AS Pindahkan Peluncur Misil Typhon ke Lokasi Baru
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Filipina, Jenderal Romeo Brawner (kiri), berbincang dengan tentara AS yang berdiri di dekat Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS), yang dipamerkan di ajang Asian Defense and Security Exhibition di Manila
Foto: AFP/Ted ALJIBEMANILA – Militer Amerika Serikat (AS) telah memindahkan peluncur misil Typhon yang dapat menembakkan misil multiguna hingga ribuan kilometer, dari lapangan udara Laoag di Filipina ke lokasi lain di Pulau Luzon, kata narasumber senior pemerintah Filipina.
Peluncur ini bisa menembakkan misil jelajah Tomahawk yang bisa menyerang sasaran di Tiongkok dan Russia dari Filipina, begitu juga meluncurkan misil SM-6 yang bisa menyerang sasaran udara atau laut dengan berjarak lebih dari 200 kilometer.
Narasumber senior pemerintah Filipina itu mengatakan pemindahan itu akan membantu menentukan di mana dan seberapa cepat baterai misil dapat dipindahkan ke posisi yang baru. Mobilitas itu dipandang sebagai cara untuk membuat mereka lebih mampu bertahan hidup selama konflik.
“Citra satelit menunjukkan baterai dan perlengkapan terkait sedang dimuat ke pesawat angkut C-17 di Bandara Internasional Laoag dalam beberapa pekan terakhir,” kata Jeffrey Lewis dari Institut Studi Internasional Middlebury, dilansir dari Straits Times pada Kamis (23/1).
Komando Indo-Pasifik (Indopacom), yang mengawasi pasukan AS di kawasan tersebut, mengatakan bahwa sistem misil Typhon memang telah direlokasi di Filipina. Namun baik Indopacom maupun pemerintah Filipina menolak memberikan lokasi spesifik pemindahan sistem misil tersebut.
"Pemerintah AS telah berkoordinasi erat dengan pemerintah Filipina dalam setiap aspek penempatan MRC, termasuk lokasinya," kata Komandan Matthew Comer dari Indopacom, merujuk Typhon dengan inisial nama resminya, Mid-Range Capability.
Comer menambahkan bahwa relokasi tersebut bukan merupakan indikasi bahwa sistem misil tersebut akan berada secara permanen di Filipina.
Sistem persenjataan buatan AS itu sempat menuai kritik tajam dari Tiongkok ketika pertama kali digunakan selama latihan gabungan pada April 2024.
Pada September lalu, ketika AS mengatakan tidak mempunyai rencana segera untuk menarik Typhon dari Filipina, Tiongkok dan Russia serta merta mengutuk pengerahan sistem misil itu karena dianggap bisa memicu perlombaan senjata.
Typhon relatif mudah diproduksi dan dapat membantu AS beserta sekutunya mengejar ketertinggalan dengan cepat dalam perlombaan misil Indo-Pasifik dimana Tiongkok unggul jauh.
Meskipun militer AS menolak mengatakan berapa banyak yang akan dikerahkan di kawasan Indo-Pasifik, lebih dari 800 misil SM-6 akan dibeli dalam lima tahun ke depan, menurut dokumen pemerintah yang menguraikan pembelian militer. Dokumen tersebut pun menunjukkan beberapa ribu Tomahawk sudah ada dalam inventaris AS.
Tegaskan Komitmen
Sementara itu dari Washington DC, Menteri Luar Negeri AS yang baru, Marco Rubio, dilaporkan telah membahas tindakan berbahaya dan tidak stabil Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan (LTS) dengan mitranya dari Filipina via telepon pada Rabu (22/1) dan menggarisbawahi komitmen pertahanan AS yang kuat terhadap Manila.
“Menlu Rubio menyampaikan bahwa perilaku (Tiongkok) merusak perdamaian dan stabilitas regional serta tidak sesuai dengan hukum internasional,” kata Kementerian Luar Negeri AS saat menerangkan sambungan telepon Rubio dengan Menlu Filipina, Enrique Manalo.
“Dalam panggilan telepon dengan Menlu Manalo, Menlu Rubio menegaskan komitmen kuat AS terhadap Filipina berdasarkan perjanjian pertahanan bersama mereka dan membahas cara-cara untuk memajukan kerja sama keamanan, memperluas hubungan ekonomi, dan memperdalam kerja sama regional,” imbuh pernyataan dari Kementerian Luar Negeri AS.
Tepat sebelum pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS, Manila dan Washington DC melaksanakan rangkaian latihan maritim gabungan kelima di LTS sejak meluncurkan kegiatan bersama pada 2023.
Keterlibatan keamanan antara sekutu telah meningkat di bawah Presiden Filipina, Ferdinand Marcos Jr, yang telah beralih lebih dekat ke Washington DC dan mengizinkan perluasan pangkalan militer yang dapat diakses oleh pasukan Amerika, termasuk fasilitas yang berhadapan dengan Pulau Taiwan. ST/I-1
Berita Trending
- 1 Kurangi Beban Pencemaran Lingkungan, Minyak Jelantah Bisa Disulap Jadi Energi Alternatif
- 2 Keren Terobosan Ini, Sosialisasi Bahaya Judi “Online” lewat Festival Film Pendek
- 3 Laga Krusial PSG Kontra Manchester City
- 4 Pertamina JBT Jamin Pasokan BBM Aman di Tengah Bencana Alam di Jawa Tengah
- 5 Terus Dikebut Pembangunannya, Pembiayaan IKN Skema KPBU Capai Rp60,93 Triliun