluhan warga Marotauk terlibat aktif membebaskannya.

Prinsip Keberlanjutan

Pria kelahiran 1 Desember 1991 itu bercerita dirinya pernah menjadi security di Jakarta dari 2015-2020, tepatnya di jalan Sudirman. Awalnya berniat untuk kuliah, namun karena pandemi diberhentikan. Ia pun balik ke Riung kembali menjadi petani.

Berbekal pengalamannya merantau, dia pun tahu binatang binatang mana yang dilindungi. Makanya bisa meyakinkan warga kampung untuk tidak membagi daging paus.

Kepada Sumarlin, Koran Jakarta mengapresiasi semua warga yang terlibat dalam evakuasi itu. Sebab langkah itu sesuai dengan tujuan pembangunan berlanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) khususnya poin ke 13 dan 14 terkait penanganan perubahan iklim dan ekosistem lautan. SDGs adalah kesepakatan global dan nasional yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 

Peneliti di University of Washington, Dr. Sue Ellen Moore mengatakan pengaruh ekologis sebagai penyebab utama populasi jenis paus abu-abu menurun drastis. Sekitar 600 paus mati yang tercatat dari 2019 sampai 2022. Memang banyak faktor mengapa populasi paus menurun, termasuk karena perburuan manusia.

Senyatanya, kejadian paus terdampar bukan baru kali ini terjadi. September lalu sekitar 50 paus terdampar di kecamatan Puleman, Alor, NTT. Lembaga konservasi mamalia laut, Whale Stranding Indonesia, melaporkan ada 568 kejadian hewan terdampar di Indonesia selama periode 1995-2021 konservasi mamalia laut. Yang paling menggenaskan, September 2020, ada 400 ekor lebih paus pilot terdampar di pesisir selatan Australia. Semuanya mati.

Terkait mencintai lingkungan ini, Dosen Teologi Moral Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara Jakarta, Frumensius Gions OFM mengatakan bahwa mencintai lingkungan itu bukanlah pilihan tetapi sesuatu yang melekat dalam diri manusia. "Mencintai lingkungan termasuk isi bumi itu sesuatu yang inheren dalam diri manusia,"tegasnya ketika ditanyai pandangannya terkait krisis ekologi.

Indonesia termasuk beruntung, sebab di antara banyak negara dunia, RI menjadi habitat mamalia laut ini. Karena itu perlunya edukasi bagi masyarakat/nelayan lokal terkait paus ini. Pendekatan seperti ini kerap dilakukan di Peru, Amerika Selatan agar warga lokal turut melindungi mamalia ini dari ancaman kepunahan. 

Dari warga Marotauk, Riung, kita perlu belajar bahwa mencintai lingkungan itu tidak perlu dengan teori yang jelimet dan mumet, tidak perlu dengan diskusi bertele tele di dalam ruangan. Warga Riung tak tahu apa itu Tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) istilah keren yang kerap dibahas di meja meja pejabat dan orang orang pintar. Yang mereka tahu, bagaimana menyelamatkan binatang yang mau punah. Hanya itu!

Redaktur: Lili Lestari

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.