Prof Rofikoh Rokhim Ph.D: Perbankan Dapat Menjadi Katalis Penggerak Ekonomi Berkelanjutan
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (UI), Rofikoh Rokhim, dalam pidato pengukuhannya pada acara Pengukuhan Guru Besar Tetap UI, Sabtu (13/3).
Foto: IstimewaJAKARTA - Perbankan dapat menjadi katalis untuk menggerakkan perekonomian berkelanjutan melalui praktik keuangan berkelanjutan. Dengan melaksanakan praktik ini, bank dan lembaga keuangan tidak hanya berfokus pada keuntungan semata, tapi juga pada bumi dan manusia.
"Keuangan berkelanjutan mengacu pada segala bentuk layanan keuangan yang mengintegrasikan kriteria lingkungan, sosial, dan tata kelola ke dalam keputusan bisnis atau investasi untuk keuntungan jangka panjang bagi klien dan masyarakat luas," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Indonesia (UI), Rofikoh Rokhim, dalam siaran video pidato pengukuhannya, Sabtu (13/3).
Rofikoh mengutip Statistik Sistem Keuangan Indonesia edisi Januari 2021 memaparkan bahwa 77,90 persen aset keuangan di sistem keuangan Indonesia berada di industri perbankan. Sisanya berada di industri keuangan nonbank seperti pasar modal, asuransi, dana pensiun, dan lainnya.
"Artinya, perbankan memegang peranan yang sangat penting dalam perputaran aset keuangan di Indonesia," jelasnya.
Pemberdayaan UMKM
Lebih jauh, Rofikoh menjelaskan konsep keuangan berkelanjutan. Mendorong lembaga keuangan untuk meningkatkan aliran modal ke proyek dan sektor hijau, ramah iklim dan inklusif. Konsep tersebut juga membantu lembaga keuangan mengintegrasikan tujuan iklim dan risiko jangka panjang terkait iklim ke dalam manajemen portofolio mereka.
Dia menyebut salah satu misi sosial yang juga diusung dalam konsep keuangan berkelanjutan, utamanya di Indonesia adalah dengan menyediakan layanan keuangan yang inklusif. Pasalnya, peta persebaran jenis usaha di Indonesia berdasarkan skala usahanya, lebih dari 90 persen merupakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Dia menambahkan berdasarkan Survei Nasional Otoritas Jasa Keuangan terkait Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia pada tahun 2019, angka inklusi keuangan di Indonesia baru mencapai 76,19 persen.
"Angka ini menjadi indikasi bahwa belum semua penduduk Indonesia dapat menikmati akses terhadap jasa keuangan, dan sebagian di antaranya bisa jadi merupakan pelaku UMKM," imbuhnya.
Rofikoh menekankan kemampuan memperoleh akses permodalan yang terjangkau merupakan salah satu penentu keberlangsungan suatu usaha khususnya bagi UMKM. Di sisi lain, pembiayaan UMKM dari perbankan baru sebesar 1.091 triliun rupiah pada bulan Desember 2020 atau sekitar 25% dari total kredit yang disalurkan oleh perbankan.
"Hal ini menuntut transformasi antar lembaga-lembaga yang ada dalam industri keuangan di Indonesia untuk lebih meningkatkan kolaborasi demi penguatan jejaring perbankan kepada sektor UMKM," ucapnya.
Rofikoh menyebut perbankan dan lembaga keuangan masih bisa mendapat keuntungan dengan membiayai UMKM. Jika UMKM semakin besar maka UMKM akan menempatkan dananya di sektor perbankan/lembaga keuangan.
"UMKM juga dapat melakukan transaksi keuangan melalui perbankan atau lembaga keuangan sehingga meningkatkan traffic aktivitas lembaga keuangan tersebut dan UMKM juga akan membutuhkan pendanaan yang lebih besar. Dengan demikian, peran sosial dan profit tetap akan dapat dicapai," tandasnya.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Muhamad Ma'rup
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Pasangan Andika-Hendi Tak Gelar Kampanye Akbar Jelang Pemungutan Suara Pilgub Jateng
- 2 Cawagub DKI Rano Karno Usul Ada Ekosistem Pengolahan Sampah di Perumahan
- 3 Kampanye Akbar Pramono-Rano Bakal Diramaikan Para Mantan Gubernur DKI
- 4 Transjakarta Beroperasi Hingga 23.00 Saat Timnas Indonesia Lawan Arab
- 5 Spanyol Ingin Tuntaskan Fase Grup UEFA Nations League dengan Kemenangan