Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Dr. Saptarining Wulan Pakar Diversifikasi Pangan dan Dosen Gastronomi Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti

Pertanian Pangan Kita Melawan Alam

Foto : ISTIMEWA

Dr. Saptarining Wulan Pakar Diversifikasi Pangan dan Dosen Gastronomi Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti

A   A   A   Pengaturan Font

Betul. Jadi kita tidak hanya tergantung pada satu macam produk makanan pokok, tapi beraneka macam. Kita memiliki banyak pilihan dan hampir di semua daerah memiliki potensi pangan yang luar biasa sebagaimana telah disebut di atas.

Lalu, bagaimana ceritanya kok kita akhirnya bergantung pada satu produk pangan saja seperti beras?

Nah… ini menarik dan ceritanya juga cukup panjang. Seiring dengan berjalannya waktu, untuk menjaga ketahanan pangan, keamanan nasional, ketahanan nasional, maka muncullah program beras untuk orang miskin (Raskin) yang dibagikan dari pemerintah kepada yang berhak. Akhirnya, semua warga Indonesia didorong mengonsumsi beras, sepeti mengabaikan potensi pangan di daerah-daerah tadi. Dari sinilah cikal bakal awal ketergantungan pangan kita pada beras. Karena masyarakat yang dulunya konsumsi pangannya tergantung dari komoditas alam di sekitarnya, pelan-pelan diubah menjadi konsumsi beras melalui program Raskin.

Wah… wah… dampaknya parah juga ya?

Ya. Saat ini ketergantungan kita terhadap beras sangat tinggi, sehingga pemerintah sering kerepotan untuk memenuhi kebutuhan beras. Bukan hanya beras, tapi ketergantungan kita terhadap gandum juga sangat tinggi. Kita menjadi importir gandum terbesar di dunia, mengalahkan Mesir yang dulunya adalah importir gandum terbesar dunia. Tepung terigu yang berasal dari gandum, mayoritas di Indonesia digunakan untuk bahan membuat mi, roti dan biskuit. Salah satu produk mi instan di Indonesia, tahun kemarin adalah ulang tahun yang ke-50, bahkan restoran waralaba dari Amerika juga tahun kemarin ulang tahun yang ke-30. Jadi, kita bisa sadari bahwa konsumsi gandum kita sudah setengah abad, mengalahkan makanan pokok dari nenek moyang kita yang sudah ribuan tahun, hanya tergeser dengan produk komoditas pendatang dari luar negeri yang usianya baru 50-an tahun masuk di Indonesia. Hal ini juga merupakan bentuk kapitalisme di bidang pangan di mana masyarakat kita sangat cinta dan bangga sekali dengan produk mi instan tersebut, seolah-olah murni produk kita sendiri, namun bahan dasarnya 100 persen impor, yaitu tepung terigu yang berasal dari gandum.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Redaktur Pelaksana
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top