Duh! Stres Ternyata Bisa Menular, Ini Penjelasannya
Ilustrasi
Foto: FreepikStres merupakan suatu yang biasa dialami sebagian besar orang pada suatu waktu dalam hidupnya. Meski dianggap sebagai gejolak pribadi, stres disebut bisa tertular dari orang lain.
Stres merupakan respons fisiologis, emosional, dan psikologis yang timbul ketika seseorang mengalami tekanan atau tuntutan yang melebihi kemampuan atau sumber dayanya untuk mengatasinya. Kondisi tersebut bisa terjadi karena berbagai hal, seperti tuntutan pekerjaan, masalah keuangan, konflik interpersonal, atau peristiwa kehidupan yang mengganggu seperti kematian, perceraian, atau penyakit serius.
Stres Bisa Menular
Menurut sebuah makalah tahun 2014 dalam jurnal Psychoneuroendocrinology, stres juga dapat ditularkan dari orang lain dalam situasi yang penuh tekanan. Menurut para peneliti, melihat orang lain mengalami stres dapat membuat tubuh sendiri melepaskan kortisol, hormon stres.
Disebut "stres empati", hal ini terjadi lebih mudah ketika seseorang melihat orang yang dicintai atau orang terdekatnya mengalami kesusahan, menurut penelitian tersebut. Namun, hal ini juga dapat terjadi ketika melihat orang asing menderita.
"Sangat mungkin untuk (secara tidak sadar) merasakan emosi orang lain, terutama emosi negatif," kata Tara Perrot, seorang profesor psikologi dan ilmu saraf di Dalhousie University di Kanada, kepada Live Science, dikutip dari Medical Daily, Rabu (8/3).
"Hal ini akan dipilih dalam evolusi kita di masa lalu karena akan memberikan cara non-verbal untuk mengomunikasikan bahaya dan rasa takut," lanjutnya.
Penelitian lain pada 2013 di jurnal Current Biology, menunjukkan bahwa emosi dapat "menyebar" dari satu orang ke orang lain melalui "mirror neurons", yaitu sel-sel otak yang terstimulasi saat melihat seseorang melakukan suatu tindakan. Contoh umum dari hal ini adalah menguap, yang memicu orang lain untuk membalas tindakan tersebut.
"Jika seseorang panik, mereka berada dalam kondisi stres," ujar Joe Herbert, seorang profesor ilmu saraf di University of Cambridge, Inggris.
"Kepanikan dapat menyebar ke seluruh komunitas, seperti halnya rasa takut atau cemas, terlepas dari apakah ada penyebab yang sebenarnya," tambahnya.
Herbert menjelaskan, respons stres bersifat adaptif. Artinya, seseorang dapat melatih pikiran untuk bereaksi secara positif terhadap pemicu stres.
"Empati yang tinggi akan meningkatkan kesadaran akan emosi orang lain. Bagaimana hal ini mempengaruhi orang yang melihatnya akan tergantung pada keadaan. Hal ini mungkin hanya akan menimbulkan bantuan, namun bisa juga menimbulkan stres tergantung pada tuntutan yang ditimbulkannya pada orang kedua. Pemimpin yang baik dan bahkan orang tua dapat belajar untuk tidak menangkap stres orang lain, dan sebaliknya, cukup menghadapi situasi yang ada," ucapnya.
Stres Ada Manfaatnya
Seringkali dihindari banyak orang, stres bukanlah penjahat seperti yang dibayangkan. Stres memainkan peran penting dalam mempersiapkan tubuh untuk menghadapi situasi berbahaya.
"Respons stres sangat bermanfaat. Hal ini mempersiapkan tubuh dan otak kita untuk menghadapi pemicu stres yang ada. Jika seekor singa menerkam Anda, Anda akan memberikan respons stres yang kuat yang membebaskan glukosa dari simpanan, meningkatkan detak jantung, dan menurunkan fungsi-fungsi yang tidak penting seperti pencernaan," ujar Perrot.
Namun, stres karena setiap hal kecil dapat menyebabkan lebih banyak kerusakan daripada kebaikan bagi tubuh.
"Ada banyak kerepotan sehari-hari yang akhirnya dianggap orang sebagai stres dan respons stres dapat terjadi terlalu sering, yang dapat merusak tubuh dan otak," tutur Perrot.
Redaktur: Fiter Bagus
Penulis: Rivaldi Dani Rahmadi
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pemerintah Siapkan Pendanaan Rp20 Triliun untuk UMKM-Pekerja Migran
- 2 KPU: Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih Jakarta pada Kamis
- 3 Hari Kamis KPU tetapkan Gubernur
- 4 Kabar Gembira untuk Warga Jakarta, Sambung Air PAM Baru Kini Gratis
- 5 Perluas Akses Permodalan, Pemerintah Siapkan Pendanaan Rp20 Triliun untuk UMKM hingga Pekerja Migran