Dheky Wijaya Tegaskan Pentingnya Penerapan Pancasila dalam Penyelesaian Sengketa Organisasi Advokat
Ketua Umum PPKHI, Dheky Wijaya.
Foto: Koran Jakarta/Henri PelupessyJAKARTA – Ketua Umum Perhimpunan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI), Dheky Wijaya, menegaskan sebagai seorang menteri, yang lebih diutamakan seharusnya adalah memberikan solusi konkret bagi negara, bukan sekadar mengulang isu yang sudah basi.
Dheky menegaskan pentingnya penerapan Pancasila dalam penyelesaian sengketa organisasi advokat. Ia menyoroti permasalahan yang tengah dihadapi oleh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang saat ini terpecah menjadi tiga versi yang berbeda.
Dheky menyarankan agar menteri yang bersangkutan, lebih fokus pada upaya mendamaikan Peradi sebelum melangkah ke isu-isu lainnya yang lebih besar.
Menurutnya, untuk menyelesaikan perpecahan tersebut, pendekatan yang bijaksana sangat diperlukan.
"Sebagai pemimpin, tidak hanya perlu adil, tetapi juga bijaksana dalam menyelesaikan masalah. Terutama masalah internal Peradi yang telah terpecah, yang harus diselesaikan dengan pendekatan yang bijak dan menyeluruh," ujar dia dalam keterangannya, Minggu (8/12).
Ia juga mengingatkan pentingnya penerapan prinsip Pancasila dalam sistem hukum Indonesia, di mana setiap keputusan hukum harus berdasarkan pada prinsip keadilan dan kebijaksanaan.
Dalam kesempatan tersebut, Dheky Wijaya mengingatkan Yusril Ihza Mahendra sebaiknya lebih memahami sejarah organisasi advokat.
Ia merujuk pada pertemuan Rakernas Peradi yang dipimpin Otto Hasibuan di Bali yang terkait dengan SKMA Nomer 73 Tahun 2015.
Dheky mengungkapkan, perpecahan yang terjadi pada Munas Peradi di Makassar pada 2015 menjadi faktor utama mengapa rekonsiliasi belum terwujud hingga saat ini. Bahkan dirinya sendiri menjadi saksi dari perpecahan tersebut.
Meskipun ada upaya rekonsiliasi yang melibatkan berbagai pihak, seperti Otto Hasibuan, Juniver, dan Luhut dengan Menteri Yossana sebelumnya, hingga kini belum ada kemajuan signifikan.
“Munas bersama yang disepakati untuk menyelesaikan persoalan ini tampaknya sulit terealisasi,” tambahnya.
Hal ini menunjukkan bahwa masalah internal Peradi masih jauh dari selesai.
Dheky mengingatkan tentang keberadaan Peradi sebagai wadah tunggal organisasi advokat, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Advokat Nomer 18 Tahun 2003.
Ia mencatat meskipun amanat undang-undang menyebutkan Peradi seharusnya terbentuk dalam waktu dua tahun sejak diundangkannya UU tersebut pada 5 April 2003, kenyataannya Peradi baru terdaftar sebagai badan hukum pada 5 September 2005, melewati batas waktu yang ditentukan.
Selain itu, delapan organisasi advokat yang ada dalam UU Advokat tersebut tidak pernah mengakui Peradi sebagai satu-satunya wadah di bawah naungannya.
Sebagai penutup, Dheky berharap agar ke depannya, semua pihak yang terlibat dalam organisasi advokat lebih mendalami prinsip keadilan dan kebijaksanaan dalam penyelesaian sengketa.
"Harapannya, penyelesaian sengketa tidak hanya menghasilkan solusi formal, tetapi juga solusi yang adil bagi semua pihak," pungkasnya.
Pernyataan ini diungkapkan oleh Dheky Wijaya dalam rangka mendorong penyelesaian yang lebih bijaksana dan adil terhadap permasalahan yang ada dalam organisasi advokat, sekaligus memperkuat penerapan Pancasila dalam sistem hukum Indonesia.
Berita Trending
- 1 Selama 2023-2024, ASDP Kumpulkan 1,72 Ton Sampah Plastik
- 2 Kemenperin Desak Produsen Otomotif Tiongkok di Indonesia Tingkatkan Penggunaan Komponen Lokal
- 3 Jepang Siap Dukung Upaya RI Wujudkan Swasembada Energi
- 4 Irena Sebut Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
- 5 Perkuat Kolaborasi, PM Jepang Dukung Indonesia untuk Jadi Anggota Penuh OECD