Hapus Ekonomi Biaya Tinggi
Foto: istimewaEkosistem logistik nasional belum efisien baik dari sisi waktu maupun biaya. Padahal masalah ini sudah diwanti-wanti Presiden Joko Widodo sejak empat tahun lalu. Tapi, ego sektoral masih dominan sehingga menimbulkan biaya tinggi. Tahun 2018, Logsitic performance index Indonesia masih peringkat 46, jauh di bawah Singapura, Tiongkok, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan India. Begitu pula peringkat trading across borders Indonesia masih stagnan di peringkat 116 dalam dua tahun terakhir.
Biaya logistik Indonesia masih tertinggi dibanding lima negara Asean lain, yakni 24 persen dari produk domestik bruto atau setara 3.560 triliun rupiah. Padahal biaya logistik dan transportasi merupakan komponen terbesar. Biaya transportasi yang tidak reliable akan membuat biaya inventori semakin meningkat.
Ini menjadi keprihatinkan Presiden Joko Widodo, yang disampaikan kepada bawahannya saat rapat terbatas Penataan Ekosistem Logistik Nasional, melalui video conference dari Istana Bogor, Rabu (18/3). Presiden minta jajarannya agar fokus memperbaiki ekosistem logistik nasional. Apalagi saat ini pertumbuhan ekonomi nasional sangat tertekan dan bebannya makin berat akibat perang dagang global dan ancaman virus korona.
Birokasi memang masih berbelit-belit dan ruwet di segala sektor. Masih banyak pengulangan, duplikasi, dan ego sektoral kementerian/lembaga. Semua masih berjalan sendiri-sendiri, tak terintegrasi. Belum ada sistem terintegrasi dari hulu ke hilir. Contoh, penempatan terminal pelabuhan, depo container banyak yang belum strategis dan tidak tepat lokasi. Ini memperbesar inefisiensi dan memperjauh pergerakan barang. Kedatangan kapal sampai masuk ke gudang baik untuk ekspor maupun impor, masih bolak-balik.
Swasta dan pemerintah memiliki ekosistem terpisah-pisah. Padahal pemerintah sudah membentuk Indonesia National Single Window (INSW) yang dikelola Kemenko Perekonomian, serta Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) yang dipegang Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Sementara itu, swasta sudah memiliki e-warehouse, e-shipping, e-tracking, dan berbagai layanan elektronik lainnya yang sifatnya dikelola masing-masing pihak. Padahal ekosistem logistik nasional merupakan perwujudan e-logistics yang dicanangkan pemerintah menjadi platform yang mewadahi seluruh aktivitas logistik agar mempermudah pengawas serta menurunkan biaya.
Akibatnya, ekonomi Indonesia terus dihantui persoalan efisiensi produktivitas. Kegiatan ekonomi di sektor apa pun selalu cenderung dihantui biaya ekonomi tinggi. Dampaknya, secara makro dan mikro jelas, daya saing ekonomi nasional rendah.
Tapi, kita tidak boleh menyerah. Walaupun ekonomi biaya tinggi bersifat laten, kalau sepakat untuk menempatkan Indonesia sebagai emerging economy yang kompetitif di kawasan regional dan global, kita harus terus berupaya menghapuskannya. Ini harus diselesaikan secara holistik dari level makro hingga mikro. Sasaran utamanya berdasarkan faktor outcome economy terkonversi ke dalam efisiensi dan produktivitas.
Kita tentu tidak boleh dan tidak mau berlama lama memikul beban berat akibat ekonomi biaya tinggi ini karena akan merugikan kepentingan banyak pihak. Apalagi peringatan ini sudah disampaikan Presiden empat tahun lalu.
Secara makro, kesempatan pemerintah meningkatkan pendapatan negara dari pajak akan tertekan akibat efisiensi di tingkat mikro. Bisnisnya rendah sehingga tingkat keuntungan perusahaan tidak optimal. Bahkan ada yang rugi. Dampak ekonomi biaya tinggi tentu saja menyebabkan para pengusaha sektor riil tidak berminat mengembangkan bisnisnya di sektor-sektor produksi karena keuntungannya rendah dan return-nya lama. Mereka beralih fungsi menjadi lebih memilih mengapitalisasi asetnya di pasar uang dan modal.
Penulis: Arip, CS Koran Jakarta, Dika, Dimas Prasetyo, Dio, Fathrun, Gembong, Hamdan Maulana, Hayyitita, HRD, Ichsan Audit, Ikn, Josephine, Kelly, Khoirunnisa, Koran Jakarta, Leni, Lukman, Mahaga, Monic, Nikko Fe, Opik, Rabiatul Adawiyah, Rizky, Rohmad, Sujar, Tedy, User_test_2, Wahyu Winoto, Wawan, Zaky
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Pastikan Pembangunan IKN Akan Terus Berlanjut hingga 2029
- 2 Danantara Jadi Katalis Perekonomian Nasional, Asalkan...
- 3 Ekonom Sebut Pembangunan IKN Tahap II Perlu Pendekatan yang Lebih Efisien
- 4 Gugatan Lima Pasangan Calon Kepala Daerah di Sultra Ditolak MK
- 5 Uang Pecahan Seri Anak-Anak Dunia 1999 Tak Lagi Berlaku, Ini Cara Penukarannya