Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mendambakan Keseimbangan Kekuasaan, Masih Bisakah Berharap pada Oposisi?

Foto : ANTARA/Hendra Nurdiyansyah

Aksi bangun oposisi rakyat di Yogyakarta.

A   A   A   Pengaturan Font

Pendekatan oposisi radikal bisa mengorbankan demokrasi karena menempuh langkah-langkah ekstrem untuk segera mengakhiri masa jabatan presiden. Misalnya berkomplot dengan militer untuk melancarkan kudeta, memboikot pemilu, dan melakukan demonstrasi yang lebih menonjolkan aksi-aksi kekerasan.

Turki dan Venezuela menjadi contoh bagaimana strategi oposisi justru berakibat pada kemunduran demokrasi. Ini tentunya menjadi ironi oposisi sebagai kekuatan penopang demokrasi.

Anomali oposisi di Indonesia

Kehadiran oposisi merupakan kondisi alami di negara demokrasi dengan sistem kepartaian terbatas, atau dua partai, dan garis ideologi yang jelas; liberal vs konservatif ataupun kiri vs kanan.

Umumnya, pihak yang kalah dalam pemilu secara otomatis menjadi oposisi. Namun, demokrasi di Indonesia belum memunculkan kohesi (keserasian) kekuatan oposisi, terutama sejak Reformasi 1998. Kehadiran oposisi cenderung tidak diinginkan oleh para elite politik. Bahkan, seringkali partai oposisi itu sendiri yang "tidak betah" menjadi oposisi dan pada akhirnya masuk ke kubu pemerintah.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top