Hati-hati! Masyarakat Diimbau Tidak Beli Obat Impor Lewat Jastip
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi saat menyampaikan keterangan kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Foto: ANTARA/Andi FirdausJAKARTA - Kementerian Kesehatan RI mengimbau masyarakat untuk mewaspadai produk obat-obatan yang diperoleh melalui jasa titip (jastip) barang dari luar negeri, sebab belum terjamin mutu dan keamanannya.
"Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah menyatakan, hati-hati, siapa yang tanggung keamanannya, siapa yang tahu obat itu ternyata palsu, dan lainnya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (16/).
Ia mengatakan produk obat yang diperoleh melalui jastip dikategorikan sebagai barang ilegal yang beredar di Indonesia, sebab tidak dijamin keamanannya.
Dikatakan Nadia, ketentuan penggunaan produk obat impor hanya dikecualikan apabila untuk memenuhi kebutuhan dari pembelinya atau kepentingan pribadi, melalui pengawasan dokter.
"Obat boleh untuk kepentingan sendiri, bukan jastip. Walau hand carry. Tidak ada yang tahu, kalau dibawa orang lain, jualan gak sih?," katanya.
Sebelumnya, fenomena jastip produk obat dilaporkan oleh tenaga medis di Rumah Sakit Adam Malik, Medan, kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Jastip obat di Indonesia muncul menyusul perbedaan harga hingga empat kali lipat lebih murah di Singapura dan Malaysia. Selain itu, juga terjadi kelangkaan obat tertentu di pasar dalam negeri.
"Jastip itu sebenarnya karena obatnya nggak ada. Selain itu, obatnya di Indonesia jauh lebih mahal. Hasil studi di Medan, obat generik kita memang kurang," katanya.
Nadia mengatakan transaksi jastip untuk obat tertentu yang bermerek di Medan mampu menekan harga 5--15 persen lebih murah.
Jenis obat yang didapat melalui layanan jastip umumnya untuk pemulihan penyakit kanker yang masih sangat terbatas di Indonesia, kata Nadia.
Kelangkaan obat kanker di Indonesia, salah satunya terkait ketentuan registrasi dan hak dagang yang hanya diperoleh pihak distributor resmi yang terdaftar di pemerintah.
"Contohnya, yayasan kanker yang banyak mengurus anak dengan kanker, boleh nggak sih dia bisa mendaftarkan obat ini bisa masuk?, nah itu belum (di Indonesia)," katanya.
Hingga kini Kemenkes masih mengomunikasikan hal itu bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) selaku otoritas pengawasan obat di Indonesia untuk memberikan akses kepada pihak berkepentingan di luar distributor dalam upaya penyediaan obat-obatan.
Jenis obat lainnya yang juga diperoleh secara jastip adalah obat jantung, penurun kadar gula, hingga vitamin.
"Bahkan, vitamin juga, tapi itu memang lebih kepada obat yang bermerek, yang jauh lebih mahal," katanya.
Redaktur: Lili Lestari
Penulis: Antara
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cegah Jatuh Korban, Jalur Evakuasi Segera Disiapkan untuk Warga Sekitar Gunung Dempo
- 2 Kampanye Akbar, RIDO Bakal Nyanyi Bareng Raja Dangdut Rhoma Irama di Lapangan Banteng
- 3 Dharma-Kun Berjanji Akan Bebaskan Pajak untuk Pengemudi Taksi dan Ojek Online
- 4 Kasad Hadiri Penutupan Lomba Tembak AARM Ke-32 di Filipina
- 5 Masyarakat Perlu Dilibatkan Cegah Gangguan Mental Korban Judol
Berita Terkini
- Bumi Punya 'Bulan Mini' yang Bergerak Cepat Mendekat ke Bumi pada Januari Nanti
- BKD Banten Periksa Pejabat Kesbangpol Buntut Spanduk Kontroversial
- Bali Dikategorikan Destinasi Tak Layak Dikunjungi, Komisi VII DPR Minta Pemangku Kepentingan Turut Evaluasi Wisata di Bali
- Pesawat Kargo DHL Jatuh Menabrak Sebuah Rumah di Lithuania, 1 Orang Tewas
- Ansar Ahmad Sebut Gen Z Pegang Peran Krusial Bangun Kepri Lebih Maju