Penutupan USAID Berdampak ke Program di Negara Penerima Bantuan
Kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) AS, Elon Musk.
Foto: ANGELA WEISS/AFPWASHINGTON - Kantor pusat Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) di Washington, Senin (3/2), resmi ditutup setelah kepala Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) Elon Musk mengatakan Presiden Donald Trump telah memberi lampu hijau penutupan badan tersebut.
Menurut koresponden Antara Ria Novosti di Washington, awak media berkumpul di dekat markas USAID, yang hanya berjarak beberapa blok dari Gedung Putih, sambil menunggu pidato dari anggota parlemen Partai Demokrat yang menentang penutupan badan yang pada tahun fiskal 2023 mengelola dana senilai lebih dari 40 miliar dollar AS tersebut.
Sejumlah pengunjuk rasa memegang poster bertuliskan "Amerika, Serius? Diktator?” dan Apa Selanjutnya?”
Sementara itu, para mantan karyawan USAID juga berkumpul di depan gedung sambil mempertanyakan nasib status pekerjaan mereka saat ini. “Saya tidak percaya, kehidupan saya berbeda dari pekan lalu. Pagi ini saya melamar pekerjaan. Inilah hidup saya sekarang,” kata salah seorang karyawan USAID.
Sejumlah media melansir bahwa pemerintahan Trump telah menempatkan puluhan petinggi USAID berstatus cuti setelah AS menghentikan bantuan ke negara-negara lain.
Sebelumnya, pada Minggu (2/2), Musk menyebut USAID sebagai "organisasi kriminal" dan menurutnya, “sudah waktunya organisasi itu mati”.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, Senin, mengonfirmasi bahwa dia kini merupakan penjabat direktur USAID. Rubio mengatakan USAID harus mengikuti arahan kebijakan Departemen Luar Negeri AS dan situasi saat ini tidak diartikan bahwa program-program mereka harus dihentikan.
Imbangi Citra Negatif
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya Jakarta, YB. Suhartoko mengatakan, AS mempunyai banyak citra positif dan negatif.Keberadaan USAID merupakan wujud dari pencitraan positif untuk mengimbangi citra negatifnya. Namun demikian pemerintahan Donald Trump dengan orientasi kebijakan ke dalam melalui semboyan America for American mengeluarkan banyak kebijakan yang mengurangi kegiatan karitatif AS karena dianggap membebani anggaran negara.
Sebagai salah donatur terbesar lembaga lembaga international, tentu saja berdampak ke lembaga-lembaga karitatif internasional sehingga perlu mencari donatur baru, atau mengurangi volume kegiatannya. Situasi tersebut dipastikan berpengaruh terhadap negara negara miskin yang selama ini banyak ditopang untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan.
“Bagi Indonesia, dampaknya tidak begitu signifikan, karena Indonesia tidak banyak tergantung kepada bantuan karitatif semacam itu,”tegas Suhartoko.
Diminta terpisah, Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti menilai langkah itu akan berpengaruh pada Indonesia, karena selama bertahun tahun, Indonesia sudah menerima bantuan dari USAID triliunan rupiah, bahkan tahun 2023 sudah menerima bantuan USAID sekitar 2,5 triliun rupiah.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Presiden Prabowo Meminta TNI dan Polri Hindarkan Indonesia jadi Negara yang Gagal
- 2 Rilis Poster Baru, Film Horor Pabrik Gula Akan Tayang Lebaran 2025
- 3 Tayang 6 Februari 2025, Film Petaka Gunung Gede Angkat Kisah Nyata yang Sempat Viral
- 4 Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi Sebut JETP Program Gagal
- 5 Meksiko, Kanada, dan Tiongkok Siapkan Tindakan Balasan ke AS