Tanpa Kedaulatan Pangan, Akan Sulit Mencapai Pemerataaan Ekonomi
Menuju Pertanian Modern I Seorang petani membajak sawah menggunakan mesin traktor di areal persawahan Desa Biccoing, Tonra, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, Kamis (31/10). Kementerian Pertanian mengajak seluruh petani yang ada di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan untuk merevolusi sektor pertanian dengan menerapkan sistem teknologi modern untuk menuju pertanian modern sebagai upaya memastikan pertanian Indonesia semakin maju.
Foto: ANTARA/Andri SaputraJAKARTA - Indonesia harus mulai beralih ke cara-cara modern bila ingin meningkatkan produktivitas pertanian. Menteri Koordinator bidang Pangan (Menko Pangan), Zulkifli Hasan, mengatakan ada beberapa strategi yang disiapkan untuk mencapai target swasembada pangan pada 2028. Perbaikan di berbagai sektor pertanian menjadi salah satu pendorong percepatan swasembada pangan, mulai dari benih, pupuk, dan irigasi. "Semua harus kita perbaiki kalau kita mau optimal," kata Zulkifli di Subang, Jawa Barat, Kamis (31/10).
Selain itu, tidak ketinggalan pentingnya memanfaatkan inovasi teknologi di bidang pangan seperti penggunaan mesin panen padi, penebaran pupuk dengan drone, dan lainnya. Menurut Zulkifli, banyak teknologi pertanian yang kini bisa diadopsi oleh para petani maupun kelompok tani.
Menanggapi target swasembada pangan itu, pemerhati isu pangan Sustainability Learning Center (SLC), Hafidz Arfandi, mengatakan untuk menuju swasembada pangan harus melakukan perbaikan dari hulu ke hilir. Kuncinya adalah mengerjakan tiga hal besar. Pertama, pembinaan dan pemberdayaan petani dan kelompok tani, di mana petani menjadi faktor kunci dari keberhasilan pertanian.
- Baca Juga: Menag: Guru adalah Obor Penyinar Kegelapan
- Baca Juga: Pelatihan robotika siswa
Petani dapat didampingi untuk memanfaatkan berbagai perangkat teknologi tepat guna yang lebih efektif, efisien, namun biayanya terjangkau sehingga produktivitasnya meningkat. "Dengan demikian, faktor waktu dan biaya akan turun sehingga mampu meningkatkan marjin dan kesejahteraa petani," katanya.
Kedua, penyiapan infrastruktur pertanian, mulai dari irigasi dari bendungan sampai ke irigasi teknis perlu diperkuat. "Dukungan teknologi juga perlu baik dari sisi teknis maupun aspek nonteknis, misalnya presisi informasi cuaca menggunakan data satelit untuk memproyeksikan curah hujan, suhu, dan lain sebagainya untuk mengantisipasi perlakuan tanam dan penyesuaian varietas yang ditanam," katanya.
Ketiga yang tidak kalah penting adalah inovasi di bidang bibit dengan rekayasa genetika yang menyesuaikan dengan tantangan iklim dan kondisi tanah, rekayasa genetika untuk herbisida dan pestisida yang lebih ramah lingkungan, inovasi mikroorganisme yang ramah lingkungan untuk pengenalan pupuk organik secara masif.
"Dengan demikian, diharapkan biaya menurun, hasil lebih optimal dan tahan terhadap perubahan iklim," ungkapnya. Hal yang tidak kalah penting adalah penataan tata niaga pascapanen, di mana harus ada usaha distruptif dari pemerintah untuk merevitalisasi fungsi koperasi unit desa (KUD) dan Bulog yang lebih kontekstual dengan tantangan era sekarang. Pemanfaatan sistem informasi pasar dan dukungan pembiayaan pertanian, termasuk penyediaan alat-alat komunal yang bisa disediakan secara efektif.
Logika hibah pemerintah untuk pertanian yang sering acak-acakan karena faktor tender yang menghasilkan ketidaksesuaian perlu diatasi dengan model bisnis yang serius dikembangkan. Petani- petani milenial tidak mesti diasosiasikan mereka yang turun ke sawah, tetapi juga mereka yang membangun sistem tata niaga pertanian dan menyediakan berbagai pendukung pertanian, sisi ini perlu dikembangkan.
Mitigasi hama dan penyakit juga perlu disiapkan dengan adanya sistem informasi yang realtime dan kerja-kerja riset pertanian yang tekoneksi dengan para ahli, sehingga bila terjadi masalah pertanian yang berdampak luas dapat segera ditangani. "Dengan kesejahteraan petani dan tata niaga yang baik, hasil pertanian akan jauh lebih kompetitif dari komoditas impor," katanya.
Perbaiki Tata Kelola
Pupuk Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Rizal Edi Halim, mengatakan untuk mengejar target swasembada tidak hanya terkait penyiapan pupuk subsidi, tetapi juga pengelolaan tata niaga pupuk itu sendiri.
Selain memperbaiki tata kelola pupuk di prapanen perlu juga diperhatikan pascapanen, sebab selama ini juga pascapanen tidak ditata dengan baik. Masalah yang tak kalah penting juga, lanjut Rizal, ialah kebijakan swasembada pangan ini akan dihadapkan pada kegiatan importasi yang berlebihan. "Masalah impor ini akan menimbulkan konflik sehingga kita tidak akan mencapai titik temu untuk mencapai swasembada pangan," tegasnya.
Untuk mengejar target swasembada itu membutuhkan sinkronisasi data, antara Kementerian Perdagangan (Kemendag), data di Kementerian Pertanian hingga Badan Pangan Nasional (NFA). Bisa juga dengan Kementerian Perindustrian untuk jenis pangan yang terkait dengan Kemenperin.
"Data itu penting, misalnya target swasembada beras tahun ini berapa maka kita harus punya data produksi beras, gabah kering siap giling momen kuartal, kemudian kebutuhan kita berapa? Kalau ada kekurangan kebutuhan, baru dilakukan pengadaan dari luar.
Nah, kalau ada kelebihan maka ekspor. Data sederhana itu perlu disinkronkan untuk menghindari kebijakan yang saling kontradiktif," katanya. Sementara itu, pakar pertanian UPN Veteran Jawa Timur, Surabaya, Ramdan Hidayat, mengatakan dengan anggaran yang terbatas, seharusnya pemerintah fokus mengutamakan peningkatan berbagai kebutuhan dan infrastruktur di sektor pertanian, terutama untuk mengejar target empat tahun swasasembada pangan.
"Banyaknya jumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) menyebabkan pemerintah kurang fokus, sehingga menyebabkan negara kekurangan anggaran untuk mewujudkan proyek-proyek tersebut. Yang namanya strategis itu tidak banyak- banyak seperti ini, tapi cukup lima saja," kata Ramdan. PSN, tambahnya, harus bisa menjadi titik ungkit mengatasi kesenjangan, dan itu berkaitan dengan pertanian dalam menuju kedaulatan pangan. Tanpa kedaulatan pangan, akan sulit mencapai pemerataaan ekonomi. Tanpa pemerataan maka stabilitas pembangunan menjadi sangat rentan.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Indonesia Tunda Peluncuran Komitmen Iklim Terbaru di COP29 Azerbaijan
- 2 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 3 Ini Kata Pengamat Soal Wacana Terowongan Penghubung Trenggalek ke Tulungagung
- 4 Penerima LPDP Harus Berkontribusi untuk Negeri
- 5 Ini yang Dilakukan Kemnaker untuk Mendukung Industri Musik
Berita Terkini
- Jonatan dan Sabar/Reza Tantang Unggulan Tuan Rumah di Semifinal China Masters 2024
- Christian Sugiono Bangun Luxury Glamping di Tepi Danau
- KKP Perkuat Kerja Sama Ekonomi Biru dengan Singapura
- Berkaus Hitam, Pasangan Dharma-Kun Kampanye Akbar di Lapangan Tabaci Kalideres, Jakarta Barat
- IBW 2024, Ajang Eksplorasi Teknologi Blockchain Kembali Digelar