Kota dan Desa Sangat Timpang
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka kemiskinan di Indonesia pada September 2019 tercatat sebesar 24,79 juta orang. Angka tersebut turun 9,22 persen dibandingkan catatan pada Maret 2019 sebanyak 25,14 juta jiwa.

Ket.
Doc: ANTARA/Galih Pradipta
"Jumlah penduduk miskin dari Maret ke September itu turun sebesar 360 ribu orang," ujar Kepala BPS, Suhariyanto, di Jakarta, Kamis (15/1).
Suhariyanto mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan penduduk miskin di Tanah Air yakni rata-rata upah nominal buruh tani per hari pada September 2019 yang naik. Kenaikan upah buruh tani mencapai 1,02 persen dibandingkan Maret 2019 dari 53.873 rupiah menjadi 54.424 rupiah.
Selain itu, rata-rata upah nominal buruh bangunan per hari pada September 2019 juga naik 0,49 persen dibandingkan Maret 2019 dari 88,673rupiah menjadi 89.072 rupiah. Tingkat inflasi umum, lanjut dia, juga terbilang rendah sebesar 1,84 persen selama periode Maret-September 2019.Selain inflasi, nilai tukar petani (NTP) pada September 2019 berada di atas 100 yakni mencapai 103,88.
Penurunan penduduk miskin juga didorong oleh harga eceran yang turun pada beberapa komoditas pokok di antaranya beras turun 1,75 persen, daging ayam ras (2,07 persen), minyak goreng (1,59 persen), telur ayam ras (0,12 persen) dan ikan kembung (0,03 persen).
Selain itu, terjadi peningkatan cakupan penerima program bantuan pangan nontunai yang terealisasi pada triwulan III 2019 mencapai 509 kabupaten/kota atau naik 289 kabupaten/kota dibandingkan triwulan I 2019.
Sementara itu, persentase sebaran jumlah penduduk miskin masih paling banyak di wilayah Maluku dan Papua sebesar 20,39 persen mencapai 1,5 juta orang, disusul Bali dan Nusa Tenggara serta Sulawesi.
Sementara itu, di Jawa Barat, jumlah penduduk miskin per September 2019 tercatat mencapai 3,38 juta jiwa atau mencapai 6,82 persen dari jumlah warga Jabar. Jumlah itu turun 23,27 ribu jiwa dibandingkan Maret 2019 atau 163,51 ribu jiwa ketimbang periode sama tahun sebelumnya.
"Komoditas makanan terhadap garis kemiskinan ternyata sangat dominan dibandingkan peran komoditi bukan makanan. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih didominasi pengeluaran untuk kebutuhan makanan dibandingkan kebutuhan bukan makanan," ujar Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Jabar, R Gandari Adianti, di Bandung, Jabar, kemarin.
Anda mungkin tertarik:
Secara total peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 73,23 persen.
Ketimpangan Masih Lebar
Meski demikian, lanjutnya, Indonesia dihadapkan oleh banyak persoalan, terkait tingkat kemiskinan di dalam negeri. Diantaranya ketimpangan tingkat kemiskinan yang relatif lebar antara perdesaan dan perkotaan.
"Pada September 2019, daerah kota memiliki persentase kemiskinan 6,56 persen, sedangkan di desa hampir dua kali lipatnya, sekitar 12,60 persen. Jadi, kita masih perlu berupaya lebih keras lagi untuk menurunkan kemiskinan di desa yang mayoritas bekerja di sektor pertanian," jelasnya.
Ketimpangan antara desa dan kota juga tergambar dari angka gini rasio pada September 2019 di mana pada kelompok 40 persen pendapatan terbawah masih aman di angka 17,71 persen. Di daerah perkotaan, angkanya tercatat sebesar 16,90 persen (0,391), sedangkan di desa tercatat 20,66 persen (0,315).
tgh/uyo/E-10