
Hardjuno Wiwoho: Danantara Harus Transparan, Hukuman Mati bagi Koruptor Jadi Salah Satu Syarat
Foto: Dok. istimewaJAKARTA – Pengamat hukum Hardjuno Wiwoho menyoroti UU No. 1 Tahun 2025 yang membatasi kewenangan BPK dalam mengaudit BPI Danantara, kecuali atas permintaan DPR. Ia menegaskan bahwa jika Danantara ingin dikelola seperti Temasek di Singapura, maka standar penegakan hukum dan etika pejabat juga harus mengikuti negara maju.
Menurutnya, Indonesia masih terjebak dalam sistem yang penuh korupsi dengan kasus-kasus bernilai fantastis yang terus berulang. "Korupsi harus diberantas, indeks persepsi korupsi Indonesia harus naik hingga setara dengan negara maju. Hanya dengan itu rakyat bisa percaya bahwa Danantara benar-benar akan dikelola secara profesional," ujarnya.
Hardjuno menilai bahwa tanpa langkah konkret, pengelolaan Danantara hanya akan menjadi celah baru bagi oligarki. Ia menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset agar negara bisa merebut kembali uang hasil korupsi. Selain itu, penerapan pembuktian terbalik harus diberlakukan bagi pejabat negara, BUMN, dan Danantara agar siapapun yang memiliki harta di luar kewajaran wajib membuktikan keabsahannya. "Kalau ingin meniru negara maju, buktikan keseriusan dalam menindak para pejabat yang hidup di luar batas kewajaran," katanya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa hukuman mati harus diterapkan bagi koruptor yang merampok dana publik dalam jumlah besar. Menurutnya, tanpa hukuman yang memberi efek jera, korupsi akan tetap merajalela. "Saat BPK kehilangan kewenangannya lalu rakyat diminta percaya begitu saja, itu sama saja dengan menaruh nasib mereka di mulut buaya," tegasnya.
Sebagai perbandingan, ia menyoroti bagaimana Temasek Holdings di Singapura menerapkan transparansi tinggi dengan audit tahunan yang dilakukan oleh KPMG LLP sejak 2008. Namun, ia menekankan bahwa pengawasan dan etika pejabat di Singapura sangat berbeda dengan di Indonesia. Singapura dikenal dengan indeks persepsi korupsi yang tinggi serta sistem hukum yang ketat terhadap koruptor. Pejabat publik di sana tunduk pada standar etika tinggi dengan pengawasan ketat dan ancaman hukuman berat bagi pelanggar hukum.
Di sisi lain, Indonesia masih bergulat dengan korupsi yang meluas dan sistem pengawasan yang lemah. Hardjuno menilai bahwa membandingkan Danantara dengan Temasek tanpa reformasi penegakan hukum adalah kekeliruan. "Kita ingin Danantara dikelola secara profesional seperti Temasek, tetapi jika korupsi masih merajalela dan tidak ada ketegasan dalam pemberantasannya, maka ini hanya akan menjadi celah baru bagi oligarki untuk menggerogoti uang rakyat," tutupnya.
Berita Trending
- 1 Ini Tujuh Remaja yang Diamankan Polisi, Diduga Terlibat Tawuran di Jakpus
- 2 Cemari Lingkungan, Pengelola 7 TPA Open Dumping Bakal Dipidana
- 3 Penerbitan Surat Edaran THR Ditunda
- 4 Regulasi Jaminan Sosial Dirombak, Ini Aturan Baru dari Menaker
- 5 Peran TPAKD Sangat Penting, Solusi Inklusi Keuangan yang Merata di Daerah
Berita Terkini
-
Masyarakat Perlu Waspada, BPOM Temukan Takjil dengan Pewarna Berbahaya di Benhil
-
Pemerintah Kabupaten Natuna Berjanji Membayar TPP ASN November dan Desember 2024
-
Masjid di Aceh Bagikan 'Kanji Rumbi' Gratis selama Ramadan
-
Puskesmas Timika Jaya buka pos layanan di dua kampung
-
Polri Membuka “Hotline” 110 guna Memberi Layanan Maksimal bagi Pemudik